Jumat, 07 Mei 2010

Tijauan Yuridis Mengenai Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Di Kota Gorontalo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ketika Internet diperkenalkan pertamakali, pemrakarsanya tidak pernah menduga bahwa dampaknya kemudian hari akan sedemikian hebat. Sebelumnya manusia hanya membayangkan bahwa itu adalah suatu globalisasi dunia fisik ketika batasan geogiafis yang membagi bumi menjadi beberapa negara akan pudar dan hilang. Secara perlahan-lahan usaha tersebut mulai dilakukan. yaitu dengan cara membuka perdagangan dunia seluas-luasnya tanpa proteksi dari pemerintah atau pihak lain yang mengatur mekanisme jual beli.
Perkembangan Internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim tersebut sebagai dunia maya. Di sini setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apapun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang kerap menggunakan Internet dalam aktivitas kehidupan setiap hari.

Dari seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena dampak kehadiran internet sektor bisnis atau perdagangan merupakan sektor yang paling cepat tumbuh. Berdagang di dunia maya dengan memampaatkan perangkat telekomunikasi, yang kerap diistilahkan E-Commerce (Electronic Commerce), merupakan mekanisme bisnis tersendiri yang usianya. Masih seumur jagung namun di sinilah letak keistimewaannya.
Untuk pertama kalinya seluruh manusia dimuka bumi memiliki kesempatan dan peluang yang sama agar dapat berhasil berbisnis di dunia maya karena selain “permainan” ini masih sangat baru, lahan yang baru "digarap" pun masih sangat luas. E-Commerce (Perniagaan Elektronik) pada dasarnya merupakan dampak dari berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara signifikan ini mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya komunitas bisnis yang mempergunakan internet dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara tidak langsung menciptakan sebuah domain dunia baru yang kerap diistilahkan dengan cyberspace atau dunia maya. Berbeda dengan dunia nyata, cyberspace memiliki karakteristik yang unik tersebut memperlihatkan bahwa seorang manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siap saja dunia ini sejauh yang bersangkutan terhubung ke internet. Hilangnya Batas dunia yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara efisien dan efektif ini secara langsung mengubah cara perusahaan bisnis dengan perusahaan lain atau konsumen.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak yang negatif.  Dampak positif tentu saja merupakan hal yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemasalahatan kehidupan manusia di dunia termasuk di negara Indonesia sebagai negara berkembang, yang mana hasil  dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diramu dalam berbagai bentuk dan konsekuensinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.  Dampak negatif yang timbul dari kemajuan ilmu pengetahuan  dan teknologi harus juga dipikirkan solusinya karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan manusia, baik kehidupan manusia secara fisik maupun kehidupan mentalnya.
Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan istilah internet.  Melalui internet seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada dimanapun dan kapanpun.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini akan mengimplikasikan berbagai perubahan dalam kinerja manusia. Salah satu produk inovasi teknologi telekomunikasi yaitu internet (E-Commerce) yaitu suatu koneksi antar jaringan komputer. Aplikasi internet saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan (E-Commerce).
Kajian Electeonic Commerce yang menurut pendapat peneliti adalah salah satu bagian dalam pembahasan CyberI law yang akhir-akhir hangat dibicarkan, merupakan suatu kajian yang lebih khusus dibicarakan. Hal ini dikarenakan E-Commerce dipandang belum ada hukum yang mengaturnya. Perjanjian-perjanjian yang terjadi di dalam E-Commerce masih diragukan keabsahannya. Berbagai pendapat dikalangan ahli hukum di indonesia masih berbeda pendapat menyangkut keabsahannya perjanjian-perjanjianyang dibuat melalui internet.
Dikaitkan dengan pasal 1338 KUHPerdata kebebasan berkontrak memungkinkan komunikasi dan memiliki akses terhadap informasi berinteraksi secara luas. Hal yang sangat menarik untuk melihat bagaimana KUHPerdata menampung perikatan yang menggunakan jalur intenet atau perdagangan melalui internet. Dalam peraturan mengenai perjanjian atau perdagangan yang ada dalam perundangan lebih fleksibel dalam menghadapi transaksi E-Commerce. Cukup dengan adanya perikatan di antara para pihak.
Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah E-Commerce merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun.  Dengan demikian semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak dilakukan secara elektronik, baik melaluiee-mail atau cara lainnya. Oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional.  Kondisi seperti ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai akibat hukum dengan segala konsekuensinya, antara lain apabila muncul suatu perbuatan yang melawan hukum dari salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli secara elektronik ini, akan menyulitkan pihak yang dirugikan untuk menuntut segala kerugian yang timbul yang disebabkan perbuatan melawan hukum.
E-Commerce terbagi atas dua faktor yaitu:
a)Business tobusiness E-Commerce (perdagangan antar pelaku usaha)
b)Business to consumer E-Commerce (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen).
Di Indonesia, fenomena E-Commerce sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculnya berbagai toko buku on-line pertama. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan E-Commerce. Sepanjang tahun 1997- 1998, eksistensi E-Commerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi, namun pada tahun 1999 hingga saat ini kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi.
Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan E-Commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan E-Commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan E-Commerce.
E-Commerce sudah menjadi bagian dari pasar global. Meski belum sempurna, segala sarana dan pra-sarana yang tersedia dapat dimanfaatkan sambil terus direvisi selaras dengan perkembangan mutakhir.

Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian non elektronik yang berlaku. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka.
Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, E-Commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.
Hukum perikatan Indonesia dikenal istilah ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu.
Jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, sedangkan E-Commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi teknologi seperti internet sebagai media transaksi.
Dengan demikian selama tidak diperjanjikan lain, maka ketentuan umum tentang perikatan dan perjanjian jual-beli yang diatur dalam Buku III KUHPerdata berlaku sebagai dasar hukum aktifitas E-Commerce di Indonesia.
Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana, karena E-Commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. E-Commerce terdiri dari dua
kategori business to business E-Commerce dan business to consumer E-Commerce (Komputer No. 175 edisi Juli 2000: 4).
Business to consumer E-Commerce berhubungan dengan customer life cycle dari awareness sebuah produk pada prospek costumer sampai dengan order dan pembayaran atau juga sampai dengan pelayanan dan dukungan kepada customer. Alat yang digunakan dalam cycle ini adalah business to customer web site.
Business to business E-Commerce melibatkan cycle dari awareness, riset produk, pembandingan, pemilihan supplier sourching, transaksi fulfillment, post sales support. Alat yang berperan adalah EDI, dan business to business web site.
Implementasi E-Commerce secara efektif adalah mentransformasikan paradigma perdagangan fisik ke perdagangan virtual, yang memangkas middle man dan lebih menekankan kepada nilai kolaborasi melalui networking antara supplier, retailler, konsumen, bank, transportasi, asuransi.
Dalam business to consumer E-Commerce, konsumen memiliki bargaining position yang lebih baik dibanding dengan perdagangan konvensional karena konsumen memperoleh informasi yang beragam dan mendetail. Melalui internet konsumen dapat memperoleh aneka informasi barang dan jasa dari berbagai toko dalam berbagai variasi merek lengkap dengan spesifikasi harga, cara pembayaran, cara pengiriman, bahkan beberapa toko juga memberikan fasilitas pelayanan track and trace yang memungkinkan konsumen untuk melacak tahap pengiriman barang yang dipesannya.
Beragam kasus yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan transaksi terutama faktor keamanan dalam E-Commerce ini tentu sangat riskan bagi para pihak terutama konsumen. Padahal jaminan keamanan transaksi E-Commerce sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen. Apabila hal tersebut terabaikan maka bisa dipastikan akan terjadi pergeseran efektivitas transaksi
E-Commerce dari falsafah efisiensi menuju arah ketidakpastian yang akan menghambat upaya pengembangan E-Commerce.
Syarat sahnya perjanjian antara lain sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa suatu perjanjian akan sah menurut undang-undang apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditegaskan sebagai berikut. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.Suatu hal tertentu;
4.Suatu sebab yang halal
Dalam suatu perjanjian ada beberapa macam asas yang dapat di terapkan antara lain :
1)Asas konsensualisme, yaitu asas kesepakatan dimana suatu perjanjian di anggap seketika setelah ada kata sepakat.
2)Asas kepercayaan, yaitu para pihak yang membuat perjanjian.
3)Asas kekuatan mengikat bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kesepakatan yang berlaku.
4)Asas persamaan hukum yaitu setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.
5)Asas keseimbangan maksudnya dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan Hak dan Kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan yang di perjanjikan.
6)Asas moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motifasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
7)Asas kepastian hukum yaitu perjanjian yang di buat oleh para pihak berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pembuatnya.
8)Asas kepatuhan yaitu perjanjian tidak hanya harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan.
9)Asas kebiasan adalah bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan.
Banyaknya persoalan yang kemudian muncul saat dalam transaksi jual beli antara para pihak pertama dengan yang lainnya dimana terdapat beberapa pihak meyakini tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah di buat bersama, contohnya dalam transaksi jual beli yaitu kualitas barang dan kuantitas barang tersebut sehingga itulah yang menjadi permasalahan dalam transaksi jual beli melalui internet. Hal inilah yang menjadi keluhan oleh setiap masyarakat jika akan melakukan transaksi jual beli melalui internet (E-Commerce), karena transaksi jual beli melalui internet merupakan hal yang baru di Kota Gorontalo sehingga banyak masyarakat yang mengeluh dengan adanya transaksi karena masyarakat merasa di rugikan, seperti di kota gorontalo terjadi transaksi jual beli hanya berdasarkan kepercayaan dengan perjanjian sehingga para pihak merasa di rugikan karna tidak sesuai dengan perjanjian yang telah di sepakati terutama kualitas barang yang di transfer melalui PT. Telkom Kota Gorontalo. Dalam penulisan ini, peneliti memilih judul “Tijauan Yuridis Mengenai Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Di Kota Gorontalo”. Yang menurut peneliti sangan menarik untuk di telaah, di samping karena Electronic Commerce dapat dikatakan penomena yang baru dan belum begitu dikenal oleh masyarakat luas, meskipun sebenarnya dapat berperan dalam meningkatkan kemajuan perdagangan bisnis.

1.1Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan proposal ini adalah :
1. Bagaimana kedudukan hukum dalam pelaksanaan transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo

1.2Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk memenuhi :
1. Bagaimana kedudukan hukum dalam pelaksanaan transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo

1.3Kegunaan Penelitian
1.Aspek teoritis diharapkan penelitian akan memberikan kontribusi konkrit terhadap pihak-pihak yang mengadakan penjanjian jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo.
2.Aspek praktis di harapkan agar penelitian ini menjadi sumber informasi Ilmiah yang berguna sebagai acuan terhadap pihak-pihak agar mengkaji kembali tentang transaksi jual beli melalui internet (E-Commerce).
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dasar Hukum Mengenai Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce)
2.1.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli
Pengertian jual beli di lihat dalam pasal 1457 KUHPerdata yang menentukan ”jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga”.
Wirjono prodjodikoro (1991:17) mengatakan ”jual beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain berwajib membayar harga yang dimupakati mereka berdua”.
Wolmar sebagaimana dikutip oleh Suryodiningrat mengatakan jual beli adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikat diri kepada pihak lainnya pembeli (loper) untuk memindah tangankan suatu benda dalam eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu dan berwujud uang". R.M. Suryodiningrat (1996: 14)
Menurut Hukum Adat Indonesia yang dinamakan jual beli, bukanlah persetujuan belaka, yang berada di antara kedua belah pihak, tetapi adalah suatu penyerahan barang oleh si penjual kepada si pembeii dengan maksud memindahkan hak milik, atas barang itu dengan syarat pembayaran harga tertentu, berapa uang oleh pembeli kepada penjual.
Menurut Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa Hukum Adat ada juga persetujuan antara kedua belah pihak yang berupa mufakat tentang maksud untuk memindahkan hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan pembayaran harga pembeli oleh pembeli kepada penjual, tetapi persetujuan itu hanya bersifat pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu yaitu penyerahan Selama penyerahan barang belum terjadi, maka belum ada jual beli, dan pada hakekatnya belum ada yang mengingat apa-apa bagi kedua belah pihak."
Perjanjian jual beli, dianggap sudah berlansung antara pihak penjual dan pembeli, apabilah mereka telah menyetujui dan besepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut,sekalipun barangnya belum diserahkan dan harganya belum dibayar (pasal 1458 KUHPerdata). Jual beli tiada lain dari persesuaian kehendak (Wis Overeensteeming) antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Barang dan hargalah yang menjadi essensial perjanjian jual beli tanpa ada barang yang hendak dijual maka tidak mungkin akan terjadi jual beli, sebaliknya jika barang objek jual beli tidak dibayar dengan sesuatu harga maka jual beli di anggap tidak ada.
Cara dan terbentuknya perjanjian jual beli, bisa terjadi secara openbar/terbuka, seperti yang terjadi pada penjualan atas dasar eksekutorial atau yang disebut excutoriale verkoop, penjualan eksekutorial mesti dilakukan melalui lelang dimuka umum oleh pejabat lelang. Akan tetapi cara dan bentuk penjualan eksekutorial yang bersipat umum jarang sekali terjadi karena penjualan seperti itu harus memerlukan putusan pengadilan.
Dengan demikian dalam hukum adat setiap hubungan jual beli tidak mengikat kepada asas atau sistem obligator atau sistem asas yang lainnya. Karena itu jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari, adalah jual beli antara tangan ke tangan, yakni jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak resmi dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual belinyapun terutama jika objeknya barang-barang bergerak cukup dilakukan dengan lisan. Kecuali mengenai benda-benda tertentu terutama mengenai objek benda-benda tidak bergerak pada umumnya selalu memerlukan bentuk akta jual beli. Tujuan akta ini hanya sekedar mempelajari jual beli itu dengan keperluan penyerahan yang kadang-kadang memerlukan penyerahan yuridis di samping penyerahan nyata.
Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli pada dasarnya meliputi kewajiban pihak penjual maupun pihak pembeli.
1)Kewajiban Penjual
Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1427 KUH Perdata yaitu “jika pada saat penjualan barang yang dijual sama sekali telah musnah maka pembelian adalah batal”.
Umumnya pada jual beli pihak penjual selamanya yang mempunyai kedudukan lebih kuat dibandingakan dengan kedudukan pembeli yang lebih lema. Dalam pasal 1473 KUHPerdata kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua pokok :



a)Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli
b)Kewajiban penjual memberi pertanggungan atau jaminan (vrijwaring) bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik yang berupa tuntutan maupun pembedaan.
Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan pemilikan pembeli. Dalam penyerahan barang diperlukan penyerahan yuridis (juriodische levering) disamping penyerahan nyata (eitel jke levering), agar pemilikan pembeli menjadi sempurnah pembeli harus menyelesaikan penyerahan barang tersebut (pasal 1457KUHPerdata). Mengenai biaya penyerahan barang yang dijual diatur dalam pasal 1874 KUHPerdata yang berbunyi “biaya penyerahan ditanggung oleh si penjual sedangkan biaya pengambilan ditanggung oleh si pembeli jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya”.
Jika para pihak tidak menentukan tempat penyerahan dalam persetujuan jual beli maka penyerahan dilakukan di tempat terletak barang yang dijual pada saat persetujuan jual beli terlaksana. Ketentuan ini terutama jika barang yang dijual terdiri dari benda tertentu (bepaalde zaak). Bagi jual beli barang-barang di luar barang-barang tertentu, penyerahan dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2) KUHPerdata penyerahan dilakukan di tempat tinggal kreditur, dalam hal ini di tempat pembeli dan penjual.
Adapun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana adanya pada saat persetujuan dilakukan. Serta mulai saat terjadinya penjualan, segala hasil dan buah yang timbul dari barang, menjadi kepunyaan pembeli (Pasal 1481 KUH Perdata).
2)Kewajiban Pembeli
Adapun kewajiban pembeli adalah :
Kewajiban membayar harga (Pasal 1513 KUHPerdata) yang berbunyi kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana di tetapkan menurut persetujuan. Kewajiban membayar harga merupakan kewajibanyang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan barang, atas dasar aturan yang dapat di uraikan maka pembayaran dapat di golongkan dengan dua macam yaitu :
a)Pembayaran barang generik harus di lakukan di tempat tinggal pembeli. Hal ini karena sesuai dengan penyerhan barang generik di lakukan di tempat tinggal/kediaman pembeli.
b)Pembayaran barang-barang tertentu di lakukan di tempat dimana barang itu terletak ataupun di tempat penjual. Hal ini karena sesuai ketentuan dengan pasal 1429 KUHPerdata. Jika si pembeli ingin menuntut karena ketidak puasan barang sesuai dengan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata yaitu penjual dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan. Kemudian jika pembeli merasa terganggu hanya sebagian saja maka pembeli dapat memilih di antaranya :
1.Menuntut pembatalan jual beli
2.Jual beli plan terus, dan menggugurkan pembyaran hanya untuk sejumlah harga bagian yang tergangu saja.
Atas kebijakan mempergunakan analogi pasal 1500 KUHPerdata tersebut yakni pengulangan pembayaran atas gangguan yang terjadi dalam sebagian barang. Jual beli bisa dilanjutkan dengan jalan menunda pembayaran hanya sebesar harga bahagian barang yang terganngu, selebihnya dapat dilunasi pembeli. Menurut pasal 1517 KUHPerdata bahwa penjual dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Alasan wanprestasi atas dasar moral kredit disebabkan keingakaran melakukan pembayaran terhadap pembelian jika objek jual belinya terdiri dari barang-barang yang bergerak (barang-barang biasa, perabotan rumah tangga dan sebagainya), jika dalam persetujuan telah di tetapkan jangka waktu tertentu bagi si pembeli untuk mengambil barang dan waktu tersebut tidak di tepati oleh si pembeli, jual beli dengan sendirinya batal menurut hukum tanpa memerlukan teguran lebih dulu dari pihak penjual atau disebut wanpestasi (zonder rechtelijke toessennkomst) dalam pasal 1518 KUHPerdata.

3)Resiko Dalam Perjanjian Jual Beli
Objek jual beli terdiri dari barang tertentu (een zeker en hepaalde-zaak).
Jika objek jual beli terdiri dari barang tertentu, risiko atas barang berada pada pihak pembeli terhitung sejak saat terjadinya peresetujuan pembelian. Sekalipun penyerahan barang belum terjadi. Penjual menuntut pembayaran harga seandainya barang tersebut musnah (Pasal 1460 KUH Perdata).
Dari ketentuan Pasal 1460 KUHPerdata jual beli mengenai barang tertentu sekejap setelah penjualan berlangsung, risiko berpindah kepada pembeli. Seandainya barang yang hendak dilevering lenyap maka pembeli tetap wajib membayar harga. Hanya saja ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata di atas adalah hukum yang mengatur bukan hukum yang memaksa, karenanya ketentuan tersebut dapat dikesampingkan oleh persetujuan. Bahwa dalam perjanjian timbal balik seperti pada jual beli apabila salah satu prestasi gugur, dengan sendirinya ptestasi yang lainpun harus gugur. Dengan demikian jika barang yang dijual musnah sebelum diserahkan pada pembeli, gugurlah kewajiban pembeli untuk membayar harga. Risiko dalam jual beli barang tersebut tetap berada pada pihak penjual selama barang belum diserahkan pada pembeli, kemusnahan barang tidak menyebabkan pembeli harus membayar harga. Dalam Pasal 1460 KUHPerdata dan dihubungkan dengan Pasal 1237 KUH Perdata bahwa barang yang hendak diserahkan menjadi keuntungan bagi pihak kreditur sehingga terjadi perjanjian. Akan tetapi jika barang yang menjadi objek jual beli tiadak dapat diserahkan itu karena barangnya musnah. Misalnya barangnya tidak dapat diserahkan atas alasan impossibilitas objektip, umumnya karena adanya larangan pemerintah menjual barang tersebut atau karena itu di cabut (onteigening) oleh pemerintah. Objek jual beli terdiri barang yang dijual dengan ukuran, risiko atas barang tetap berada dipihak penjual sampai pada saat barang itu dihitung (pasal 1461 KUHPerdata). Akan tetapi jika barang telah dijual meskipun barang-barang itu belum dihitung maka resiko tetap pada pembeli (pasal 1462 KUHPerdata)
Dengan memperhatikan ketentuan pasal 1461 KUHPerdata, risiko jual beli atas barang nyata tetap berada pada pihak penjual sampai saat barang itu dihitung.


4) Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli
Dalam melakukan perjanjian jual beli maka banyaknya harga pembayaran harus berupa uang karena jika pembayaran tidak berupa uang tapi hanya berupa suatu barang maka tidak terjadi jual-beli melainkan yang terjadi tukar menukar. Sifat konsensuil dari jual beli tersebut dapat dilihat pada pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa “jual beli sudah dianggap terjadi antara kedua bela pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Dengan lahirnya kata sepakat maka lahirlah perjanjian itu pada saat itu timbullah hak dan kewajiban, maka perjanjian jual beli dikatakan juga sebagai perjanjian konsensuil dan sering juga disebut perjanjian obligator. Terkadang para pihak yang mengadakan perjanjian setelah lahirnya hak dan kewajiban sudah menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain , artinya, sudah menggangap dirinya sebagai pemilik atas barang yang diperjanjikan itu, pembeli baru menjadi pemilik atas barang semenjak diadakannya penyerahan atau sudah diadakan penyerahan. Mengenai penyerahan hak milik perlu diperhatikan barang-barang yang harus diserahkan karena penyerahan barang tidak bergerak berbeda dengan penyerahan barang bergerak. Kalau barang bergerak penyerahannya cukup dilakukan penyerahan secara nyata sajaatau penyerahan dari tangan ke tangan atau penyerahan yang menyebabkan seketika si pembeli menjadi pemilik barang. Penyerahan ini dilakukan berdasarkan pasal 612, 613 dan 616 KUHPerdata, ini sudah di tegaskan dalam pasal 1459 KUHPerdat yang menyatakan “hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613 dan 616 KUHPerdata.
Pasal 616 KUHPerdata berbunyi “penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620KUHPerdata. Agar penyerahan itu menurut sistem causal harus di penuhi dua syarat :
1.Adanya alasan halal yang sah (titel)
Titel adalah hubungan hukum yang mengakibatkan terjadinya penyerahan itu misalnya jual beli, pemberian hibah dan tukar menukar. Kalau perjanjian ini tidak sah maka penyerahan tidak sah pula atau dianggap tidak ada pemindahan hak milik.
2.Orang yang dapat berbuat bebas atas barang itu
Orang yang dapat berbuat bebas atas barang itu yaitu orang yang berkewengan penuh untuk memindah-tangankan barang itu atau orang yang di beri kuasa oleh si pemiliknya ini juga harus di perhatikan agar penyerhan barang sah.
Dengan demikian agar prinsip perjanjian melalui internet tersebut dapat terlaksana dengan baik dapat diperhatikan pula cirri-ciri perjanjian melalui internet atau ciri kontrak dagang elektronik yaitu :
a)Cara Berkomunikasi
Kedua belah pihak harus memperhatikan bahwa situasi untuk memberikan informasi untuk hal yang tidak pantas (illegal).

b)Garansi dan Vrijwaring
Bahwa didalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus di buat oleh salah satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan hak intelektual dan tidak melanggar ketentuan hukum yang ada.
c)Biaya
Para pihak mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk membayar ganti rugi dilakukan dengan risk sharing (pembagian risiko).
d)Pembayaran
Mengenai harga dan cara pembayaran, apakah pembayaran dengan cara sekaligus kredit ataupun pembayaran berdasarkan jumlah tertentu dari tugas yang telah diselesaikan.
e)Kerahasian
Dalam hal ini perlu di buat untuk memastikan agar para pihak terikat untuk menjaga kerahasian informasi yang terdapat dalam perjanjian.
Dengan demikian perjanjian tidak sah jika yang melakukan anak yang belum dewasa atau tidak ada kata sepakat, menyebabkan alasan hak tidak sah. Maka penyerahan tidak sah juga bila dilakukan oleh orang yang tidak berhak maka penyerahanpun tidak sah. Tetapi meskipun orang yang melakukan penyerahan itu bukan yang berwenang (bukan pemiliknya) atau bukun orang yang di beri kuasa oleh pemiliknya, maka penyerahan itu adalah sah, ini sebagai pengecualaian (pasal 1977 KUHPerdata). Dan mengenai hal pengecualian ini yang dibenarkan hanya bila penyerahannya mengandung unsur dagang dan unsur itikat baik artinya bila dalam perjanjian jual beli (unsur pedagangan), terdapat pula unsur itikat baiknya maksudnya orang yang membeli itu tidak mengerti, bahwa yang menjual itu bukan pemiliknya. Dengan demikian penyerahan itu tetap sah sekalipun dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya, asalkan memenuhi kedua unsur tersebut.
5)Kesepakatan Hukum Di Internet
Kesepakatan hukum dalam internet tidak dapat di pungkiri departemen pertahan Amerika tahun 1969 dalam membangun sistem jaringan telekomunikasi dengan terciptanya dunia internet dengan komunitas yang unik. Jaringan yang di bangun departemen pertahanan Amerika yang pada waktuitu di beri nama “ARP Anet” dengan tujuan membangun sistem jaringan agar tetap terjaganya komunikasi dalam berinteraksi di berbagai aspek kehidupan secara global. Perkembangan internet di luar dugaan tak pernah terbayangkan bila kini berbagai transaksi dapat dilakukan di dunia maya misalnya sebuah perusahaan multinasional bermaksud memesan suatu produk dari sebuah perusahaan manufaktur (pabrik) di luar negri Kembali cukup melihat-lihat layar komputer dan memencet-mencet tombol pada keyboard dan menekan tombol send bila yang diinginkan sudah ada. Kemudian, pabrik yang menerima pesanan akan membalasnya dan mengirimkan produk yang diinginkan Transaksi pun terjadi.

2.1.2 Aspek-Aspek Hukum Transaksi Jual Beli
 Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-empat ialah : “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”, maka merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti transaksi jual beli secara elektronik.  Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1233 menjelaskan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, karena persetujuan, atau karena undang-undang.
Menurut J. Satrio (1995-67) perjanjian terdiri dari 3 unsur yakni :
Unsur Esentialia merupakan sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian seperti identitas para pihak yang harus di cantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang di lakukan jual beli secara elektronik.
Unsur Naturalia ialah merupakan unsur yang di anggap ada dalam perjanjian seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
Unsur Accedentilia yaitu unsur tambahan yang di berikan oleh para pihak dalam perjajian sseperti klausula tambahan.
Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosudibio dalam pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang atau benda, dari pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.
Dalam hubungan bisnis kadang terjadi sesuatu yang berada di luar kehendak para pihak, sehingga salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya, misalnya keterlambatan pengiriman barang. (Huala Adolf, 1991:42).
Transaksi jual beli secara elektronik termuat pada Pasal 1313 KUHPerdata yaitu perjanjian mengikat yang terdiri dari satu orang atau lebih. Sementara itu dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen dalam Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen di atur pula mengenai beberapa perbuatan yang di larang di lakukan oleh penjual untuk melakukan perdagangan barang atau jasa yaitu :
1.Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan;
2.Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.Tidak sesuai dengan kondisi jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana  dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6.Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.Tidak mencantumkan tanggal daluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label;
9.Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat;
10.Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.
Perlindungan Konsumen di atur dalam undang-undang pasal 4-10 yaitu :
1.Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi  barang dan atau jasa.
2.Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan atau jasa dengan kondisi yang sesuai dengan yang diperjanjikan.
3.Hak untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur, dan jelas mengenai barang dan atau jasa yang diperjual belikan
4.Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara benar dan tidak diskriminatif
5.Hak untuk didengarkan pendapatnya atau keluhannya atas kondisi barang dan atau jasa yang dibelinya.
6.Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara patut apabila dari proses jual beli tersebut timbul sengketa.
7.Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang dan atau jasa yang dibelinya tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut di atas berlaku juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun antara penjual dan pembeli tidak bertemu langsung namun ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli harus tetap di taati.
Menurut Kalatota dan whinston (2001 :14-16) mendefinisikan E-Commerce adalah sebuah metologi bisnis moderen yang berupaya memenuhi kebutuhan organisasi-organisasi para pedagang dan konsumen untuk mengurangai cost (biaya), meningkatkan kualitas barang dan jasa serta meningkatkan kecepatan jasa layanan pengantar barang .
Menurut Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi ( 2000:2 ) E-Commerce is a dynamic set of technologis, application, and business process that link enterprises, consumers, and comunities through electronic transactions and the electronic exchange of goods,services and information.
Menurut Sidarta (2004: 5) hukum perlindungan konsumen indonesia edisi revisi mendefinisikan seseorang yang memperoleh barang atau jasa tertentu dengan persaratkan maksimal harganya tidak melewati dari pembelian barang atau jasa tersebut.

2.1.3 Transaksi  Jual  Beli  Melalui Internet (E- Commerce) 
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Rancangan Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya.  Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas.  Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
Menurut Firmankaka pada Tanggal 18 Bulan Desember Tahun 2007 hukum dalam perjanjian  E-Commerce, ada beberapa teori yang berkembang yang digunakan yaitu :
1. Mail box theory (Teori Kotak Pos)
          Dalam hal transaksi e-commerce, maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana pembeli mengirimkan pesanan melalui komputernya. Untuk ini diperlukan konfirmasi dari penjual. Jadi perjanjian atau kontrak terjadi pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tawaran tersebut dimasukkan ke dalam kotak pos (mail box).
2. Acceptance theory (Teori Penerimaan)
          Hukum yang berlaku adalah hukum di mana pesan dari pihak yang menerima tawaran tersebut disampaikan. Jadi hukumnya si penjual.
3. Proper Law of Contract
          Hukum yang berlaku adalah hukum yang paling sering dipergunakan pada saat pembuatan perjanjian. Misalnya, bahasa yang dipakai adalah bahasaIndonesia, kemudian mata uang yang dipakai dalam transaksinya Rupiah, dan arbitrase yang dipakai menggunakan BANI, maka yang menjadi pilihan hukumnya adalah hukum Indonesia.
4. The most characteristic connection
Hukum yang dipakai adalah hukum pihak yang paling banyak melakukan prestasi.
Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain :
1.Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha;
2.Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang transaksi jual beli menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha/merchant.
3.Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen  kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingsga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank;
4.Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal ini provider memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet dengan penjual yang menawarkan produk lewat internet tersebut, dalam hal ini terdapat kerjasama antara penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui internet ini.
Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem informasi yang berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa telekomunikasi.  Hubungan hukum yang terjadi  dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi antara pihak-pihak antara lain :
1)Business to Business,  merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam hal ini, baik  pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan.  Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara sperusahaan itu.
2)Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan individu yang akan saling menjual barang.
3)Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya
4) Customer to Government, merupakan transaksi  jual beli yang dilakukan antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak
Pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut :
1)Penawaran yang di lakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet. Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan baranag-barang yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi sebelum Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawarannya, spesifikasi barang termaksuk dan menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang tidak menggunakan media internet dan tmemasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran.  Dengan demikian penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
2)Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui E-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui E-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah E-mail yang dituju sehingga hanya pemegang E-mail tersebut yang dituju.  Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website tersebut, karena siapa saja dapat masuk  ke dalam website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha.  Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut.  Pada transaksi jual beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran.
3)Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal.
Klasifikasi cara pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a)Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi  finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing;
b)Pembayaran kedua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya;
c)Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode pembayaran yang dapat digunakan antara lain :
d)Sistem pembayaran memalui kartu kredit on line serta sistem pembayaran check in line.
4)Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud.  Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Dalam suatu peristiwa hukum termasuk transaksi jual beli secara elektronik tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu  atau kedua pihak, dan pelanggaran hukum tersebut mungkin saja dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :  
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, Mengganti kerugian tersebut.”
    Suatu perbuatan dapat dianggap perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsurnya yaitu :
1.Ada perbuatan melawan hukumnya
2.Ada kesalahannya
3.Ada kerugiannya, dan
4.Ada hubungan timbal balik antara unsur 1, 2 dan 3.
Pasal 1365 KUHPerdata tidak membedakan kesalahan  dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa). Seseorang tidak dapat dituntut telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/noodweer, overmacht, realisasi hak pribadi, karena perintah kepegawaian atau salah sangka yang dapat dimaafkan.  Apabila unsur kesalahan dalam suatu perbuatan dapat dibuktikan maka ia bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya tersebut, namun seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan kesalahannya sendiri, tetapi juga karena perbuatan yang mengandung kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya, barang-barang yang berada di bawah pengawasannya serta binatang-binatang peliharaannya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1366 sampai dengan Pasal 1369 KUHPerdata.
Kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugiaan materiil dan atau  kerugian immateriil.  Kerugian materiil dapat terdiri  kerugian nyata yang diderita dan keuntungan yang diharapkan.  Berdasarkan yurisprudensi,  ketentuan ganti kerugian  karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUHPerdata diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum.  Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, misalnya karena penghinaan, cacat badan dan sebagainya, namun seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atas kerugian immateril tersebut.
Ada beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain sehingga menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik secara litigasi atau pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, maupun secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan bahwa Hakim harus menggadili nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sehingga tidak ada kasus yang ditolak pengadilan dengan alasan tidak ada atau belum lengkap peraturannya. 
Menurut ketentuan RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khusunya Pasal 34 dikatakan bahwa masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat.  Seseorang dapat melakukan gugatan secara perwakilan atas nama masyarakat lainnya yang dirugikan tanpa harus terlebih dahulu memperoleh surat kuasa sebagaimana lazimnya kuasa hukum.  Gugatan secara perwakilan dimungkinkan apabila telah  memenuhi Hal-hal sebagai  berikut :
1.Masyarakat yang dirugikan sangat besar jumlahnya, sehingga apabila gugatan tersebut diajukan secara perorangan menjadi tidak efektif;
2.Sekelompok masyarakat yang mewakili harus mempunyai kepentingan yang sama dan tuntutan yang sama dengan masyarakat yang diwakilinya, serta sama-sama merupakan korban atas suatu perbuatan melawan hukum dari orang atau lembaga yang sama.
Pasal 35 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ini menegaskan bahwa gugatan perdata dilakukan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Unsur-Unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 164 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Menurut Artidjo Alkostar, Alternative Dispute Resolution (ADR) diluar pengadilan telah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektroik dapat pula dilakukan secara non litigasi,  antara lain :
1.Proses adaptasi atas kesepakatan antara para pihak sebagaimana dituangkan dalam perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media internet tersebut.  Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga perbuatan salah satu pihak yang semula dianggap sebagai perbuatan melawan hukum pada akhirnya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum;
2.Negosiasi, yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, baik para pihak secara langsung maupun melalui perwakilan masing-masing pihak;
3.Mediasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan perantara pihak ketiga/mediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua pihak;
4.Konsiliasi, juga merupakan cara penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, namun mirip Pengadilan sebenarnya, dimana ada pihak-pihak yang di anggap sebagai hakim semu;
5.Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya.  Di Indonesia telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional  Indonesia (BANI). Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi.
Menurut Sudargo Gautama Berdasakan hukum Indonesia pihak-pihak bebas mengadakan perjanjian arbitrase. Dapat dikatakan, bahwa setiap persoalan hak yang termasuk wewenang seseorang dapat diselesaikan melalui arbitrase. Ketentuan tentang keabsahan arbitrase ini dimuat melalui KUHPerdata Bab ke-delapan belas melalui Pasal 1851-1864. Syarat-syarat bagi para pihak untuk mengadakan perjanjian arbitrase tunduk pada peraturan yang sama seperti untuk menyelenggarakan perjanjian pada umumnya. (1979:132-133).
Menurut teori Soerjono Soekanto, faktor-faktor perdagangan hukum ada 5 (lima) faktor yaitu :
a)Faktor penegag hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum(dalam hal ini birokrasi pemerintahan).
b)Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penega hukum.
c)Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan.
d)Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling ada keterkaitan yang erat, karena merupakan tolak ukur dari pada efektifitas menegakkan hukum.









2.1.4 Dasar Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian di atur dalam buku III kitab undang-undang hukum perdata sebagai bagian dari kitab undang-undang hukum perdata yang terdiri dari IV buku.
Buku I mengenai hukum Perorangan/ Personenrecht, Buku ke II memuat ketentuan Hukum Kebendaan/ Zakenrecht, Buku ke III mengenai Hukum perjanjian/ Verbintenissenrecht, Buku ke IV mengatur Pembuktian dan Kadaluarsa/ Bewijs en Verjaring.
Kitab undang-undang hukum perdata sebagai undang-undang mulai berlakudengan secara resmi pada tnggal 30 april 1847 (St No.23/1847). Dalam pasal 1233 kitab undang-undang Hukum perdata menentukan bahwa perikatan bersumber pada :
a)Perjanjian
b)Undang-undang yang mengikat










2.2 Diagram Kerangka Fikir:






















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian yakni tinjauan yuridis mengenai transaksi jual beli melalui internet (E- Commerce) di PT. Telkom Kota Gorontalo

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Telkom Kota Gorontalo, sedangkan waktu penelitian sejak tanggal 26 april 2008

3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah keseluruhan yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian populasi adalah para konsumen dan karyawan PT. Tekom oleh karena populasi penelitian sangat kecil maka tidak dapat ditarik sampel

3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis Data adalah sebagai berikut :
1.Data Primer adalah data yang di peroleh dari hasil penelitian langsung pada objek penelitian.
2.Data Sekunder yaitu data yang diambil berdasarkan keterangan-keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang secara langsung diperoleh melalui penelitian dilapangan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data didapat dengan cara sebagaiberikut :
1)Observasi, yaitu dengan mengamati bentuk dan isi suatu perjanjian jual beli melalui internet.
2)Interview, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan pimpinan dan sebagian kayawan dan karyawati PT. Telkom kota gorontalo, serta pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan penelitian yang dilakukan.

3.6 Metode Analisis
Adapun metode yang akan digunakan adalah analisis Deskriptif kualitatif Yakni menggambarkan Bagaimana kedudukan hukum dalam pelaksanaan transaksi jual beli melalui internet dan Faktor- faktor apa sajakah yang mempengaruhi transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo.

3.7 Definisi Operasional
Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1.Tinjauan yuridis adalah suatu analisis dalam penerapan kaidah hukum dan kitab undang-undang hukum perdata.
2. Transaksi adalah perdagangan barang dari pihak satu ke pihak yang lain.
3.Jual beli adalah suatu penyerahan barang yang dijual secara nyata kepada pembeli dengan dibarengi penyerahan hak milik.
4.Ganti rugi adalah penggantian kerugian baik berupa fisik maupun non fisik.
5.Pengadaan transaksi adalah suatu perbuatan yang dilakukan tanpa melakukan secara tatap muka dari pihak satu ke pihak yang lain dengan berdasarkan asas yang mengikat.
6.Wanprestasi adalah pihak yang terlibat dalam tidak menepati janji terhadap pada konsumen.












BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Cikal bakal Telkom adalah suatu badan usaha bernama Post-en Telegraafdlenst yang didirikan dengan Staadsblad No. 52 Tahun 1884. Penyelenggaraan telekomunikasi di Hindia Belanda pada waktu itu pada mulanya diselenggarakan oleh swasta. Bahkan sampai Tahun 1905 tercatat 38 perusahaan telekomunikasi, yang pada tahun 1906 diambil alih Pemerintah Hindia Belanda dengan berdasarkan Staatsblad No. 395 tahun 1906. Sejak itu berdirilah Post, Telegraafen Telefoondients atau disebut PTT-Dienst. PTT-Dienst ditetapkan sebagai Perusahaan Negara berdasarkan Staatsblad No.419 Tahun 1927 tentang Indonesia Bedrijvenwet (I.B.W. Undang-undang Perusahaan Negara).
Jawatan PTT ini berlangsung sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No.19 Tahun 1960 oleh Pemerintah Republik Indonesia, tentang persyaratan suatu perusahaan Negara dan PTT-Dienst memenuhi syarat untuk tetap menjadi suatu Perusahaan Negara (PN). Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 240 Tahun 1961, tentang Pendirian Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi disebutkan, bahwa Perusahaan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 .B. dilebur kedalam Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN. Pos dan Telekomunikasi).
Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintah memandang perlu untuk membagi PN Pos dan Telekomunikasi untuk menjadi 2 (dua) Perusahaan Negara yang berdiri sendiri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1965, maka berdirilah Perusahaan Pos dan Giro (PN. Pos dan Giro) dan pendirian Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN. Telekomunikasi) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1965. Bentuk inipun dikembangkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) Telekomunikasi melalui Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1974. Dalam peraturan tersebut dinyatakan pula Perusahaan Umum Telekomunikasi sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi untuk umum, baik hubungan Telekomunikasi dalam negeri maupun luar negeri. Tentang hubungan Telekomunikasi luar negeri pada saat itu juga diselenggarakan oleh PT. Indonesian Satellite Corporation (Indosat), yang masih berstatus perusahaan asing, yakni dari American Cable & Radio Corporation, suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundangan negara bagain Delaware, Amerika Serikat.
Seluruh saham PT. Indosat dengan modal asing ini pada akhir Tahun 1980 dibeli oleh Negara Republik Indonesia dari American Cable & Radio Corporation. Dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa Telekomunikasi untuk umum, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 1980 tentang Telekomunikasi untuk umum yang isinya tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1974. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 53 Tahun 1980, Perum Telekomunikasi (Perumtel) ditetapkan sebagai badan usaha yang berwenang menyelenggarakan Telekomunikasi untuk umum dalam negeri dan Indosat ditetapkan sebagai badan usaha penyelenggara Telekomunikasi untuk umum International.
Memasuki Repelita V pemerintah merasakan perlunya percepatan pembangunan Telekomunikasi, karena sebagai infrastruktur diharapkan dapat memacu pembangunan sektor lainnya. Selain hal tersebut penyelenggaraan Telekomunikasi membutuhkan manajemen yang lebih profesional, oleh sebab itu perlu menyesuaikan bentuk perusahaan. Untuk itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1991, maka bentuk Perusahaan Umum (PERUM) dialihkan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 9 tahun 1969. sejak itulah berdirilah Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia atau TELKOM.
Pada Tanggal 1 Juli 1995, TELKOM telah menghapuskan struktur Wilayah Usaha Telekomunikasi (WITEL) dan secara defacto meresmikan dimulainya era Devisi. Sebagai pengganti WITEL, bisnis bidang utama dikelola oleh tujuh Divisi Regional dan satu Divisi Network, Divisi Regional menyelenggarakan jasa telekomunikasi diwilayahnya masing-masing, sedangkan Divisi Network menyelenggarakan jasa telekomunikasi jarak jauh dalam negeri melalui pengoperasian jaringan transmisi jalur utama nasional.
Wilayah layanan Devisi Regional (DIVRE) VII yang terletak di Kawasan Timur Indonesia dengan koordinat antara 4º LU sampai 11º LS dan antara 115º BT sampai 141º BT, dengan luas wilayah 757,316 km² atau 40,34 % dari luas wilayah Indonesia. Daerah ini merupakan untaian pulau-pulau serta bentangan lautan sehingga mendapat julukan Devisi Kepulauan. Wilayah Devisi Regional VII terdiri dari 11 Provinsi, yaitu : Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku Selatan dan Papua Barat. Adapun strategi untuk mengantisipasi era globalisasi, seperti diterapkannya perdagangan bebas baik internasional, maupun regional, maka Divre VII merumuskan startegi dalam bentuk segitiga guna yaitu dengan memperbesar luas segitiga guna yang meliputi seperti :
Melalui diversifikasi produk jasa PengGuna (User):
Melalui ekspansi alat produksi telekomunikasi dan informasi, berupa perluasan jangkauan dan penambahan SSL (Satuan Sambungan Layanan).
PengGunaan (Usage):
Melalui peningkatan kualitas jaringan, pelayanan dan SDM (Continuous Improvement).
KeGunaan (Usance):
telekomunikasi dan informasi.
Untuk suatu globalisasi dunia fisik ketika batasan geogrfis yang membagi bumi menjadi beberapa negara akan pudar dan hilang. Secara perlahan-lahan usaha tersebut mulai di lakukan, yaitu dengan cara membuka perdagaan dunia seluas-luasnya tanpa proteksi dari pemerintah atau pihak lain yqang mengatur mekanisme jual beli. Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim tersebut sebagai dunia maya. Di setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apapun yang menghalanginya. Globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang kerap mengguankan internet dalam aktivitas kehidupan setiap hari. Dari seluruh aspek kehidupan manusia dampak kehadiran internet sektor bisnis atau perdagangan merupakan sektor yang paling cepat tumbuh. Berdagang di dunia maya dengan memanfaatkan perangkat telekomunikasi, yang kerap didistilahkan E-Commerce (Electronic Commerce), merupakan mekanisme bisnis tersendiri yang usianya masih seumur jagung. E-Commerce (Perniagaan Elektronik) pada dasarnya merupakan dampak dari berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara signifikan ini mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini mekanisme dagang. Karakteristik unit tersebut memperlihatkan bahwa seorang manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja dunia ini sejauh yang bersangkutan terhubung ke internet.
Menurut Peter Fingar bahwa pada prinsipnya E-commerce menyediakan infrastruktur bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi proses bisnis internet menuju lingkungan eksternal tanpa harus manghadapi rintangan waktu dan ruang yang selama ini menjadi isu utama.
Pada dasarnya PT. Telkom mempunyai peluang untuk membangun jaringan dengan berbagai institusi lain harus dimanfaatkan karena dewasa ini persaingan semakin ketat untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis.
Menurut M. Hatta Saparang selaku manager PT. Telkom yaitu PT. Telkom didirikan pada tanggal 27 September Tahun 1945. Sejak awal berdirinya PT. Telkom, PT. Telkom sudah melakukan pergantian manager sebanyak tiga belas kali pergantian. Dengan visi dan misi Untuk mengantisipasi perkembangan bisnis dan tuntutan pasar masa datang yaitu:
1.Menjadi perusahaan infokom yang leading di kawasan
2.Tercapainya target RKAP dan KM
3.Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan
4.Revenue Assurance
5.Memberikan jasa layanan dan jaringan telekomunikasi dan informasi yang berkualitas demi kepuasan karyawan, pelanggan dan pemilik perusahaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia Kawasan Timur.
Adapun staf kerja dari PT. Telkom sebagai berikut:
1.Pimpinan : M. Hatta Saparang
2.Karyawan :
a.Ajm Om Acces Network : 1 Orang
b.Ajm Adm Support : 1 Orang
c.Ajm Service : 1 Orang
d.Supervisor Oman I : 1 Orang
e.Supervisor Oman II : 1 Orang
f.Officer-3 Service : 1 Orang
g.Supervisor Service : 1 Orang
h.Tecnician Oman I : 1 Orang
i.Tecnician oman II : 2 Orang
j.Staff Adm Support : 4 Orang
k.Staff Cust. Service : 6 Orang




4.2Bagaimana Kedudukan Hukum Dalam Pelaksanaan Transaksi Jual Beli Melalui Internet di PT. Telkom Kota Gorontalo.

4.2.1Keabsahan Perjanjian Melalui Internet
Untuk khususus perdagangan elektronik, ternyata ada pembagian menjadi sistem perdagangan elektronik yang online dan off-line (dale 96), yakni:
Dengan sistem pembayaran elektronik yang on-line, setiap dilakukan keabsahan pedagang dapat melakukan yang dipergunakan konsumen sebelum konsumen dapat mengambil barang yang diinginkannya. Jadi minimal ada tiga pihak yang terlibat dalam sistem pembayaran on-line, yakni konsumen, pedagang dan pihak yang melakukan proses otoritas atau otentikasi transaksi. Pada sistem pembayaran on-line, terjadi proses authorize & wait response, yang durasinya relatif singkat.
Kemudian, ada juga sistem pembayaran elektronik off-line. Konsumen dan pedagang dapat melakukan transaksi tanpa perlu ada pihak ketiga untuk melakukan proses otentikasi atau otorisasi saat berlangsungnya transaksi off-line, sama halnya dengan uang kontan biasa. Memang pada sistem yang off-line, pedagang dapat menanggung resiko jika sudah menyerahkan dagangannya kepada konsumen dan ternyata hasil otorisasi atau otentikasi membuktikan bahwa pembayaran oleh konsumen yang bersangkutan itu tidak sati. Jadi meskipun dapat dilakukan proses pemeriksaan namun konsumen dan pedagang umumnya tidak menggu kompirmasi keabsahan transaksi. Secara umum suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat menjamin :
1.Kerahasiaan (confidentiality) adalah data transaksi harus dapat disampaikan secara rahasia, gehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkannya.
2.Keutuhan (jntegrity) adalah data setiap transaksi tidak boleh berubah saat disampaikan melalui suatu saluran komunikasi.
3.Keabsahan atau keotentikan (outhenticity). meliputi:
Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi yaitu bahwa sang konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem pembayaran tertentu ("misalnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva dan Stand Card dan keabsahan keberatan pedagang itu sendiri.
Keabsahan data transaksi yaitu data transaksi itu oleh penerima diyakini dibuat oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang pembuat data tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau diubah.
4.Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) adalah catatan mengenai transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika ada perselisihan. Keabsahan dari perjanjian melalui internet ini, dapat juga meliputi : Perijinan dan domisili perusahaan virtual (virtual company) yaitu dengan adanya media internet, saat ini berkembang pula perusahaan yang menempatkan lokasi usahanya di internet yang sekarang ini dikenal dengan sebutan perusahaan dokcom. Berbagai perusahaan telah melakukan penawaran barang dan jasa lewat internet, perusahaan-perusahaan ini dikenal dengan nama virtual company yaitu perusahaan yang hanya ada secara virtual tidak ada dalam arti fisik.
Perjanjian untuk pendirian perusahaan virtual pada dasarnya sama dengan pendirian perusahaan terrestrial. Perusahaan virtual dapat didirikan dalam berbagai bentuk badan usaha,baik berupa perseroan terbatas, firma, CV atau dapat pula berupa yayasan sesuai dengan tujuan yang dicapai oleh pendirinya. Yang menjadi masalah adalah kedudukan domisili perusahaan, karena sebagai perusahaan yang tidak memerlukan tempat atau ruang yang besar terkadang, cukup dengan beberapa komputer yang terhubung ke internet, perusahaan dapat dikendalikan dari berbagai tempat terdapat perusahaan yang dapat dikendalikan dari berbagai tempat dimana terdapat provider internet. Jadi meskipun perusahaan diinginkan di suatu kota atau negara, dapat saja menentukan domisili bagi perusahaan virtual tidak dapat dilakukan dengan hanya melihat dari akta pendirian, karena bentuk dan sifat perusahaan yang berbeda dengan perusahaan terrestrial, namun harus diperhatikan pula dimana pengendalian perusahaan dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 10 september 2008 : 09.00 Wita menyatakan bahwa :
Menurut Nunu. M (Konsumen) keabsahaan perjanjian melalui internet yaitu perjanjian yang tidak dapat dilihat keabsahannya maksudnya belum ada undang-undang yang mengaturnya.
Menurut karyawan PT. Telkom Laswaty Lamusu Peraturan yang ada masih memiliki banyak kekurangan, seperti kurang jelas, kurang lengkap, atau terjadi pertentangan antar peraturan. Terkait dengan UU ITE, kita masih menunggu Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksana. Kita berharap dengan Peraturan Pemerintah, hal-hal yang kurang jelas dan kurang lengkap dalam UU ITE dapat terjawab, sehingga implementasinya di lapangan tidak menimbulkan banyak masalah yang dapat merugikan masyarakat.

4.2.2Tanda Tangau Digital (Digital Signature)
Tanda tangan digital (digital signature) adalah suatu tanda tangan yang dibuat secara electronic yang berfungsi sama dengan tanda tangan bisa pada dokumen kertas biasa. Tanda tangan adalah data yang apabila tidak dipalsukan, dapat berfungsi untuk menyatakan bahwa orang yang tertera pada suatu dokumen setuju dengan apa yang tercantum pada dokumen yang ditanda tanganinya itu.
Tanda tangan digital sebenarnya dapat memberikan jaminan yang lebih terhadap keamanan dokumen di bidang dengan tanda tangan biasa. Penerima pesan yang dibubuhi tanda tangan digital dapat memeriksa apakah pesan telah diubah setelah ditanda tangani, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. lagipula tanda langan digital yang aman tidak dapat diingkari oleh penanda tangan di belakang hari dengan menyatakan bahwa tanda tangan itu dipalsukan. Dengan kata lain, tanda tangan digital dapat memberi jaminan keaslian dokumen yang dikirim secara digital, baik jaminan tentang identitas pengirim dan kebenaran dari dokumen tersebut.
Di Indonesia kekuatan hukum tanda tangan digital belum atur, baik dalam undang-undang maupun peraturan mengenai hukum pembuktian. Hal ini memang memerlukan waktu yang relarif panjang, sama halnya dengan pengakuan bisnis lewat media internet, seharusnya pihak yang berwenang sudah mulai mengarahkan perhatiannya agar aspek hukum untuk media internet ini tidak tertinggal dari aspek lainnya, seperti teknis dan bignis yang perkembangan sangat cepat.
Tanda tangan digital ini terbatas masa berlakunya, di Amerika Serikat misalnya, kebanyakan penyelenggara Certiffication Authority (CA) memberi batas-batas waktu 1(satu) tahun untuk tanda tangan digital dan dengan demikian dokumen yang dibubuhi tanda tangan yang sudah habis masa berlakunya tidak dapat diterima. Pembatasan masa berlaku tanda tangan digital adalah dalam praktek time stamp atau stempel waktu digital. Yang menjadi masalah adalah dalam praktek sedang pula perlu dilakukan penanda tangan untuk dokumen yang masa berlakunya lebih dari 2 (dua) tahun seperti kontrak sewa dan perjanjian jangka panjang lainnya.
Sedangkan di Negara Malaysia, tanda tangan ini tidak dijumpai tetapi di Negara Singapura tanda tangan elektronik dimaksud termasuk penggunaan instruktur kunci publik, biometrik. kriptograti asimetik dan sebagainya. Karena pada dasarnya tanda tangan memiliki fungsi yang sama dengan tanda tangan yang secara konvensional yang digunakan dalam informasi tertulis. Tanda tangan ini masa berlaku hingga bisa mencapai tahun yang lebih tinggi yaitu tahun 2008, karena di negara ini tanda tangan ini sangat membutuhkan untupk menunjang berlangsungnya transaksi melalui internet. Ranking ini telah dibuat oleh accenture pada tahun 2001, dan hasilnya adalah seperti yang terlihat pada negara Singapura.
Berdasarkan wawancara tanggal 10 September 2008 :12.00 menyatakan bahwa yaitu :
Menurut Nunu. M (konsumen) yaitu tanda tangan digital untuk saat ini kurang di gunakan oleh konsumen karena konsumen paling anyak mengunakan pihak orang ke tiga dalam mengbil barang tersebut.
Menurut Muh. Irjan Marsaoly karyawan PT. Telkom yaitu Tanda tangan ini merupakan suatu tanda yang bersifat unik milik seseorang dan digunakan untuk memberi pengesahan bahwa orang tersebut setuju dan mengakui isi dari dokumen yang ditandatangani. Untuk dokumen-dokumen elektronik pun dibutuhkan hal semacam ini. Oleh karena itu, diciptakan suatu sistem otentikasi yang disebut tanda tangan digital. Tanda tangan digital merupakan suatu cara untuk menjamin keaslian suatu dokumen elektronik dan menjaga supaya pengirim dokumen dalam suatu waktu tidak dapat menyangkal bahwa dirinya telah mengirimkan dokumen tersebut. Tanda tangan digital menggunakan algoritma-algoritma serta teknik- teknik komputer khusus dalam penerapannya.

4.2.3Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Jual Beli Melalui Internet
Di dalam setiap pekerjaan timbal balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam pelaksanaan perjanjian yang mereka perbuat.
Perjanjian jual-beli merupakan suatu perjanjian bertimbal balik kedua subjek hukumnya yaitu pihak pembeli dan penjual tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik sebagai mana diuraikan peneliti tersebut.
Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian jual beli ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagai mana yang mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian.
Dalam sautu perjanjian jual-beli apabila salah satu pihak, baik itu pihak penjual maupun pihak pembeli tidak melaksanakan perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tesebut telah melakukan wanprestasi. Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi sebagaiman yang dikemukakan oleh R. Subekti meliputi :
1.Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
Misalnya dalam suatu perjanjian jual-beli disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu besar harga barang diberikan 20% (dua puluh persen) dibayar setelah surat perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak penjual menyerahkan barangnya temyata 20% tersebut belum juga dilunasi oleh pihak Pembeli, walaupun pihak perjual telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait.
2.Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. misalnya dalam suatu perjanjian jual-beli disepakati untuk memberikan, panjar diberikan sebesar 20% setelah perjanjian di setujui. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual sementara barang yang dijual telah diserahkan kepada pihak pembeli.
Dalam kasus ini walaupun pihak pembeli telah membayar panjar untuk awal harga jual barang kepada penjual, tetapi sisanya tidak dibayarnya, pihak pembeli berarti telah berwanprestasi untuk sebagian kewajibannya dalam perjanjian jual-beli ini.
3.Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat.
Misalnya dalam suatu perjanjian jual-beli disepakati memakai sistem termin dalam pembayaran harga jual barang, yaitu setelah masa garansi barang yang dijual tersebut habis. Tetapi setelah masa garansi dari barang yang dijual selesai masa garansinya pihak pembeli tidak segara melaksanakan pembayaran tetapi baru melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan.
Dalam kasus ini walaupun akhirnya pihak pembeli memenuhi juga kewajibannya setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pembeli melakukan wanprestasi. Sehingga apabila penjual tidak dapat menerima pembayaran dengan alasan keterlembatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pembeli telah melakukan wanprestasi karena terlambat memenuhi kewajibannya.
4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh lakukannya
misalnya dalam kasus ini pihak pejual tidak menjual barang dengan mutu yang sebenamya atau barang yang dijual tersebut adalah tiruan tetapi harganya tetap sama dengan harga barang yang asli. Maka dalam kasus ini dapat dikatakan pihak penjual telah melakukan wanprestasi dan pihak pembeli dapat mengajukan tuntutan wanprestasi atas perbuatan pihak penjual tersebut.
Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan. Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah salu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian.
Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu:
1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian
2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti. rugi
3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjajian disertai ganti rugi
4. Pihak yang dirugikan menunjtut pembatalan perjanjian
5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dengan berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata, dalam perjanjian jual beli salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian jual beli ini perihal apabila timbul perselisihan di antara mereka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara :

1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai
2. Dilakukan lewat pengadilan dimana perjanjian dibuat.
Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi surat perjanjian yang mereka berbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian
tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindak lanjuti. jika timbul suatu hal yang merugikan salah satu pihak.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 10 september 2008 : 15.00 Wita menyatakan bahwa :
Menurut Nunu. M (konsumen) yaitu ada beberapa macam tanggung jawab para pihak yaitu :
Melakukan konsultasi dengan para pihak tersebut jika ada ketidak cocokan dalam suatu hal.
Melakukan pengembalian barang jika barang tersebut cacat atau tidak layak digunakan.
Menurut Rusni Idrus kayawan PT. Telkom mengatakan bahwa Bila RUU ITE menjadi UU ITE dan ingin dilaksanakan dengan baik, maka dibutuhkan lembaga sertifikasi atau lembaga standarisasi keamanan penyelenggaraan sistem elektronik untuk transaksi elektronik. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam menilai kelayakan penyelenggaraan sistem elektronik oleh Pemerintah atau Swasta. Lembaga ini juga bertugas untuk memberi bantuan teknis kepada instansi Pemerintah atau Swasta dalam penyediaaan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum keamanan, melakukan pengawasan, memberikan penyuluhan, dan tugas lainnya. Lembaga ini teramat penting karena salah satu inti utama dari RUU ITE adalah penyelenggaraan sistem elektronik yang aman, andal, dapat dipertanggung jawabkan.

4.2.4Pihak-pihak Yang Dirugikan Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Jual Beli Melalui Internet
Internet sebagai media komunikasi kini sudah biasa digunakan. Kecepatan, kemudahan, serta murahnya biaya menjadi pertimbangan banyak orang untuk memakainya. Tidaklah heran berbagai golongan, tua muda, pelajar-mahasiswa, hingga para eksekutif dan profesional sering kita dapati mengutak-atik internet. Mereka seakan berlomba menjelajahi program internet baik dalam bentuk chatting dengan melerai fasilitas percakapan melalui Internet Relay Cliaf. men-transfer (men-down loading) software melalui fasilitas pengambilan data 'Fite transfer Prolocoll atau menjelajah {browse) situs website) yang tersedia serta melakukan berbagai transaksi lewat e-mail.
Selain untuk berkomunikasi. Internet ini diluar dugaan sebelumnya berkembang menjadi media informasi yang sangat komplek. Satu diantara penggunaannya adalah media untuk berbisnis. Maka tidaklah heran, selagi kita menjelajah di didunia maya ini, akan ditemukan berbagai bentuk adventersi berupa penawaran (netter) tergerak untuk mnengetahui lebih jauh isi periklanan tersebut.
Tidak menutup kemungkinan banyak komunitas pengguna internet sengaja bolak-balik ke dunia maya untuk mencari informasi berbagai produk dan jasa yang ada di berbagai belahan dunia nyata. para pengguna. internet mungkin termasuk kita menemukan apa yang dicari setelah mengarungi samudera dunia maya dengan berbagai Penawaran iklan yang ada dalam situs-situsnya.
Menurut Imam Sjaputra (2002 : 91) yaitu membeli suatu produk atau jasa yang diiklankan didunia maya cukup menekan tombol (terms off conditions) pihak yang menawarkan (penjual). Kemudian hanya cukup mengesek credit card sebagai tanda pembayaran atas yang dibeli.
Begitu juga pihak penjual produk cukup menunggu dengan pasif persetujuan pembayaran dari bank atas credit card yang dipakai. Bilamana prosedur pembayaran telah dipenuhi, transaksi pun terjadi.
Idealnya transaksi diadakan sedemikian praktis. Tetapi dalam kenyataannya transaksi seperti itu dapat mengundang banyak persoalan. Mungkin sangat terjadi merugikan pihak-pihak yang bertransaksi. terlebih lagi transaksi melalui internet tidak meliputi satu wilayah karena dapat mencakup antar benua yang tidak mengenal batas geografis dan juridiksi hukum. Berbagai persoalan dari berbagai aspek termasuk hukum bisa timbul dalam transaksi yang demikian. Misalnya bilaman pembeli telah membayar tapi barang yang dipesan belum atau tidak dikirim atau barang dikirim tapi melampui batas pengiriman Dapat pula terjadi barang yang dikirim, tapi terdapat cacat atas barang.
Kesepakatan yang terjadi via internet tersebut merupakan kesepakatan hukum yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Oleh karenanya, setiap perjanjian dalam intemet dianggap sebagai undang-undang bagi penjual dan pembeli sebagaimana dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Konsekuensi hukumnya, diberikan kewenangan pihak pembeli untuk menuntut pihak penjualan atas dasar tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata,
Adapun bentuk tuntutan dapat berupa tetap dilaksanakan perjanjian, meskipun pelaksanaannya telah terlambat atau meminta ganti kerugian karena tidak dilaksanakan perjanjian ataupun pelaksanaan perjanjian dengan ganti kerugian berupa biaya-biaya yang nyata dan telah dikeluarkan (knsten) ataupun karena hilangnya keuntungan yang diharapkan (interessen).
Sedangkan untuk pendapat kedua berdasarkan pada acuan bahwa kata sepakat dalam transaksi internet terjadi pada saat surat pesanan suatu produk melalui e-mail diterima oleh penjual atau informasi di bawah kontrol dari penjual acceptance rule Pendapat hukum ini berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala term of conditions dalam suatu transaksi jual beli di internet, misalnya, telati telah mengirimkan pembayaran.
Menurut Wirjono Prodjodikoro (1985 : 18) berpendapat dalam hukum adat ada juga persetujuan antara kedua bela pihak yang berupa mupakat tentang maksud untuk memindahkan hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan pembayaran harga pembeli oleh pembeli kepada penjual, tetapi persetujuan hanya bersifat pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu.
Berdasarkan hasil wawncara tanggal 10 september 2008:16.30 Wita menyatakan bahwa :
Menurut Nunu. M (konsumen) yaitu dalam pemesanan barang yang sering mendapat kerugian adalah pedagang atau pengusaha tapi yang lebih banyak mengalami kerugian yang paling banyak adalah konsumen karena dengan ketidak puasan suatu barang atau kurangnya akses pengiriman barang terhadap konsumen tersebut.
Menurut Muh. Irjan Marsaoly karyawan PT. Telkom yaitu dalam RUU ITE belum mengatur tentang larangan penggandaan, penyebaran secara ilegal agen elektronik atau perangkat lunak komputer yang digunakan dalam transaksi elektronik. Realitanya, banyak kasus-kasus penyebaran password, pengrusakan informasi elektronik, pengubahan informasi elektronik, pengrusakan sistem elektronik dikarenakan oleh penggandaan agen elektronik secara ilegal, lalu diubah kode atau perintahnya untuk tindak kejahatan, menjadi agen elektronik palsu untuk kemudian menggantikan agen elektronik asli, melaksanakan tugas penyamaran dan secara diam-diam agen elektronik palsu ini melakukan tindakan kejahatan.

4.2.5Pembayaran Secara Elektronik
Pada dasarnya uang dapat ditransfer dengan adanya instruksi dari membeli kepada pihak ketiga untuk melakukan pembayaran kepada penjual pada praktek yang umum instruksi pembayaran ini dituangkan dalam bentuk tertulis dalam suatu dokumen yang diberikan oleh pembeli kepada penjual dan kemudian penjual membawa dokumen itu kepada pihak ketiga untuk menerima pembayaran dengan menunjukan dokumen tersebut.
Dalam pembayaran secara elektronik terdapat dua hal yang harus menjadi perhatian dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yaitu masalah keamanan dan kerahasiaan. Kedua hal ini selamanya akan merupakan hal yang bertentangan, semakin tinggi tingkat keamanan, maka semakin rendah tingkat kerahasiaan, demikian pula sebaliknya. Namun demikian sekarang masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan peralatan yang teknologi tinggi, yaitu dengan sistem transfer pembayaran yang disebut protocol.
Dalam praktek semua protocol menggunakan digital signature sebagai basisnya. lemmbaga-lembaga perbankan, pemasok, dan pelanggaran menggunakan digital signature untuk memovalidasi suatu transaksi
Yang menjadi masalah adalah apabila dokumen kertas yang digunakan dalam transaksi dapat dikonversikan ke dalam bentuk elektronik, maka tentunya uang kertas pun seharusnya dapat diubah ke dalam bentuk elektromk. Contoh yang popular dari digital cash ini adalah smart card yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atau menarik uang dari rekening bank.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 11 september 2008 : 08.30 Wita menyatakan sebagai berikut
Menurut Nunu.M (konsumen) yaitu pembayaran secara elektronik dimata konsumen dapat bisa menjamin pengiriman uang karena pada dasarnya sudah terbukti dengan adanya pengiriman barang dari pihak perusahaan
Menurut karyawan PT. Telkom Laswaty Lamusu untuk mewujudkan sistem pembayaran yang lebih efisien, cepat, handal dan aman sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan perekonomian nasional, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menciptakan pengaturan yang komprehensif yang dapat menjamin kepastian dan perlindungan terhadap para pihak yang terkait dalam kegiatan system pembayaran, terutama dalam Transfer Dana. Hal tersebut tercermin dari arus transaksi perpindahan Dana yang terus menunjukkan peningkatan jumlah dan nilai nominal transaksinya dari tahun ke tahun karena telah ditopang dengan kemampuan kebijakan moneter dalam menjaga kestabilan ekonomi makro tersebut.

4.2.6Cara pembayaran
Di tinjau dari pembayaran, jual beli dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1.Jual beli beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan)
2.Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli kontan).
3.Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4.Jual beli dengan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat harus dipenuhi ada beberapa macam syarat sebagai berikut :
a)Syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli.
Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
b)Syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjual belikan.
Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut :
Objek jual beli harus suci, bermanfaat bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya agar tidak terhindar faktor ketidaktahuan atau seperti menjual kucing dalam karung dalam karung karena hal tersebut dilarang.
Tidak memberikan batasan waktu. Artinya tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.
c)Sebab-sebab dilarangnya jual beli
Larang jual beli disebabkan karena dua alasan yaitu
1.Berkaitan dengan objek
a.Tidak terpenuhinya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, misalnya menjual anak binatang yang masih dalam tulang sulbi penjantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada induknya (madhamin).
b.Tidak terpenuhi syarat nilai dan pungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis haram dan sebagainya.
c.Tidak terpenuhi syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fuduly.
2.Berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli
a.Jual beli yang mengandung riba
b.Jual beli yang mengandung kecurangan.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 11 septembar 2008 : 13.30 Wita menyatakan bahwa :
Menurut Nunu. M (konsumen) berdasarkan pendapat konsumen cara pembayaran itu dilakukan kartu ID BCA kredit Visa nomor yang tertera di dalam kartu ATM tersebut.
Menurut Menurut Muh. Irjan Marsaoly karyawan PT. Telkom ada berbagai pilihan cara pembayaran yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran ke rajakarcis.com, adalah sebagai berikut :
1. Transfer Bank - transfer dari rekening ke rekening secara manual.
2. ATM - pembayaran lewat atm.
3. Internet Banking - pembayaran melalui internet.
4. Mobile Banking - pembayaran melalui handphone anda.
Cara pembayaran yang didukung dengan Mobile Banking (M-BCA), Internet Banking (Klik BCA) & ATM BC. Untuk menggunakan seluruh fasilitas BCA, cukup membuka satu rekening di Bank BCA (Tabungan Tahapan, Tapres, BCA Dollar atau Giro) dan memiliki kartu ATM BCA.
Cara melakukan pembayaran ke Rajakarcis.com melalui ATM B
Masukkan kartu ATM Anda ke mesin ATM BCA Anda.
Masukkan pin ATM Anda.
Pilih "Transaksi Lain".
Pilih "Transfer Ke Rekening Lain di BCA" .
Pilih mata uang "Rp".
Isi jumlah pembayaran yang ingin Anda lakukan ke Rajakarcis.com. Misalnya Anda ingin melakukan pembayaran sebesar Rp.70.000, maka kami rekomendasikan agar Anda menambahkan angka ganjil di belakang jumlah pembayaran Anda, misalnya Rp.70.007 atau Rp.70.003. Angka ganjil ini berguna bagi staff Rajakarcis.com untuk mengenali pembayaran Anda di antara ratusan pembayaran yang dilakukan customer lain pada hari yang sama.
Masukkan No Rek Rajakarcis.com: 0921257707.
Pastikan data-data transaksi yang muncul di layar konfirmasi telah benar, akan tampil nama "Tobagus Rahmad Utama" (Kami tidak bertanggungjawab atas kesalahan input Anda).
Setelah itu anda akan menerima message yang berisi informasi transaksi transfer anda berhasil atau gagal. Setelah berhasil, kembalilah ke depan komputer anda dan lakukan konfirmasi pembayaran anda di url link yang anda terima di e-mail .selesai, billing department rajakarcis.com akan segera memproses transaksi anda.

4.2.7Dasar Hukum
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 12 september 2008 : 10.00 Wita
Menurut Nunu. M (konsumen) dasar hukum dalam jual beli Bank atau ATM yaitu Bank atau ATM tidak meragukan lagi karena menjadi jaminan dari pihak konsumen terhadap pengusaha (penjual).
Menurut Wigrantoro secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
a)Information Security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
b)On-line Transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
c) Right in Electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
d)Regulation Information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
e)Regulation On-line Contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalu internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

4.3Faktor-Faktor Apa Sajakah Yang Mempengaruhi Transasksi Jual Beli Melalui Internet di PT. Telkom Kota Gorontalo yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan ada beberapa factor dalam transaksi jual beli melalui internet yaitu :
1.Akses mudah cepat dan banyak pilihan
Dalam suatu pemasarannya itu dilakukan melalui media internet, yaitu dengan membuat website untuk etalase dagangan dengan menampilkan screenshot dari masing-masing distro. Promosi bisa dilakukan memasang iklan di warnet-warnet. Untuk penjualan, pengunjung situs tinggal memilih distro apa yang dipesan kemudian mengisi data diri. Barang yang dipesan akan dikirim ke alamat pemesan dan pembayaran uang dilakukan dengan mentransfer melalui bank yang telah ditentukan. Dengan begitu pemesanan barang mudah dilakukan cepat dan mempunyai banyak pilihan yang telah di tampilkan saat ingin melakukan transaksi.

2.Resiko sengketa kecil (itikad baik)
Dalam aspek hukum merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan dalam konteks implementasi sistem e-commerce. Sebelum melakukan analisa terhadap aspek-aspek hukum yang lebih detail, ada baiknya dikaji terlebih dahulu isu-isu utama yang timbul sebagai dampak inovasi teknologi ini. Secara konsep, perdagangan (transaksi) melalui elektronik kurang lebih serupa dengan perdagangan tradisional pada umumnya yang menggunakan kertas sebagai medium transaksi (paper based transaction). Dalam kedua jenis transaksi tersebut penjual sama-sama menawarkan produk atau jasanya, beserta harga dan kondisi tertentu kepada calon pembeli yang bebas tanpa paksaan melakukan pemilihan, menegosiasikan harga, dan melakukan perjanjian khusus tertentu. Setelah kesepakatan terjadi, transaksi dilakukan dengan melibatkan beberapa dokumen dan produk yang dipesan akan tetapi diberikan secara langsung atau dikirimkan ke tempat pembeli sesuai dengan kesepakatan. Perbedaan mekanisme transaksi terjadi pada saat dilibatkannya teknologi informasi yang menyebabkan dapat dilakukannya proses jual beli tersebut kapan saja, dimana saja, dan dengan cara yang sangat beragam dan bervariasi (fleksibel). Perjanjian Jual-Beli Pada dasarnya, hal pokok yang dilakukan dalam e-commerce adalah transaksi perjanjian jual beli antara dua pihak (panjual dan pembeli) yang dilakukan tanpa adanya unsur paksaan, dan dinyatakan secara sah oleh hukum yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, aspek hukum yang harus diperhatikan sungguh-sungguh adalah masalah kontrak, saksi, dan mekanisme perdagangan yang dilakukan (Ford, 1997). Menyangkut hal tersebut di atas, ada dua prinsip utama yang harus diperhatikan, yaitu asas persamaan fungsi (functional equivalence) dan sumber hukum (source of law). Yang dimaksud dengan asas persamaan fungsi di sini adalah bahwa mengingat prinsip-prinsip perdagangan yang terjadi di dunia maya kurang lebih sama dengan yang terjadi di dunia nyata, maka semestinya tersedia perangkat hukum yang dapat mengantisipasi seluruh keperluan perdagangan di internet seperti halnya yang secara efektif telah dilakukan pada jenis perdagangan konvensional. Sumber hukum merupakan permasalahan lain yang harus diperdebatkan, karena dunia maya tidak memiliki batasan geografis (misalnya negara) yang selama ini dikenal dalam sistem hukum konvensional. Jika terjadi pelanggaran hukum, sangat sulit menentukan hukum negara mana yang akan dipergunakan mengingat secara mekanisme, pihak-pihak dan sarana/fasilitas perdagangan dapat dalam suatu saat berada di sejumlah negara yang berbeda; kecuali jika sebelumnya, pihak-pihak yang mengadakan transaksi telah menyetujui untuk mempergunakan sistem hukum negara mana seandainya terjadi pelanggaran terhadap kontrak. Sebuah perjanjian antara beberapa pihak dikatakan valid atau sah jika memenuhi persyaratan hukum yang berlaku. Ada tiga prinsip utama yang harus dipenuhi, yaitu adanya unsur-unsur: penawaran, persetujuan, dan persyaratan (offer, acceptance, and consideration), disamping beberapa hal pokok lain yang secara tidak langsung mempengaruhi aspek validitas yang terjadi. Sebabaimana di ketahui, dalam Hukum Perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur asas konsensulisme. Artinya ialah Hukum Pejanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan kata sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat detik tercapainya konsensualisme sebagaimana dimaksud di atas (R. Subekti,1999:2). Penawaran dan Persetujuan Dalam proses penawaran oleh penjual dan persetujuan oleh pembeli, ada dua hal yang harus dipenuhi secara hukum, yaitu adanya: mutual assent dan definite terms. Yang dimaksud dengan mutual assent di sini adalah kesepakatan bersama antara kedua belah pihak (pembeli dan penjual) untuk bersama-sama melakukan proses jual beli. Biasanya yang lebih awal dilakukan adalah proses penawaran oleh penjualan, terhadap produk atau jasa yang diciptakannya, kepada calon konsumen sebagai pembeli. Cara melakukan penawaran bermacam-macam, dan yang ditawarkan pun beragam, termasuk hal-hal yang akan diperoleh seandainya produk atau jasa tersebut dibeli oleh konsumen (termasuk garansi, pelayanan purna jual, pengembalian produk, dsb.). Agar pembeli dan penjual dapat melakukan mekanisme transaksi dengan baik, tentu saja diperlukan suatu termin-termin atau persyaratan yang jelas (definite terms) agar kedua belah pihak benar-benar mengerti akan hak dan kewajibannya masing-masing, sehingga selain proses transaksi dapat berjalan dengan baik, kedua belah pihak akan terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari (setelah proses jual beli selesai dilaksanakan). Hal yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa proses interaksi penawaran dan persetujuan di internet dilakukan melalui sebuah situs, tanpa disertai oleh beberapa orang yang saling bertatap muka dan dokumen-dokumen dalam format kertas. Perancangan situs harus dibuat sedemikian rupa sehingga mekanismenya benar-benar menggambarkan terjadinya proses penawaran dan persetujuan yang efektif dan mengikuti koridor hukum yang berlaku dengan begitu resiko sengketa sangat kecil.

3.Konsumen Dilindungi
Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen yang dapat disoroti akibat tidak jelasnya hubungan hukum dalam transaksi E-Commerce:
a)Mengenai penggunaan klausul baku. Sebagaimana kita ketahui, dalam kebanyakan transaksi di cyberspace ini, konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya, tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
b)bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja berada pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Sementara perdebatan mengenai yurisdiksi penyelesaian sengketa E- Commerce ini tampaknya masih akan cukup panjang, selama masa penentuan saat terjadi dan di mana terjadinya perjanjian E-Commerce masih terus menjadi perdebatan pula. Selain itu, diperlukan pula suatu sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksi- transaksi E-Commerce yang efektif dan murah. Penyelesaian semacam ini tentunya akan menghabiskan dana berkali lipat dari transaksi yang dilakukannya. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen. Hal ini berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen. Seorang praktisi TI Arianto Mukti Wibowo pernah mengemukakan, penggunaan cookies pada beberapa browser seperti internet explorer dari Microsoft telah memungkinkan sistem pada website mengenali pelanggan, dan bahkan pola belanja yang dilakukan si pelanggan tanpa disadari oleh si pelanggan.
Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) telah memprediksikan bahwa di era milenium ketiga, teknologi akan memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini akan mengimplikasikan berbagai perubahan dalam kinerja manusia. Salah satu produk inovasi teknologi telekomunikasi adalah internet (interconnection networking) yaitu suatu koneksi antar jaringan komputer. Aplikasi internet saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan Electronic Commerce (E-Commerce). E-Commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Di Indonesia, fenomena e-commerce ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculmya situs http:// http://www.sanur.com/ sebagai toko buku on-line pertama. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan e-commerce. Sepanjang tahun 1997- 1998 eksistensi commerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi namun di tahun 1999 hingga saat ini kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal bteknologi.
Menurut salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan E-Commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang , jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu (Info Komputer edisi Oktober 1999: 7). Bagaimanapun, kompetensi teknologi dan manfaat yang diperoleh memang seringkali harus melalui proses yang cukup panjang. Namun mengabaikan pengembangan kemampuan teknologi akan menimbulkan ekses negatif di masa depan. Keterbukaan dan sifat proaktif serta antisipatif merupakan alternatif yang dapat dipilih dalam menghadapi dinamika perkembangan teknologi. Learning by doing adalah alternative terbaik untuk menghadapi fenomena e-commerce karena mau tak mau Indonesia sudah menjadi bagian dari pasar e-commerce global. Meski belum sempurna , segala sarana dan pra-sarana yang tersedia dapat dimanfaatkan sambil terus direvisi selaras dengan perkembangan mutakhir. Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce. Padahal pranata hokum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hokum perjanjian non elektronik yang berlaku. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur
sendiri hubungan hukum diantara mereka. Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, E-Commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Didalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu. Jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, sedangkan E-Commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi teknologi seperti internet sebagai media transaksi. Dengan demikian selama tidak diperjanjikan lain, maka ketentuan umum tentang perikatan dan perjanjian jual-beli yang diatur dalam Buku III KUHPerdata berlaku sebagai dasar hukum aktifitas E-Commerce di Indonesia. Jika dalam pelaksanaan transaksi E-Commerce tersebut timbul sengketa, maka para pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam ketentuan tersebut. Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana itu. E-Commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secara langsung ketentuan jual-beli konvensional akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks E-Commerce. Oleh karena itu perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam KUHPerdata dan KUHDagang sudah cukup relevan dan akomodatif dengan E-Commerce. hakekat E-Commerce atau perlu regulasi khusus yang mengatur tentang sebagai fenomena yang relatif baru, bertransaksi bisnis melalui internet memang menawarkan kemudahan . Namun memanfaatkan internet sebagai fondasi aktivitas bisnis memerlukan tindakan terencana agar berbagai implikasi yang menyertainya dapat dikenali dan diatasi. E-Commerce terdiri dari dua kategori Business To Business E-Commerce Dan Business To Consumer E-Commerce.
1. Business To Consumer E-Commerce berhubungan dengan customer life cycle dari
awareness sebuah produk pada prospek costumer sampai dengan order dan
pembayaran atau juga sampai dengan pelayanan dan dukungan kepada customer.
Alat yang digunakan dalam cycle ini adalah business to customer web site.
2. Business To Business E-Commerce melibatkan cycle dari awareness, riset produk,
pembandingan, pemilihan supplier sourching, transaksi fulfillment, post sales
support. Alat yang berperan adalah EDI, dan business to business web site (Komputer No. 175 edisi Juli 2000: 4).
Implementasi E-Commerce secara efektif adalah mentransformasikan paradigma
perdagangan fisik ke perdaganga virtual, yang memangkas middle man dan lebih
menekankan kepada nilai kolaborasi melalui networking antara supplier, retailler,
konsumen, bank, transportasi, asuransi, dan pihak terkait lainnya (Utoyo, 1999: 5).
Segmen Business To Business E-Commerce memang lebih mendominasi pasar karena nilai transaksinya yang tinggi, namun level Business To Consumer E-Commerce juga memiliki pangsa pasar tersendiri yang potensial. Dalam Business To Consumer E-Commerce, konsumen memiliki bargaining position yang lebih baik dibanding dengan perdagangan konvensional karena konsumen memperoleh informasi yang beragam dan mendetail. Melalui internet konsumen dapat memperoleh aneka informasi barang dan jasa dari berbagai toko dalam berbagai variasi merek lengkap dengan spesifikasi harga, cara pembayaran, cara pengiriman, bahkan beberapa toko juga memberikan fasilitas pelayanan track and trace yang memungkinkan konsumen untuk melacak tahap pengiriman barang yang dipesannya. Kondisi tersebut memberi banyak manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi. Selain itu juga terbuka kesempatan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan finansial konsumen dalam waktu yang relatif efisien. Namun demikian, E-Commerce juga memiliki kelemahan. Dengan metode transaksi elektronik yang tidak mempertemukan pelaku usaha dan konsumen secara langsung dan tidak melihat secara langsung barang yang diinginkan bisa menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Sebagai contoh adalah ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidaktepatan waktu pengiriman barang atau ketidakamanan transaksi. Faktor keamanan transaksi seperti keamanan metode pembayaran merupakan salah satu hal urgen bagi konsumen. Masalah ini penting sekali diperhatikan karena terbukti mulai bermunculan kasus-kasus dalam E-Commerce yang berkaitan dengan keamanan transaksi, mulai dari pembajakan kartu kredit, stock exchange fraud, banking fraud, hak atas kekayaan intelektual, akses ilegal ke system informasi (hacking) perusakan web site sampai dengan pencurian data. Beragam kasus-kasus yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan transaksi terutama faktor keamanan dalam E-Commerce ini tentu sangat risaukan bagi para pihak terutama konsumen. Padahal jaminan keamanan transaksi E-Commerce sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen. Apabila hal tersebut terabaikan maka bisa dipastikan akan terjadi pergeseran efektivitas transaksi E-Commerce dari falsafah efisiensi menuju arah ketidakpastian yang akan menghambat upaya pengembangan pranata E-Commerce. Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam E-Commerce masih rentan. Undang-undang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun kurang tepat untuk diterapkan dalam E-Commerce. Karakteristik yang berbeda dalam sistem perdagangan melalui internet tidak cukup tercover dalam UUPK tersebut. Untuk itu perlu dibuat peraturan hukum mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang E-Commerce agarhak-hak konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan transaksi E- Commerce dapat terjamin.

















BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
5.1.1Bagaimana kedudukan hukum dalam pelaksanaan transaksi jual beli melalui internet di PT. Telkom Kota Gorontalo yaitu:
1.Kekuatan hukum dalam perjanjian melalui intemet didasarkan kepada kesepakatan para pihak untuk mengadakan hubungan perjanjian dengan sepakatnya para piliak tersebut diwiijudkan dalam kesediaan pihak pembeli untuk mengisi formulir pembelian serta memberikan nomor kartu kredit, kekuatan hukum dalam perjanjian melalui internet dicapai setelah barang dikirim oleh penjual dan diterima oleh pembeli.
2.Keabsahan dari perjanjian jual beli melalui interet adalah
a.Bahwa sang konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem pembayaran tertentu dan keabsahan dari pedagang itu sendiri.
b.Keabsahan data transaksi yang menjamin untak terjadinya jual beli melalui internet, baik itu mencakup tanda tangan ataupun lainnya yang menjadi suatu keabsahan dari suatu perjanjian tersebut.
c.Tanggung jawab para pihak dalam jual beli melauli internet maka pihak pembeli dapat mengajukan tuntunan ganti rugi kepada penjual yang memasang situs penjualan di internet. Pengajuan tuntutan ganti rugi akan sangat sulit dilakukan karena media yang dipakai dalanm transaksi jual beli adalah media elektronik, sehingga dalam hal ini dibutuhkan perundang-undangan untuk mengaturnya.
d.Pihak-pihak yang dirugikan jika terjadinya wanprestari dalam perjanjian jual beli melalui internet adalah : orang-orang yang mengikatkan dirinya dengan kesepakatan hukum untuk bertransaksi dalam internet, yang pada saat pembelian yang dilakukan cukup menekan tombol send dalam keyboard komputer milik si pembeli maka persejuan untuk jual beli pun telah terlaksana. Jika salah satu pihak tidlak menepati janjinya (wanprestasi) maka pihak yang satu merasa dirugikan, karena biasanya pihak penjual tidak mengetahui keberadaan pihak pembeli, Karena pihak pembeli hanya mengirimkankan nomor. Faks. Credit card atau semacamnya.

5.1.2Faktor-Faktor Apa Sajakah Yang Mempengaruhi Transaksi Jual Beli Melalui Internet di PT. Telkom Kota Gorontalo yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan ada beberapa faktor dalam transaksi jual beli melalui internet yaitu :
1.Akses mudah cepat dan banyak pilihan
Dalam suatu pemasarannya itu dilakukan melalui media internet, yaitu dengan membuat website untuk etalase dagangan dengan menampilkan screenshot dari masing-masing distro. Promosi bisa dilakukan memasang iklan di warnet-warnet. Untuk penjualan, pengunjung situs tinggal memilih distro apa yang dipesan kemudian mengisi data diri. Barang yang dipesan akan dikirim ke alamat pemesan dan pembayaran uang dilakukan dengan mentransfer melalui bank yang telah ditentukan. Dengan begitu pemesanan barang mudah dilakukan cepat dan mempunyai banyak pilihan yang telah di tampilkan saat ingin melakukan transaksi.

2.Resiko sengketa kecil (itikad baik)
Dalam aspek hukum merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan dalam konteks implementasi sistem E-Commerce. Secara konsep, perdagangan (transaksi) melalui elektronik kurang lebih serupa dengan perdagangan tradisional pada umumnya yang menggunakan kertas sebagai medium transaksi (paper based transaction). Perjanjian Jual-Beli Pada dasarnya, hal pokok yang dilakukan dalam E-Commerce adalah transaksi perjanjian jual beli antara dua pihak (panjual dan pembeli) yang dilakukan tanpa adanya unsur paksaan, dan dinyatakan secara sah oleh hukum yang berhubungan dengannya. Menyangkut hal tersebut di atas, ada dua prinsip utama yang harus diperhatikan, yaitu asas persamaan fungsi (functional equivalence) dan sumber hukum (source of law). Yang dimaksud dengan asas persamaan fungsi di sini adalah bahwa mengingat prinsip-prinsip perdagangan yang terjadi di dunia maya kurang lebih sama dengan yang terjadi di dunia nyata, maka semestinya tersedia perangkat hukum yang dapat mengantisipasi seluruh keperluan perdagangan di internet seperti halnya yang secara efektif telah dilakukan pada jenis perdagangan konvensional. Sumber hukum merupakan permasalahan lain yang harus diperdebatkan, karena dunia maya tidak memiliki batasan geografis (misalnya negara) yang selama ini dikenal dalam sistem hukum konvensional. secara mekanisme pihak-pihak dan sarana/fasilitas perdagangan dapat dalam suatu saat berada di sejumlah negara yang berbeda, kecuali jika sebelumnya, pihak-pihak yang mengadakan transaksi telah menyetujui untuk mempergunakan sistem hukum negara mana seandainya terjadi pelanggaran terhadap kontrak. Agar pembeli dan penjual dapat melakukan mekanisme transaksi dengan baik, tentu saja diperlukan suatu termin-termin atau persyaratan yang jelas (definite terms) agar kedua belah pihak benar-benar mengerti akan hak dan kewajibannya masing-masing, sehingga selain proses transaksi dapat berjalan dengan baik, kedua belah pihak akan terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari (setelah proses jual beli selesai dilaksanakan). Hal yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa proses interaksi penawaran dan persetujuan di internet dilakukan melalui sebuah situs, tanpa disertai oleh beberapa orang yang saling bertatap muka dan dokumen-dokumen dalam format kertas. Perancangan situs harus dibuat sedemikian rupa sehingga mekanismenya benar-benar menggambarkan terjadinya proses penawaran dan persetujuan yang efektif dan mengikuti koridor hukum yang berlaku dengan begitu resiko sengketa sangat kecil.

3.Konsumen Dilindungi
Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen yang dapat disoroti akibat tidak jelasnya hubungan hukum dalam transaksi E-Commerce:
1.Mengenai penggunaan klausul baku. Sebagaimana kita ketahui, dalam kebanyakan transaksi di cyberspace ini, konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya, tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
2.bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul.
Para pihak dapat saja berada pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Sementara perdebatan mengenai yurisdiksi penyelesaian sengketa E- Commerce ini tampaknya masih akan cukup panjang, selama masa penentuan saat terjadi dan di mana terjadinya perjanjian E-Commerce masih terus menjadi perdebatan pula. Selain itu, diperlukan pula suatu sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksi-transaksi E-Commerce yang efektif dan murah.
Penyelesaian semacam ini tentunya akan menghabiskan dana berkali lipat dari transaksi yang dilakukannya. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen. Hal ini berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen. Aplikasi internet saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan Electronic Commerce (E-Commerce).
E-Commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen). Di Indonesia, fenomena e-commerce ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculmya situs http:// http://www.sanur.com/ sebagai toko buku on-line pertama. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan E-Commerce. Sepanjang tahun 1997- 1998 eksistensi commerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi namun di tahun 1999 hingga saat ini kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal bteknologi. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka. Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, E-Commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, sedangkan E-Commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi teknologi seperti internet sebagai media transaksi. Jika dalam pelaksanaan transaksi E-Commerce tersebut timbul sengketa, maka para pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam ketentuan tersebut. E-Commerce terdiri dari dua kategori Business To Business E-Commerce Dan Business To Consumer E-Commerce.
1. Business To Consumer E-Commerce berhubungan dengan customer life cycle dari
awareness sebuah produk pada prospek costumer sampai dengan order dan
pembayaran atau juga sampai dengan pelayanan dan dukungan kepada customer.
Alat yang digunakan dalam cycle ini adalah business to customer web site.
2. Business To Business E-Commerce melibatkan cycle dari awareness, riset produk,
pembandingan, pemilihan supplier sourching, transaksi fulfillment, post sales
support. Alat yang berperan adalah EDI, dan business to business web site (Komputer No. 175 edisi Juli 2000: 4).
5.2 Saran
Pada akhirnya dalam melakukan perjanjian jual beli melalui internet (E-Commerce), telah dikemukan beberapa saran yang kiranya dapat memperhatikan dan dapat lakukan secara bersama-sama yakni sebagai berikut :
1.Kepada perusahaan yang melakukan pemasaran produknya melalui internet hendaknya dapat menjaga kepercayaan para pembeli sehingga dengan modal kepercayaan maka tidak. terjadi sengketa transaksi melalui media eleklroirik (internet).
2.Kepada pemakaian internet khususnya pembeli maka hendaknya bersikap hati-hati. Jika melakukan transaksi melalui internet, dengan cara melihat terlebih dahulu idenntas perusahaan serta kondisinya selama ini di media cyber net.
3.Bagi pengguna media internet agar menjaga setiap pembelian yang merupakan keabsahan bagi suatu hal yang berhubungan dengan jual beli melalui internet itu. Karena menjaga kerahasiaan dari setiap transaksi melalui intenet adalah hal yang harus dijaga kerahasiaan bagi setiap transaksi melalui media intenet itu.
Para pihak pengguna internet yang melakukan transaksi jual beli, hendaknya tidak suka hati untuk membeli barang itu, karena setiap transaksi yang dilakukan haras dapat dipertanggung jawabkan bagi para pihak pembeli maupun penjual itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar