Selasa, 27 April 2010

Analisis Kesulitan Guru Ekonomi Dalam Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (Suatu Penelitian Pada SMA Negeri 2 Kota Gorontalo)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak perubahan yang luas di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. Akibat dari perkembangan tersebut, maka telah melahirkan sebuah inovasi baru dalam dunia pendidikan. Sebagai tuntutan dan dalam rangka mengikuti perubahan-perubahan tersebut, maka berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan serta mengimplementasikan tujuan dan arah inovasi tersebut, yang pada dasarnya mengarah kepada peningkatan mutu pendidikan. Menurut Mc Luhan (dalam Masnur 2007:11) mengatakan bahwa upaya peningkatan kualitas pendidikan ditempuh dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tuntutan kebutuhan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai warga negara agar mereka mampu berpikir global dan bertindak sesuai dengan karakteristik dan potensi lokal. Pembangunan di bidang pendidikan sebagai akibat adanya inovasi tersebut tidak hanya pembangunan berupa infrastruktur tetapi lebih dari itu dilakukan pula beberapa hal yang berhubungan dengan faktor teknis, semuanya itu demi peningkatan mutu pendidikan. Dalam usaha peningkatan mutu tersebut, maka perlu dilakukan perubahan-perubahan atau terobosan baru di bidang pendidikan baik mencangkup perangkat pendidikan maupun perangkat pembelajaran termasuk kurikulum. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Upaya sentralnya adalah berporos pada pembaharuan kurikulum pendidikan. Sebagai usaha terencana, pembaharuan kurikulum tentunya didasari oleh alasan yang jelas dan substantif serta mengarah pada terwujudnya sosok kurikulum yang lebih baik demi terwujudnya kegiatan pembelajaran yang berkualitas bagi siswa menuju terciptanya sumber daya manusia yang handal, baik yang berhubungan dengan studi lanjut maupun memasuki dunia kerja serta belajar mandiri.
Berbagai kurikulum yang merupakan hasil kajian terbaru telah beberapa kali diujicobakan untuk menemukan konsep atau format penerapan yang tepat. Akhir-akhir ini sedikitnya dua konsep kurikulum telah disusun yakni KBK dan KTSP yang pada prinsipnya menuntut kepada siswa untuk lebih proaktif ketimbang guru yang hanya bertindak sebagai fasilitator. Pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), mampu menciptakan perubahan dalam dunia pendidkan terutama dalam hal sistem perangkat pembelajaran serta lahirnya jiwa kritis dalam diri siswa yang terwujud dalam tindakan siswa yang proaktif selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. KBK pada dasarnya mencoba untuk mencari tahu kompetensi dan kebutuhan siswa pada bidang tertentu, sehingga apa yang diajarkan benar-benar sesuai dengan kebutuhannya dan diperlukan oleh siswa tersebut.

Selama diberlakukannya sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi, maka kegiatan pelatihan, workshop atau penataran sering dilakukan kepada guru-guru untuk memahami tentang penerapan konsep KBK agar dalam implementasinya di kelas tidak mengalami kendala. Dalam penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi ini, dilakukan pula penilaian oleh pihak terkait (Diknas Kabupaten/Kota), guna melihat sejauh mana keberhasilan penerapan KBK serta untuk menemukan kasulitan-kesulitan yang terjadi di lapangan yang selanjutnya akan dikaji guna menemukan format atau konsep terbaru sebagai solusi atau penyempurnaan dari format yang sebelumnya.
Dalam perkembangannya, sistem Kurikulum berbasis kompetensi sedikit mengalami kendala sehingga dianggap perlu untuk merumuskan kembali konsep kurikulum terbaru yang berhubungan dengan aspek peningkatan mutu. Sebagai wujud tanggungjawab dan keseriusan pemerintah dalam mengadakan inovasi di bidang pendidikan terutama yang berhubungan dengan kurikulum, maka telah berhasil disusun sebuah kurikulum baru, yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta peraturan pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP disusun sebagai penyempurnaan dari kurikulum tahun 2004 (KBK) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus mengacu dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Penerapan KTSP pada dasarnya memberikan kesempatan kepada pihak tingkat satuan pendidikan tertentu untuk mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Meskipun demikian, untuk menghindari dan meminimalisir kesalahan dalam penerapan KTSP maka penerapannya harus sesuai dengan panduan yang telah diterbitkan oleh BNSP, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi, tetapi pengembangan materi serta pemilihan metode tergantung pada guru memberikan materi yang tentunya disesuaikan dengan materi yang akan yang disampaikan.
Sebagai langkah preventif dalam meminimalisir kesalahan dalam penerapan KTSP, maka perlu dilakukan kegiatan seperti penataran, pelatihan, workshop kepada seluruh guru mata pelajaran secara bertahap, yang dalam pelatihan tersebut dijelaskan seluruh komponen, prinsip, struktur serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penerapan KTSP. Sejumlah sekolah mulai berusaha menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun mulai diselenggarakan.
Namun, sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana masih meraba-raba penerjemahan kurikulum tersebut. Mereka juga khawatir kekurangan buku pegangan sebagai bahan ajar. Hasil pantauan ke sejumlah sekolah di seluruh kota-kota yang ada di berbagai propinsi menunjukkan bahwa kesulitan dan kerumitan itu terutama dirasakan oleh guru di sekolah yang tidak sempat merasakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tiba-tiba kini mereka diarahkan menjalankan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan satu peluang bagi sekolah untuk mengurus diri sendiri, tidak hanya untuk manajemen sekolah, tetapi juga secara akademis. Hanya saja, penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan perlu proses karena sudah terlalu lama sekolah diatur oleh pemerintah. Sekolah butuh sosialisasi dan proses pengalaman.
Penerapan KTSP di SMA Negeri 2 Kota Gorontalo sudah dijalankan sejak tahun 2007, namun para guru mengalami kendala yang berhubungan literatur, multimedia dan media pembelajaran. Penerapan KTSP diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk memenuhi target standar ketuntasan belajar pada tingkat satuan pendidkian tertentu sebagai awal dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Meskipun penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mendapat acuan dari BNSP, tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja terjadi kesulitan yang akan dialami oleh guru, termasuk guru mata pelajaran ekonomi. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan guru ekonomi dalam menerapkan KTSP di sekolah, maka peneliti berinisiataif untuk melakukan suatu penelitian yang diformulasikan dalam judul : “Analisis Kesulitan Guru Ekonomi Dalam Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (Suatu Penelitian Pada SMA Negeri 2 Kota Gorontalo).

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah penelitian, sebagai berikut:
1.Pemahaman guru ekonomi terhadap penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih rendah;
2.Guru ekonomi mengalami hambatan dan kesulitan dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah peneltian sebagai berikut: “Kesulitan-kesulitan apa saja yang dialami oleh guru ekonomi dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada SMA Negeri 2 Kota Gorontalo”?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan-kesulitan guru ekonomi dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada SMA Negeri 2 Kota Gorontalo.
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penlitian adalah sebagai berikut:
1.Sebagai bahan masukan bagi guru ekonomi terkait dengan kesulitan dalam penerapan KTSP, guna melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan tersebut.
2.Sebagai masukan informasi data kepada instansi terkait dalam hal pengambilan keputusan yang berhubungan dengan inovasi dalam sistem pembelajaran terutama menyangkut penyempurnaan kurikulum.
3.Sebagai bahan rujukan dan acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Hakikat KTSP
KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Departemen pendidikan nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010 semua sekolah telah melaksanakan KTSP. Terkait dengan penyusunan KTSP, BNSP telah membuat panduan penyusunan KTSP. Panduan ini diharapkan menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/ MI/ SDLB, SMP/MTS/SMPLP, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK. Dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (Kurikulum 2004) yang disebut pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka. Prinsip pengelolaan KBS mengacu pada “kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan”. Yang dimaksud dengan “kesatuan dalam kebijaksanaan” ditandai dengan sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen KBK yang “sama” dikeluarkan oleh departemen pendidikan nasiaonal. Sedangkan “keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh sekolah masing-masing sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
2.2 Komponen KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki empat komponen yaitu sebagai berikut:
1.Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan.
Rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu pada tujuan umum pendidikan sebagai berikut:
a.Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b.Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c.Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan pengetahuan, serta keterampilan untuk hidup mandiri.
2.Stuktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan
Stuktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam standar isi, sebagai berikut:
a.Kelompok mata pelajaran agama dan ahklak mulia.
b.Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
c.Kelompok mata pelajaran pengetahuan dan teknologi.
d.Kelompok mata pelajaran estetika.
e.Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan, (pasal 7).
Muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan meliputi sejumlah mata pelajaran yang seluruhnya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu, materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
a.Mata pelajaran, beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam standar isi.
b.Muatan lokal, merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
c.Kegiatan pengembangan diri, bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengeskpresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, sesuai dengan kondisi sekolah.
d.Pengaturan beban belajar
Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLP, baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.




Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistim paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40% SMP/MTs/ SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK. 0%-60% Dari waktu kegiatan tatap muka tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Alokasi waktu untuk praktek, dua jam kegiatan praktek di sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstuktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/MAK yang menggunakan sistem SKS Mengikuti aturan sebagai berikut:
Satu SKS pada SMP/ MTS terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kagiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Satu SKS pada SMA/MA/ SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
e.Kenaikan kelas, penjurusan dan kelulusan, mengacu pada standar penilaian yang dikembangkan oleh BNSP.
f.Pendidikan kecakapan hidup, dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
g.Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global, kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
3.Kalender pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, Karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan yang tercantum dalam standar isi.

4.Silabus dan rencana pelaksanaan pengajaran.
Silabus merupakan penjabaran standard kompetensi dan kompotensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi unutk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkan menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akn diterapkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi siswanya
2.3Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Masnur, (2007:16), mengatakan bahwa secara dokumentatif, komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikemas dalam 2 dokumen sebagai berikut:
1.Dokumen 1 memuat acuan pengembangan KTSP, tujuan pendidikan, strukutur dan muatan KTSP serta kalender pendidikan.
2.Dokumen 2 memuat silabus dari standar kompetensi/kompetensi dasar yang dikembangkan pusat dan silabus dari standar kompetensi/ kompetensi dasar yang dikembangkan sekolah (muatan lokal dan mata pelajaran tambahan).
2.4 Prinsip dan Acuan Pengembangan KTSP
Menurut Masnur (2007:11), mengemukakan beberapa prinsip dan acuan dalam pengemabngan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai berikut:
a.Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;
b.Beragam dan terpadu;
c.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
d.Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e.Menyeluruh dan berkesinambungan;
f.Belajar sepanjang hayat (long life education);
g.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Selain itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut:
a.Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia
b.Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
c.Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
d.Tuntutan pembangunan daerah dan nasional dan tuntutan dunia kerja
e.Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
f.Agama dan dinamika perkembangan global
g.Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
h.Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
i.Kesetaraan gender dan karakteristik satuan pendidikan
Dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah tidak berjalan mulus dan lancar, pasti ada beberapa kendala maupun kesulitan yang dialami oleh guru. Sehubungan dengan hal ini, maka pihak depdiknas melaluai website www, depdiknas. go. id mengemukakan beberapa kendala yang dialami oleh guru dalam sistem penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu sebagai berikut :
1.Pemahaman guru mata pelajaran yang masih sangat rendah terhadap penerapan KTSP, akibatnya ketika guru melakukan penjabaran materi dan program pengajaran tidak sesuai dengan harapan KTSP.
2.Kegiatan pelatihan, workshop yang sangat singkat waktunya, sehingga mengakibatkan peserta pelatihan yang dalam hal ini guru-guru kurang maksimal dalam menerima materi pelatihan yang berhubungan dengan KTSP
3.Draft kurikulum yang terus mengalami perubahan, akibatnya guru mengalami kebingungan rujukan sehingga muncul kesemrautan dalam penerapannya.
4.Belum adanya panduan strategi pembelajaran yang berhubungan dengan KTSP, akibatnya guru hanya mengandalkan pengalaman yang dimilikinya, yang mayoritas berbasis materi sehingga tidak ada perubahan yang signifikan dalam kegiatan belajar mengajar.
5.Pihak satuan tingkat pendidikan masih sulit untuk mencapai standard yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan. Hal ini dapat diakibatkan oleh tingkat pemahamam guru dan siswa dalam menerapkan KTSP sehingga berpengaruh pula pada kondisi kegiatan belajar mengajar yang tidak optimal.
6.Guru lebih fokus dan serius dalam mempelajari komponen KTSP, sehingga terkadang mengabaikan penguasaan konsep/materi yang akan diajarkan, padahal sesungguhnya hal terpenting dalam pembelajaran adalah penguasaan konsep yang baik oleh guru.
7.Keadaan sarana pendukung yang masih kurang tersedia pada setiap tingkat satuan pendidikan, seperti buku paket yang semestinya setiap siswa memiliki buku paket masing-masing, namun yang ditemukan di lapangan bahwa sebuah paket terkadang digunakan oleh beberapa orang siswa. Hal ini dapat mengakibatkan kegiatan pembelajaran di kelas tidak dapat berlangsung secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
2.5Kelebihan dan Kelemahan KTSP
1. Kelebihan KTSP
KTSP yang hendak diberlakukan Depertemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum baru yang ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Pemberlakukan KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Pemberlakuan Kurikulum 2006 tergantung analisis Mendiknas. Namun, kurikulum ini hanya akan diterapkan di kelas 1 di semua jenjang. Selain itu, hanya sekolah yang siap, yang menerapkan kurikulum baru ini. Kesiapan sekolah ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana, pengalaman menerapkan KBK, dan rasio murid. Pengalaman menerapkan KBK dapat menjadi bekal suatu sekolah untuk menerapkan kurikulum baru ini dan diharapkan tahun 2009, semua sekolah telah menerapkan kurikulum ini.
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK. Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain:
1.Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
2.Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
3.KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.
KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.
4.KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.
Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.
5.KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP. Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.
2.Kelemahan KTSP
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya menurut penulis terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
2.Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
3.Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
4.Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
(http://re-searchengines.com/imamhanafie3-07-2)















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dgunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis yaitu peneliti memiliki pandangan secara luas dan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu. Pendekatan kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, yang terintegrasi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam hubungan dengan penelitian ini, peneliti mengkaji setiap aspek dan kasus yang timbul dari setiap peristiwa nyata dalam mekanisme di SMA Negeri 2 Gorontalo.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode wawancara.
3.2 Kehadiran Peneliti
Dalam memainkan peran sebagai instrumen utama penelitian, maka dari awal kegiatan sampai dengan akhir pengumpulan data, peneliti sendirilah yang berfungsi sebagai instrumen penelitian. Ini dipertegas kembali oleh Moleong (2005:169), yang mengemukakan bahwa ciri manusia sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif dapat mencakup segi “responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan mengikhtisarkan dan memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim atau idiosinkratik”. Artinya peneliti yang berfungsi langsung sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan beberapa media untuk mendukung data-data penelitian seperti catatan lapangan (note filed) dan tape recorder.
3.3 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Gorontalo.
3.4 Sumber Data
Data yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah data yang benar-benar diperoleh dari sumber yang dipercaya keabsahannya, yaitu:
a.Data primer, merupakan data yang diperoleh melalui wawancara dengan kepala sekolah dan guru serta siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Gorontalo
b.Data sekunder, merupakan data yang diperoleh secara tertulis dan digunakan sebagai bahan pendukung terhadap objek penelitian.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang nantinya digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a.Observasi
Dengan cara ini, peneliti meyakini dapat melihat dan mengamati sendiri dan kemudian mencatat perilaku dan juga kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
b.Wawancara
Pada dasarnya wawancara merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan juga informasi bagi objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, subjek yang diwawancarai adalah guru ekonomi di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Gorontalo.
3.6Analisis Data
Setiap penelitian mutlak adanya proses analisis data. Analisa data adalah proses penyusunan informasi atau data yang diperoleh agar mudah ditafsirkan atau mudah dimaknakan. Dalam melakukan analisis data, penulis menempuh langkah-langkah analisis data kualitatif, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, 1984 (dalam Sugyiono, 2005:91), sebagai berikut :
1.Data reduction (reduksi data), mereduksi data mencakup usaha-usaha merangkum hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2.Data display (penyajian data), penyajian data merupakan langkah lebih lanjut dari kegiatan reduksi data. Dalam penyajian ini, maka dapat yang ditampilkan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, bagan alur ataupun sejenisnya.
3.Conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan/verifikasi), langkah terakhir adalah melakukan penarikan kesimpulan dari berbagai data yang telah diperoleh. Kesimpulan akan menjadi kredibel apabila didukung dengan temuan-temuan di lapangan.
3.7Pemeriksaan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan memperpanjang kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang mendalam, pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota.
Dalam penelitian ini keabsahan data akan diupayakan memperpanjang waktu penelitian serta pengamatan terus menerus dan sungguh-sungguh.
a.Pengamatan
Pengamatan artinya untuk menemukan ke dalam ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
b.Audit trial yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang merupakan konsep yang dimanfaatkan untuk pemeriksaan ketergantungan dan kepastian data. Dalam teknik ini sasarannya adalah pemeriksaan terhadap catatan lapangan.
3.8Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.Tahap pertama (pra lapangan)
Melakukan observasi di lokasi penelitian;
Melakukan wawancara dengan pihak Sekolah Menengah Umum (SMA) Negeri 2 Gorontalo (kepala sekolah , guru dan siswa).
2.Tahap kedua (pekerjaan lapangan)
Mengamati keadaan lokasi penelitian;
Melakukan persiapan instrument;
Melaksanakan pengumpulan data;
Melakukan analisis data.
3.Tahap ketiga
Melakukan pencatatan kelengkapan data;
Melaksanakan pemeriksaan keabsahan data;
Menyusun kerangka hasil pengumpulan data.
4.Tahap keempat
Menyusun hasil pengumpulan data dengan menghubungkan teori-teori yang ada dengan teori yang relevan;
Menyusun dan melengkapi hasil pengumpulan data dengan memperbandingkan aplikasi teori dan pelaksanaan lapangan.
5.Tahap kelima
Melakukan pengecekan hasil pengumpulan data kembali dengan cara melakukan wawancara kembali kepada subjek yang diteliti;
Menyusun hasil penelitian.
6.Melakukan analisis data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif.
7.Membuat laporan







KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Pengertian Kurikulum
Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Menurut Bobbit (dalam Google, 2008), mengemukakan bahwa “kurikulum merupakan suatu naskah panduan mengenai pengalaman yang harus didapatkan anak-anak agar menjadi orang dewasa yang seharusnya”. Oleh karena itu kurikulum merupakan kondisi ideal dibandingkan kondisi real. Kurikulum diibaratkan sebagai “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan.
Kamus Webster tahun 1856 mengartikan “a race course, a place for running, a chariot”. Kurikulum diartikan suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Tapi juga suatu chariot kereta pacu pada zaman dulu, suatu alat yang membawa seseorang dari tempat strart ke tempat finish.
Lawrence Stenhouse menyatakan dalam bukunya An intoduction to curriculum research and developmet : “Curriculum is the planned composit effort of any school to guide pupil learning toward predtermined learning outcome. Dalam arti sempit kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran, leerplan (Belanda)”.
Hilda Taba dalam bukunya Curriculum development, theory and practise mengartikan kurikulum sebagai a plan for learning yaitu sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak.
Oemar Hamalik (dalam Google, 2008) menyatakan bahwa “kurikulum adalah rencana tertulis tentang yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik”.
Wikipedia (dalam Google, 2008) mengemukakan bahwa “kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut”.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 19 (dalam Google, 2008) menyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Grayson (dalam Google, 2008) menyatakan bahwa “kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran”. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai). Sedangkan menurut Harsono mengemukakan bahwa “kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik”.
Menurut Grundy (dalam Google, 2008) menjelaskan “kurikulum merupakan program aktivitas guru dan murid yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa-siswa akan mencapai sebanyak mungkin tujuan akhir kegiatan pendidikan atau sekolah”. Kurikulum bukan hanya susunan sederhana mengenai perencanaan yang akan diimplementasikan, namun juga terdiri dari proses yang aktif terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang saling berhubungan timbal balik dan terintergrasi sebagai suatu proses. Sedangkan BPNSP mendefinisikan bahwa “kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Dalam Google (2008) menjelaskan bahwa “kurikulum adalah serangkaian standar isi, kompetensi lulusan, tenaga pendidikdan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”. Selain itu kurikulum adalah suatu pedoman atau norma dalam pelaksanaan pendidikan pada setiap tingkat pendidikan agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Selanjutnya definisi kurikulum dalam arti luas dengan beberapa penekannya sebagai berikut :
1.J. Galen Saylor dan William M. Alexander (1956)
Kurikulum adalah semua usaha sekolah untuk mempengaruhi sisiwa itu belajar.
2.George A. Beuchamp (1964)
Kurikulum mencakup semua kegiatan sisiwa di bawah tanggung jawab sekolah.
3.Harold B. Alberty (1965)
Kurikulum adalah semua kegiatan yang disajikan oleh sekolah bagi para siswa.
4.Ronald C. Doll (1974)
Kurikulum menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, perubahan lingkup yang sempit kepada yang lebih luas mencakup pengalaman di sekolah, di rumah maupun di masyarakat, bersama guru maupun tidak. Juga mencakup upaya guru dengan berbagai fasilitas untuk terjadinya pengalaman belajar.
5.Winarno Surahmad (1977)
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Jadi kurikulum merupakan pedoman dalam segala kegiatan belajar mengajar.
6.George A. Beauchamp (1986)
Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Kurikulum merupakan dokumen tertulis dan pelaksanaan rencana sudah masuk ke dalam pengajaran.
7.Nana Sudjana (1988)
Kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
8.Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
9.Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidian baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.

Akhirnya kurikulum didefinisikan sebagai program pendidikan yang bertujuan melaksanakan tujuan pendidikan di sekolah dan berlaku di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah.
“Ideal Curriculum” adalah kurikulum yang direncanakan atau kurikulum yang dicita-citakan yang berisi harapan yang muluk-muluk. Sedangkan “real curriculum” adalah kurikulum dalam kenyataannya, kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Karakteristik Kurikulum
Winarno Surahmad dalam bukunya Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (1977:6) menyatakan bahwa “berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat di atasnya, dan fungsi masyarakat”.
1.Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan
Ada dua fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu fungsi sebagai alat dan fungsi sebagai pedoman. Fungsi sebagai alat karena berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan.
2.Fungsi bagi sekolah ditingkat atasnya
Setiap tingkatan sekolah harus diketahui kurikulum sekolah yang lebih tinggi agar tidak terjadi tumpang tindih pelajaran ataupun materi pelajaran dengan sekolah yang lebih rendah tingkatannya.
3.Fungsi bagi masyarakat

Pendidikan memang bertugas mempersiapkan anak didiknya agar dapat berperan dimasyarakat pada masa yang akan datang.
Fungsi kurikulum menurut Agus Suwignyo (dalam Google, 2008) dalam peningkatan mutu pendidikan dan penjabaran visi tergantung dari kecakapan guru, ketercakupan substansi kurikulum, dan evaluasi proses belajar.
Dimensi-Dimensi Kurikulum
Menurut Ibrahim (dalam Tim Pengembang, 2006:5) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu:
1.Kurikulum sebagai substansi
2.Kurikulum sebagai sistem
3.Kurikulum sebagai bidang studi

Menurut Syaodih (dalam Tim Pengembang, 2006:6) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu:
1.Sebagai ilmu
2.Sebagai sistem
3.Sebagai rencana

Sedangkan Hamid (dalam Tim Pengembang, 2006:6) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi urikulum tersebut yaitu:
1.Kurikulum sebagai suatu ide/gagasan
2.Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide
3.Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum
4.Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan

a.Pengertian Kurikulum Dihubungkan dengan Dimensi Ide
Menurut Tim Pengembang (2006:6) mengemukakan bahwa pengertian kurikulum sebagai dimensi berkaitan dengan ide pada dasarnya mengandung makna bahwa “kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang dijadikan pedomana dalam pengembangan kurikulum selanjutnya”.
b.Pengertian Kurikulum Dikaikan dengan Dimensi Rencana
Menurut Tim Pengembang (2006:7) menjelaskan bahwa makna dari dimensi kurikulum ini adalah “sebagai seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu”.
c.Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Aktifitas
Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktifitas memandang kurikulum merupakan segala aktifitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, menurut Tim Pengembang (2006:7).
d.Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Hasil

Menurut Tim Pengembang (2006:8) mengungkapkan bahwa “definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut”.

Komponen Kurikulum
Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai komponen-komponen pokok : tujuan, isi, organisasi dan strategi (Winarno Surahmad; 1997; 9).


Tujuan Kurikulum
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh satu lembaga kependidikan. Jadi kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan program studinya pada lembaga pendidikan yang ditempuh.
Tujuan kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi atau mata pelajaran.
Tujuan pembelajaran bersumber dan dijabarkan dari tujuan kurikuler, yaitu tujuan yang berhadapan langsung dengan sisiwa karena sisiwa harus mencapai tujuan ini setelah selesainya proses belajar mengajar mata pelajaran tertentu.

Macam-macam tujuan pembelajaran, yaitu:
1.Cognitive domain (bidang kognitif)
a.Pengetahuan;
b.Pemaknaan;
c.Aplikasi;
d.Analisis;
e.Sintesis;
f.Evaluasi.

Menurut Jajat Riwajatna dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar untuk Bidang Studi Keterampilan Jasa dan Administrasi Perkantoran (1992) menyatakan bahwa dalam domain kognitif terdapat tingkatan-tingkatan mulai dari yang sederhana sampai dengan tingkatan yang rumit, yaitu sebagai berikut :
1.Knowledge (Pengetahuan);
2.Comprehension (Pemahaman);
3.Application (Penerapan);
4.Analysis (Analisis);
5.Synthesis (Sintesis);
6.Evaluation (Evaluasi).

2.Affective domain (bidang afektif)
a.Sikap;
b.Nilai-nilai;
c.Interest, minat;
d.Apresiasi

Tingkatan-tingkatan dalam aspek afektif, diantaranya:
1.Receiving (Kemauan Menerima);
2.Responding ( Kemauan Menanggapi);
3.Valuing (Penilaian dan keyakinan);
4.Organization ( Penerapan dan Mengorganisir);
5.Characterization by a value complex ( Ketekunan dan Ketelitian)

3.Psycho-motor domain (bidang psikomotor)
a.Keterampilan;
b.Kemampuan;
c.Kebiasaan dan keterampilan fisik dan mental.

Beberapa tingkatan beberapa aspek psikomotorik, diantaranya :
1.Percepsion (Persepsi);
2.Set (Kesiapan melakukan kegiatan);
3.Mecanism (Mekanisme);
4.Guided Respond (Respon terbimbing);
5.Complex Overt Respond (Kemahiran Kompleks);
6.Adaptation (Adaptasi);
7.Origination (Orijinasi).

Perumusan tujuan menurut Robert F. Mager dalam bukunya Preparing Instructional :
1.Harus dirumuskan secara spesifik bentuk kelakuan murid sebagai bukti bahwa ia telah mencapai tujuan tersebut;
2.Harus dirumuskan lebih lanjut kondisi-kondisi dimana kelakuan tersebut akan nyata;
3.Harus ditentukan secara spesifik kriteria tentang tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut.

Isi Kurikulum
Isi kurikulum adalah mata pelajaran-mata pelajaran. Pengetahuan secara mendasar dapat dibedakan menjadi tiga macam:
Logika
Etika
Estetika

Menurut immanuel, empat pertanyaan utama pokok persoalan filsafat, diantaranya:
What may I hope (Apa yang saya harapkan)
Pertanyaan ini dapat dijawab : Metafisika
What can I know (Apa yang dapat saya ketahui)
Pertanyaan ini dapat dijawab : Epistemology
What should I do (Apa yang seyogyanya saya lakukan)
Pertanyaan ini dapat dijawab : Etika dan Estetika
What is a man ( Apakah manusia itu)
Pertanyaan ini dapat dijawab : Filsafat Antropology

Ciri-ciri ilmu ( Criteria of Demarcation) menurut Karl Proper :
Obyektivitas;
Ada pokok persoalan tertentu yang menjadi objek studi;
Memiliki sistematika content dan area of studies;
Terbuka;
Ada metodologi/Discipline Inquiry;
Memiliki terminologi-terminologi yang standar.

Organisasi dan Strategi Kurikulum
Organisasi kurikulum yang paling mendasar adalah subject curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pandangannya pada mata pelajaran yang terbagi kedalam 3 bagian, yaitu :
Separated Curriculum, terdiri dari:
Correlated Curriculum;
Integrated Curriculum.

Kedudukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Menurut Google (2008) menjelaskan bahwa "Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan“. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.

Prinsip-Prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Menurut Google.com (2008) mengemukakan bahwa pada prinsipnya, “KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri”. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan.
2.Beragam dan terpadu.
3.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4.Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5.Menyeluruh dan berkesinambungan.
6.Belajar sepanjang hayat.
7.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
1.Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

1.Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2.Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi,  minat, kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3.Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
4.Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5.Tuntutan dunia kerja
Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6.Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7.Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah.
8.Dinamika perkembangan global
Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain
9.Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam  Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10.Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
11.Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan  mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.
12.Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.   
2.Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
1.Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2.Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3.Kelompok mata pelajaran  Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4.Kelompok mata pelajaran estetika
5.Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
6.Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 7.

Muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
1.Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
2.Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
3.Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.



4.Pengaturan Beban Belajar
aBeban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
bJam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
cAlokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
dAlokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
eAlokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
5.Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSN.
6.Pendidikan Kecakapan Hidup
aKurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
bPendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran.
cPendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
7.Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
aKurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
bPendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.

Kelebihan-Kelebihan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP)
Adapun Kelebihan-Kelebihan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) menurut Google.com (2008) adalah sebagai berikut :
1.Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang kongkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
2.Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
3.KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.
KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.
4.KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekuensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.
Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.
5.KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP.
Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.

Kelemahan-Kelemahan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP)
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya menurut Google.com (2008) terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
2.Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
3.Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
4.Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.

Membuat Perencanaan Pembelajaran KTSP
Berbagai model perencanaan pembelajaran dapat dikembangkan dalam mengorganisir pembelajaran. Satu diantara model itu adalah model perencanaan pembelajaran Dick and Carrey ( dalam Uno, 2007: 23) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran.
2.Melaksanakan analisis pembelajaran.
3.Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karekteristik siswa.
4.Merumuskan tujuan performansi.
5.Mengembangkan buti-butir tes acuan patokan.
6.Mengembangkan strategi pengajaran.
7.Mengembangkan dan memilih material pengajaran.
8.Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
9.Merevisi bahan pembelajaran.
10.Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Berikut ini akan di jelaskan langkah demi langkah yang telah di tetapkan oleh Dick and Carrey.
1.Mengidentikasi Tujuan Umum Pembelajaran
Sebagaimana kita ketahui bahwa sasaran akhir dari suatu program pembelajaran adalah tercapainya tujuan umum pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, setiap perancang harus mempertimbangkan secara mendalam tentang rumusan tujuan umum pengajaran yang akan ditentukannya. Mempertimbangkan secara mendalam artinya, untuk merumuskan tujuan umum pembelajaran harus mempertimbangkan karekteristik bidang studi, karekteristik siswa, dan kondisi lapangan.
Dick and Carrey ( 1985 ) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Di dalam buku Akta Mengajar V ( dalam Uno, 2007:25) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran sangat penting dalam proses instruksional atau dalam setiap kegiatan belajar mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara spesifik dan jelas, akan memberikan keuntungan kepada :
a.Didik. Siswa untuk dapat mengatur waktu dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.
b.Guru untuk dapat mengatur kegiatan instruksionalnya,metodanya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
c.Evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus di capai oleh anak didik.

Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut Dick and Carrey ( 1985 . Harus jelas dan dapat di ukur, berbentuk tingkah laku. Pandangan lain seperti Hamzah (2007: 25) mengemukakan rumusan pembelajaran yang baik adalah :
a)Menggunakan istilah yang operasional.
b)Berbentuk hasil belajar.
c)Berbentuk tingkah laku.
d)Jelas hanya mengukur satu tingkah laku.

Pendapat lain di kemukakan Mudhofir ( dalam Uno, 2007: 25) menjelaskan bahwa rumusan pembelajaran yang baik adalah :
a)Formulasi dalam bentuk yang operasioanl .
b)Bentuk produk belajar.
c)Dalam tingkah laku si pembelajar.
d)Jelas tingkah laku yang ingin dicapai.
e)Hanya mengandung satu tujuan belajar.
f)Tingkat keluasan yang sesuai.
g)Rumusan kondisi pembelajaran jelas dan di cantumkan standar tingkah laku yang dapat diterima.

Adapun ( Degeng, 1989; juga Uno Hamzah , 1993 ) mengemukakan ada tiga komponen utama dari suatu rumusan tujuan pembelajaran, yaitu perilaku, kondisi, dan derajat criteria keberhasilan. Instruksional Development Institute ( IDI ) menambahkan satu komponen yang perlu lagi di spesifikasi dalam rumusan tujuan yaitu sasaran ( Audience ). Selanjutnya komponen-komponen mengingatnya disebut dengan bantuan mnemonic ABCD ( Audience, Behavioral, Conditions, dan Degree ).

2.Melakukan Analisis Pembelajaran.
Dengan cara analisis pembelajaran ini akan di identifikasi keterampilan-keterampilan bawahan ( subordinate skills ). Jadi posisi analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran merupakan perilaku prasyarat, sebagai perilaku yang menurut urutan gerak fisik langsung lebih dahulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal,sehingga analisis ini ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah-langkah desain berikutnya.
Dick and Carrey (dalam Uno, 2007: 26 ) mengatakan bahwa “Tujuan pengajaran yang telah di identifikasi perlu di analisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawahannya ( subordinate skills ).”Yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkah-langkah procedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu.
Gagne, Briggs dan Wager (dalam Uno, 2007: 26) mengemukakan bahwa “Tujuan analisis pengajaran adalah untuk menentukan keterampilan-keterampilan yang akan di jangkau oleh tujuan pembelajaran, serta memungkinkan untuk membuat keputusan yang diperlukan dalam urutan mengajar.” Adapun Atwi Suparman (dalam Uno, 2007: 26) menjelaskan bahwa “Analisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematik.dengan melakukan analisis pembelajaran ini, akan tergambar susunan perilaku khusus yang paling awal sampai yang paling akhir.”
Untuk menemukan keterampilan-keterampilan bawahan yang bersumber dari tujuan pembelajaran, digunakan pendekatan hierarki. Mengapa harus menggunakan pendekatan hierarki, karena anak didik di tuntut untuk harus mampu memecahkan masalah atau mengklasifikasi dengan ciri-cirinya, menerapkan dalil atau prinsip untuk memecahkan masalah.
Menganalisis subordinate skilss sangatlah diperlukan, karena apabila keterampilan bawahan yang seharusnya dikuasai tidak di ajarkan , maka banyak anak didik tidak akan memilki latar belakang diperlukan untuk mencapai tujuan, dengan demikian pembelajaran menjadi tidak efektif, sebaliknya, apabila keterampilan bawahan yang berlebihan, pembelajaran akan memakan waktu yang lebih lama dari semestinya , dan keterampilan yang tidak perlu di ajarkan malah akan menggangu anak didik dalam belajar menguasai keterampilan yang diperlukan.
Cara yang di gunakan untuk mengidentifikasi subordinate skilss dengan cara memilih keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ramah tujuan pembelajaran. Biasanya untuk mata kuliah atau mata pelajaran tertentu keseluruhan tujuan merupakan keterampilan intelektual. Teknik analisis keterampilan bawahannya menggunakan pendekatan hierarki, yaitu dengan memilih apa yang harus di ketahui dan dilakukan oleh anak didik, sehingga dengan usaha pembelajaran sedikit mungkin untuk dipelajari atau dikuasai melalui belajar.

3.Mengidentifikasikan Tingkah Laku Masukan dan Karekteristik Mahasiswa.
Menurut Uno (2007: 27) mengemukakan bahwa:
Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan kareteristiik siswa sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam memdeskripsikan strategi pengolaan pembelajaran. Aspek –aspek yang di ungkap dalam kegiatan ini bisa berupa dalam bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, atau kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar yang sesuai panduan kurikulum.
Adapun minat motivasi, kelakuan berpikir, gaya belajar, dll dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang dirancang oleh ahli.Misalnya tes gaya belajar bisa menggunakan tes yang dibuat oleh Keffe, tes berpikir formal bisa menggunkan tes menurut Piaget yang sudah pernah dilakukan di Amerika Serikat.

4.Merumuskan Tujuan Performansi
Menurut Dick and Carrey (dalam Uno, 2007: 27) mengemukakan bahwa tujuan performansi terdiri atas :
1.Tujuan harus menguraikan apa yang dapat dikerjakan atau di buat oleh anak didik.
2.Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat.
3.Menyebutkan criteria yang digunakan untuk menilai untuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.

Gagne,Briggs dan Mager (dalam Uno, 2007: 27) menjelaskan bahwa fungsi performansi objektif adalah:
1.Menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan.
2.Menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi yang sesuai.
3.Memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian.
4.Membantu anak didik dalam usaha belajarnya.

5.Mengembangkan Butir –Butir Tes Acuan Patokan.
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan yang di deskripsikan dalam suatu perangkap tujuan khsus. Istilah patokan ( criterion ) dipergunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan kelayakannya penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan atau belum, tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan.
Menurut Uno (2007: 28) mengemukakan bahwa bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk :
1)Mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum.
2)Menceking hasil belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran di lanjutkan.
3)Menjadi dokumen kemajuan belajar.

Mengembangkan butir-butir tes acaun patokan, Dick and Carrey merekomendasikan 4 macam tes acuan patokan yaitu :1) tes entry behavior merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan sebagai mana adanya pada permulaan pembelajaran, 2) Pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah di rancang sehingga di ketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang berada di atas batas, yakni keterampilan prasyarat. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk untuk menentukan nilai akhir ( perolehan belajar ) tetapi mengenal profil anak didik berkenaan analisi pembelajaran,
Tes sisipan merupakan tes acuan patokan yang melayani dua fungsi penting, yaitu mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran di ajarkan sebelum pasca tes, ( untuk mengetes kemajuan anak didik, sehingga dapat dilakukan perbaikan ( remedial) yang dibutuhkan sebelum pasca tes yang lebih formal. Pasca tes atau pos tes ; merupakan tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan belajar, sehingga dengan demikian dapat diidentifikasi bagian –bagian mana di antara tujuan pembelajaran yang belum tercapai.
Misalnya diterapkan pada mata kuliah perencanaan pengajaran, maka untuk melaksanakan tes entry behavioral dilaksanakan bersama-sama dengan prites mengapa? Hal ini didasarkan pada dua alternative, yaitu 1). Kedua tes tersebut sejauh mana keterampilan yang di miliki belajar sebelum pembelajaran di mulai, sehingga bagi perancang dapat menentukan star awal pembelajarannya; 2). Jam yang tersedia menurut kurikulum sangat terbatas mengingat jumlah sks-nya hanya tiga, sehingga jika dilakukan secara terpisah di anggap merugikan jam pembelajaran.
Untuk keperluan pasca tes atau post test mata kuliah perencanaan pengajaran yang di rancang dilakukan tiga kali pasca tes, mengapa? Hal ini disebabkan oleh :1 ). Mata kuliah perencanaan pembelajaran mempunyai pasca tes 30 soal. Sebagian besar tes tersebut adalah informasi verbal, sehingga si belajar ( mahasiswa ) harus mengingat sejumlah konsep untuk keperluan. Pensintesian jawaban dalam hal ini apabila pasca tes dilakukan satu kali diperhitungkan waktu yang tersedia seratus menit tidak cukup. Mengapa bentuk soal yang dibuat untuk keperluan pasca tes berbentuk esay? Hal ini sesuai dengan mata kuliah perencanaan pembelajaran yang telah ditentukan.

6.Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Dick and Carrey (dalam Uno, 2007: 29) mengemukakan bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada tiga tahap yaitu:
1)Mengurutkan dan mengumpulkan tujuan kedalam pembelajaran,
2)Merencanakan pra pembelajaran, pengetesan yang kegiatan tindak lanjut,
3)Menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.

Menurut Uno (2007: 28) mengemukakan bahwa komponen strategi pembelajaran terdisri atas:


aKegiatan pra pembelajaran.
Kegiatan pra pembelajaran di anggap penting Karena dapat memotivasi anak didik untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran misalnya. Di samping dapat memotivasi juga mereka mendapat petunjuk-petunjuk yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga pada akhir perkuliahan mahasiswa mamu mengusainya.
bPenyajian informasi
Dengan adanya penyajian informasi anaak didik akan tau seberapa jauh material pembelajaran material yang harus mereka pelajari, di sajikan sesuai dengan urutannya, keterlibatan mereka dalam setiap urutan pembelajaran.
cPeran Serta siswa
Peserta harus di beri kesempatan berlatih dalam setiap rangka pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk tanggung jawab atau mengerjakan soal-soal latihan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
dPengetesan
Untuk keperluan pengetesan ada 4 macam tes acuan patokan yang dapat digunakan, yaitu :1). Tes tingkah laku masukan, 2). Pra tes, 3) tes sisipan, 4).Pasca tes.
eKegiatan tindak lanjut
Kegiatan tindak lanjut harus dilakukan karena rancangan pembelajaran dalam mata kuliah atau mata pelajaran tertentu dapat di kuasai seluruhnya oleh anak didik diukur pada penguasaan pasca tes.

7.Mengembangkan dan Memilih Material Pembelajaran
Dick and Carrey (dalam Uno, 2007: 31) menyarankan ada tiga pola yang dapat di ikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran,yaitu sebagai berikut:
1)Pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembeljaran dimasukan kedalam bahan, kecuali pra tes dan pasca tes.
2)Pengajar memilih dan megubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
3)Pengajar tidak memakai bahan,tetapi menyampaikan semua pembeljaran menurut strategi pembeljarannya yang telah disusunnya.

8.Mendesain dan melaksanakan evaluasi formative
Menurut Uno (2007: 31) menjelaskan bahwa “Evaluasi formative perlu dilakukan karena evaluasi ini adalah salah satu angka dalam mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran.”
9.Merevisi bahan pembelajaran
Menurut Uno (2007: 32) menjelaskan bahwa:
Merevisi bahan pembelajaran perlu dilakukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif bila di gunakan dalam keperluan dalam pembelajaran, sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

10.Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Menurut Uno (2007: 32) menjelaskan bahwa:
Evaluasi sumatif perlu dilaksanakan karena melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, dimana dasar keputusan penilaian di dasarkan pada keefektifan dan keefesiensi dalam kegiatan belajar mengajar.

Silabus KTSP
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dalam Google.com (2008) mengemukakan bahwa “silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian”. Silabus bermanfaat sebagai pedoman pengembangan pembelajaran lebih lanjut, mulai dari perencanaan, pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan penilaian.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Google.com (2008) bahwa “silabus adalah garis besar ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok materi pelajaran”. Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada kelas dan jenjang tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat.
Menurut Google (2008) mengemukakan bahwa “Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi, Kompetensi dasar dan indikator ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan pencapaian kompetensi untuk penilaian”. Cara menyusun silabus adalah sebagai berikut :
1.KD (Kompetensi Dasar) dituliskan dengan memakai Kata Kerja + Kata Benda, sehingga rumusnya adalah KD=KK + KB
2.Indikator dituliskan dengan memakai Kata Kerja Operasional + Materi Essensial.
3.Materi Pokok adalah Kata Benda yang ada pada masing-masing Kompetensi Dasar (KD).
4.Kegiatan Pembelajaran isinya harus merupakan kegiatan siswa dan life skill yang terkait dengan kegiatan pembelajarannya, dan tidak perlu menggunakan kata-kata siswa dapat, tapi langsung pada kegiatan siswa.
5.Penilaian diisikan dengan jelas jika tes tertulis terdiri dari apa sajakah tertulisnya sesuaikan dengan uraian pada kolom indikator, apakah bisa essay, pilihan ganda, penyusunan laporan atau lainnya yang sifatnya tertulis. Jika Tes-nya berbentuk Lisan demikian pula tes lisan nya apa saja.
6.Alokasi Waktu, biasanya menggunakan rumus perbandingan 1 2 4 yaitu pada TM (Tatap Muka) dikalikan 1 pada PS (Praktek di Sekolah) dikalikan 2 dan pada PI (Praktek di Industri) dikalikan 4
7.Sumber Belajar wajib dituliskan lengkap Judul Buku, Modul apa, yang ke-berapa serta Pengarang dan Penerbitnya.
Menurut Mulyasa (2005: 39) mengemukakan bahwa komponen-kompoinen silabus yang perlu dipahami yaitu:
a.Kompetensi dasar, yang berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator pembelajaran, mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran. Misalnya: Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu membaca puisi dan lainnya.
b.Materi standar dalam silabus berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada peserta didik dan guru /fasilitator tentang apa yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Misalnya:lagu wajib.
c.Hasil belajar, dalam silabus berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh peseta didik sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji. Hasil belajar ini bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Indicator penilaian hasil belajar dalam silabus berfungsi sebagai tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya perubahan perilaku pada diri peserta didik. Tanda-tanda ini lebih spesifik, dan dapat lebih dimati dalam diri peserta didik, jika serangkaian indicator hasil belajar sudah nampak pada diri peserta didik, maka target kompetensi dasar tersebut telah terpenuhi atau tercapai.
d.Penialian berbasis kelas (PKB) dalam silabus berfungsi sebagai alat dan strategi untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. PBK dapat dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran. Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pendekaan proses dan hasil belajar. Kedua pendekatan evaluasi tersebut perlu digunakan untuk melihat dan memantau penguasaan setiap peserta didik terhadap kompetensi tertentu yang diharapkan dicapai. PBK melalui pendekatan proses dan hasil peserta didik (portopolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), penampilan (performance), dan hasil karya tertulis (paper dan pen). Hasil PBK dapat digunakan untuk memperbaiki program pembelajaran, menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi dasar atau prestasinya, dan menentukan keberhasilan penerapan kurikulum secara keseluruhan.
e.Prosedur pembelajaran dalam silabus berfungsi mengarahkan kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh peserta didik dan guru dalam membentuk kompetensi dasar. Daam garis besarnya, prosedur pembelajaran ini mencakup kegiatan awal (pembuka), kegiatan inti (pembentukan kompetensi), dan kegiatan akhir (penutup).
Unsur-unsur yang harus terdapat dalam sebuah silabus diantaranya meliputi sebagai berikut:Stander KompetensiKompetensi Dasar
Materi Pokok/Pembelajaran
1.Kegiatan Pembelajaran
2.Indikator
3.Penilaian
4.Alokasi Waktu
5.Sumber Belajar
Catatan: Indikator dikembangkan berdasarkan KD

1.Standar Kompetensi
2.Kompetensi Dasar
3.Materi Pokok/Pembelajaran
4.Kegiatan Pembelajaran
5.Indikator
6.Penilaian
7.Alokasi Waktu
8.Sumber Belajar
Menurut Google.com (2008) menyebutkan bahwa isi silabus minimal harus mencakup unsur:
1.Tujuan mata pelajaran
2.Sasaran mata pelajaran
3.Keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik
4.Uraian topik-topik yang akan diajarkan
5.Aktivitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pembelajaran,
6.Berbagai teknik evaluasi yang akan digunakan.
Komponen silabus dalam Google (2008) terdiri dari:
1Bidang studi yang akan diajarkan
2Tingkat sekolah dan semester
3Pengelompokan standar kompetensi, kompetensi dasar
4Indikator
5Materi pokok
6Strategi pembelajaran
7Alokasi waktu
8Bahan/alat/media.
Komponen pokok silabus terdiri dari: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.
Manfaat silabus adalah sebagai pedoman dalam pengembangan seluruh kegiatan pembelajaran.

Prinsip Pengembangan Silabus dan Unit Waktu Silabus
Prinsip pengembangan silabus adalah: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, menyeluruh.
1.Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2.Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
3.Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4.Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5.Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6.Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7.Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8.Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
Unit Waktu Silabus
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.

Pengembangan Silabus dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.
1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.
2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.
3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1)Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;
b.keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c.keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
2)Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:
a.potensi peserta didik;
b.relevansi dengan karakteristik daerah,
c.tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
d.kebermanfaatan bagi peserta didik;
e.struktur keilmuan;
f.aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
g.relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu.
3)Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
aKegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
bKegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harusdilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
cPenentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.
dRumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
4)Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
5)Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
aPenilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
bPenilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
cSistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
dHasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
eSistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Implementasi Kurikulum KTSP
Secara umum istilah silabus dapat diartikan sebagai "garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi pembelajaran”, menurut Salim (dalam Susilana, 2006 : 231). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum yang berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompeten-si. Penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan pokok-pokok/uraian materi yang harus dipelajari siswa ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, .kegiatan dan strategi penilaian.dan alokasi waktu per mata pelajarao per satuan pendidikan dan per kelas. Pengembangan silabus merupakan salah satu tahapan pengembangan kurikulum, khususnya menjawab pertanyaan "Apayang harus dipelajari"? Silabus merupakan hasil atau produk kegiatan pengembangan desain pembeiajaran. Silabus juga sering disebut sebagai hasil atau produk pe-ngembangan disain pembelajaran, seperti PDKBM, GBPP, dsb.
Silabus bermanfaat sebagai pedoman bagi pengem-bangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan satuan pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, silabus juga bermanfaat dalam pengembangan sistem penilaian.
7Prinsip Pengembangan
Ilmiah
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi atau materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh peserta didtk, maka materi pembelajaran yang disajikan dalam silabus barus memenuhi kebenaran ilmiah. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus perlu melibatkan pakar/ahli di bidang ketlmuan masing-masing matapelajaran. Hal ini bertujuan agar materi pembelajaran yang disajikan dalam silabus teruji kesahihannya (validitas).
Memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa.
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Misalnya materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas dua maupun kelas tiga, baik mengenai cakupan dan kedalaman, maupun urutan penyajiannya.
Sistematis
Silabus dianggap sebagai suatu sistem, karena sebagai sebuah sistem maka enyusunannya harus dilakukan secara Sistematis. Sebagai sebuah sistem, silabus merupakan satu kesatuan yang memiliki tujuan, pokok materi, pengalaman belajar, alokasi waktu. Sejalan dengan pendekatan sistem tersebut, langkah-langkah Sistematis penyusunan silabus secara garis besar dimulai dengan menentukan dan menuliskan standar kompetensi, kemudian menentukan sejumlah kompetensi dasar dan materi pokok yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi tersebut.
Relevansi - terkait
Standar kompetensi yang disusun harus ada keterkaitan antara komponen dalam silabus, misalnya keterkaitan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan sumber rujukan. Contohnya, jika standar kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa "Memahami struktur dan fungsi tubuh hewan sebagai pendukung aktivitas kehidupannya", maka kompetensi dasar yang releven dengan standar kompetensi tersebut adalah: (1) mengidentifikasi sistem organ pada hewan Avertebrata beserta fungsinya; (2) Mengidentifikasi system organ pada hewan Vertebrata beserta fungsinya.
Konsisten - taat azas
Komponen-komponen yang ada dalam silabus harus konsisten satu dengan yang lainnya. Misalnya hubungan antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar. Misalnya hubungan antara kompetensid asar dengan pengalaman belajar dalam bahasa Inggris. Salah satu materi pokok dalam mata pelajaran tersebut adalah Came "Findsome one who..". Pengalaman belajar yang konsisten dengan materi pokok tersebut adalah "Menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket untuk menemukan seseorang yang dicari". Contoh lain tentang konsistensi antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajara. Misalnya kompetensi dasarnya "Membuktikan bahwa udara menghantarkan suara". Pengalaman belajar yang konsisten dengan kompetensi dasar adalah "Melakukan percobaan, untuk membuktikan bahwa udara menghantarkan suara".
Adekuat - cukup/memadai
Prinsip ini mensyaratkan agar cakupan ruang lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk menunjang tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang pada akhirnya membantu tercapainya penguasaan standar kompetensi. Misalnya, salah satu kompetensi dasar mata pelajaran sains adalah "Menjelaskan struktur keilmuan sains ditinjau dari objek dan persoalannya yang dikaji pada berbagai tingkat organisasi kehidupan".

Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas enam langkah utama yang menjadi dasar dalam komponen-komponen pengembangan silabus, yaitu:
1.Identitas mata pelajaran
a.Nama MP
b.Jenjang sekolah
c.Kelas
d.Semester
e.Deskripsi singkat MP
Kedudukan MP
Karakteristik MP
Cakupan materi pokok
2.Standar kompetensi
Merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan dan harus dicapai siswa sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan. Pengembangan standar kompetensi perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar kompetensi tersebut. Penyusunan standar kompetensi jenjang atau tingkat pendidikan merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri, dan responsive terhadap keputusan kebijakan daerah maupun nasional. Namun dalam penyusunan standar kompetensi perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena jika sekolah atau kelompok sekolah mengembangkan standar kompetensi sendiri tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan kehilangan system untuk mengontrol mutu sekolah.
Sementara itu dalam Google.com (2008) mengemukakan bahwa “Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten”.
Tujuan adanya Standar Kompetensi Guru dalam Google.com (2008) adalah “sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran, dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya”.
Adapun manfaat disusunnya Standar Kompetensi Guru ini adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang berkepentingan terhadap kompetensi guru untuk melakukan evaluasi, pengembangan bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan.
Dalam Google.com (2008) mengemukakan proses pengembangan Standar Kompetensi Guru dirumuskan secara sistematik melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Melakukan analisis tugas guru, studi kepustakaan baik dalam negeri maupun luar negeri maupun meminta masukan dari para pakar pendidikan.
Mengidentifikasi kompetensi guru.
Menyusun buram Standar Kompetensi Guru.
Melakukan sosialisasi buram Standar Kompetensi Guru.
Melaksanakan uji coba Standar Kompetensi Guru.
Menganalisis hasil uji coba Standar Kompetensi Guru.
Menetapkan Standar Kompetensi Guru.
Langkah-langkah merinsi dan mengurutkan beberapa standar kompetensi adaiah sebagai berikut:
a.Melaksanakan analisis standar kompetensi. Suatu standar kompetensi dapat dianalisis atau dirinci menjadi beberapa sub kompetensi atau kompetensi dasar.
b.Mengurutkan rincian standar kompetensi. Setelah mendapatkan perincian dasar tersebut standar kompetensi. Tugas berikutnya adaiah mengurutkan beberapa sub kompetensi atau kompetensi.
Standar Kompetensi Guru dalam Google.com (2008) meliputi tiga komponen yaitu :
1.Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan;
2.Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai materi pembelajaran;
3.Pengembangan Profesi.

Masing-masing komponen kompetensi mencakup seperangkat kompetensi. Selain ketiga komponen kompetensi tersebut, guru sebagai pribadi yang utuh harus juga memiliki sikap dan kepribadian yang positip dimana sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melingkupi dan melekat pada setiap komponen kompetensi yang menunjang profesi guru.














Telah dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Guru meliputi 3 (tiga) komponen kompetensi dan masing-masing komponen kompetensi terdiri atas beberapa unit kompetensi. Secara keseluruhan Standar Kompetensi Guru adalah sebagai berikut :
Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, yang terdiri atas:
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
1.Menyusun rencana pembelajaran
2.Melaksanakan pembelajaran
3.Menilai prestasi belajar peserta didik.
4.Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik.
Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
1.Memahami landasan kependidikan
2.Memahami kebijakan pendidikan
3.Memahami tingkat perkembangan siswa
4.Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
5.Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan
6.Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan
Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional, yang terdiri atas :
Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran
Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi terdiri atas :
Mengembangkan profesi.

Terdapat dua pendekatan pokok dalam analisis dan urutan standar kompetensi, yaitu pendekatan prosedural dan pendekatan hierarkis.
Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural digunakan apabila standar kompetensi yang diajarkan berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan auatu tugas pembelajaran.
Diagram 1
Pendekatan Prosedural:



Contoh menyusun standar kompetensi dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial (PS) yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi; (1) mengidektifikasi konsep-konsep yang membangun PS, (2) mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. (3) mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat. Dari ketiga kompetensi di atas maka dari logika berfikir kompetensi untuk mengidentifikasikan konsep-konsep yang membangun PS harus paling dahulu dipelajari. Setelah itu baru kedua kompetensi itu baru kedua kompetensi berikutnya. Diantara kedua komptensi berikutnya penguasaan terhadap kompetensi mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan agar siswa dengan mudah mendeskripsikan perubahan social budaya masyarakat. Mengingat perubahan perubahan yan terjadi justru sebagai salah satu akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Bila disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 2
Pendekatan Prosedural






Beberapa hal yang perlu dicata dari contoh tersebut:
1)siswa harus menguasai standar kompetensi tersebut secara berurutan
2)masing-masing standar kompetensi'dapat diajarkan secara terpisah (independent)
3)Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah berikutnya.

Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan yang bersifat subordinate/berjenjang antara beberapa standar kompetensi yang ingin dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. Standar kompetensi yang mendahului merupakan prasyarat bagi standar kompetensi yang berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa standar kompetensi yang harus dipelajari lebih dufu agar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang lebih tinggi dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan "apakah yang yang harus sudah dikuasai oleh siswa, agar dengan pembelajaran yang seminimal mungkin dapat dikuasai standar kompetensi yang diperlukan sebelum siswa dapat menguasai standar kompetensi berikutnya"? Untuk memperjelas, berikut disajikan model analisi'S standar kompetensi menurut pendekatan hirarkis dalam mata pelajaran matematika.
Diagram 3
Pendekatan Hierarkis

Kompetensi 4: Melakukan pembagian  Kompetensi 3: Melakukan perkalian - Kompetensi 2: Melakukan pengurangan Kompetensi 1: Melakukan penjumlahan
Untuk memperoleh gambaran yang lebih terukur pada pemberian nilai untuk setiap kompetensi, maka perlu ditetapkan kinerja setiap kompetensi. Kinerja kompetensi terlihat dalam bentuk indikator, sebagai terlihat pada contoh lampiran berikut:
Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan :
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
KOMPETENSI
INDIKATOR
1.Menyusun rencana pembelajaran
a.Mendeskripsikan tujuan pembelajaran

b.Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan

c.Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok

d.Mengalokasikan waktu

e.Menentukan metode pembelajaran yang sesuai

f.Merancang prosedur pembelajaran

g.Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan

h.Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)

i.Menentukan teknik penilaian yang sesuai
2. Melaksanakan Pembelajaran

a.Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai

b.Menyajikan materi pelajaran secara sistematis

c.Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan

d.Mengatur kegiatan siswa di kelas

e.Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan

f.Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)

g.Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif

h.Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif

i.Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses pembelajaran

j.Menyimpulkan pembelajaran

k.Menggunakan waktu secara efektif dan efisien
3. Menilai prestasi belajar.

a.Menyusun soal/perangkat penilaian sesuai dengan indikator/kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan

b.Melaksanakan penilaian

c.Memeriksa jawaban/memberikan skor tes hasil belajar berdasarkan indikator/kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan

d.Menilai hasil belajar berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan

e.Mengolah hasil penilaian

f.Menganalisis hasil penilaian (berdasarkan tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas)

g.Menyimpulkan hasil penilaian secara jelas dan logis (misalnya : interpretasi kecenderungan hasil penilaian, tingkat pencapaian siswa dll)

h.Menyusun laporan hasil penilaian

i.Memperbaiki soal/perangkat penilaian
4. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik

a.Mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian

b.Menyusun program tindak lanjut hasil penilaian

c.Melaksanakan tindak lanjut

d.Mengevaluasi hasil tindak lanjut hasil penilaian

e.Menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian


Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :

KOMPETENSI
INDIKATOR

1.Memahami landasan kependidikan


a.Menjelaskan tujuan dan hakekat pendidikan


b.Menjelaskan tujuan dan hakekat pembelajaran


c.Menjelaskan konsep dasar pengembangan kurikulum


d.Menjelaskan struktur kurikulum

2.Memahami kebijakan pendidikan


a.Menjelaskani visi, misi dan tujuan pendidikan nasional


b.Menjelaskan tujuan pendidikan tiap satuan pendidikan sesuai tempat bekerjanya


c.Menjelaskan sistem dan struktur standar kompetensi guru


d.Memanfaatkan standar kompetensi siswa


e.Menjelaskan konsep pengembangan pengelolaan pembelajaran yang diberlakukan (Misal : life skill, BBE/Broad Based Education, CC/Community College, CBET/Competency-Based Education and Training dan lain-lain).


f.Menjelaskan konsep pengembangan manajemen pendidikan yang diberlakukan (Misal : MBS /Manajemen Berbasis Sekolah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah dan lain-lain)


g.Menjelaskan konsep dan struktur kurikulum yang diberlakukan (Misal : Kurikulum berbasis kompetensi)

3.Memahami tingkat perkembangan siswa


a.Menjelaskan psikologi pendidikan yang mendasari perkembangan siswa


b.Menjelaskan tingkat-tingkat perkembangan mental siswa


c.Mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa yang dididik

4.Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya


p.Menjelaskan teori belajar yang sesuai materi pembelajarannya


q.Menjelaskan strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya


r.Menjelaskan metode pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya

5.Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan


a.Menjelaskan arti dan fungsi kerjasama dalam pekerjaan


b.Menerapkan kerjasama dalam pekerjaan

6.Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan


a.Menggunakan berbagai fungsi internet, terutama menggunakan e-mail dan mencari informasi


b.Menggunakan komputer terutama untuk word processor dan spread sheet (Contoh : Microsoft Word, Excel)


c.Menerapkan bahasa Inggris untuk memahami literatur asing/memperluas wawasan kependidikan.








1.Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional :
KOMPETENSI
INDIKATOR
1. Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran *)

Menguasai materi pembelajaran sesuai bidangnya *)


Keterangan : *) = disesuaikan dengan struktur keilmuan/kompetensi pada tiap satuan pendidikan


2.Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi :
KOMPETENSI
INDIKATOR
1. Mengembangkan Profesi


a.Menulis karya ilmiah hasil penelitian/ pengkajian/ survei/evaluasi di bidang pendidikan

b.Menulis karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang pendidikan sekolah

c.Menulis tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan sekolah pada media massa

d.Menulis prasaran/makalah berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan pada pertemuan ilmiah

e.Menulis buku pelajaran/modul/diktat

f.Menulis diktat pelajaran

g.Menemukan teknologi tepat guna

h.Membuat alat pelajaran/ alat peraga atau alat bimbingan

i.Menciptakan karya seni monumental/seni pertunjukan

j.Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.


3.Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah rincian dari standar kompetensi, berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang secara minimal harus dikuasai siswa.Untuk memproleh rincian tersebut perlu dilakukan analisis standar kompetensi. Untuk memperoleh rincian tersebut, perfu dilakukan analisis standar kompetensi. Caranya dengan mengajukan pertanyaan "kompetensi dan sub kompetensi apa yang harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi?”
Cara mengurutkan kompetensi dasar satna dengan cara mengurutkan standar kompetensi, yaitu menggunakan pendekatan prosedural, pendekatan hierarkis, dari mudah ke sukar, dari konkret ke abstrak. Pendekatan spiral, pendekatan tematis, pendekatan terpadu (Integrated), terjala (webbed), sebagainya.
Pendekatan prosedural digunakan jika kompetensi dasar yang dipelajari bersifat prosedural seperti langkah-langkah mengerjakan tugas. Pendekatan hierarkis digunakan jika hubungan antara kompetensi dasar yang satu dengan kompetensi dasar yang lain bersifat prasyarat, dalam arti suatu kompetensi harus dipelajari dulu sebelum mempelajari kompetensi dasar berikutnya. Contoh dari mudah ke sukar, misalnya: dari pengoperasian bilangan pecahan biasa ke berikutnya pengoperasian bilangan pecahan campuran. Dari konkret ke abstrak, misalnya dari mempelajari konsep konkret baru kemudian mempelajari konsep abstrak. Menurut pendekatan spiral, suatu materr pokok atau topik diberikan berulang-ulang, semakin luas dan semakin mendalam. Misalnya topik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) diberikan pada beberapa tingkat kelas (kelas 1, kelas 2, kelas 3). Topik sama tetapi kedalaman dan keleluasaannya berbeda. Semakin'tinggi kelasnya semakin mendalam dan luas cakupan materi yang diajarkan. Pendekatan terjala (webbed) merupakan salah satu bentuk pendekaran terpadu (integrated) atau tematis. Dalam menyajikan pembelajaran, topik dari beberapa mata pelajaran yang relevan disajikan secara terpadu atau terintegritasi dengan menggunakan suatu tema sebagai titik sentral. Misalnya kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai siswa adalah "Memecahkan masalah sampan di Perkotaan". Bertolak dari permasalahan sampah, dibahas pula segi ekonomi, kependudukan, kesehatan, dan sebagainya.
Berikut disajikan contoh perumusan kompetensi dasar dari suatu standar kompetensi.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami langkah-langkah pemecahan persoalan sains dengan menggunakan metode ilmiah, dengan menunjukkan keterampilan proses.
1.1. Mendeskripsikan keterampilan dasar dan keterampilan proses sains.
1.2. Mengenal langkah-langkah pemecahan masalah sains melalui metode eksperimen.
1.3. Mengenal langkag-langkah pemecahan masalah sains melalui metode observasi (non eksperimen)
1.4. Mengkomunikasikan percobaan atau hasil observasi secara tertulis dan secara lisan.

Contoh penjabaran standar kompetensi ke dalam kompetensi dasar dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS)
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun pengetahuan sosial
1.1.Mengidentifikasi keterpaduan dimensi-dimensi fenomena sosial.
1.2. Mendeskripsikan tujuan Pendidikan Sosial



Indikator
Indikator dikembangkan dari kompetensi dasar dengan memperhatikan materi dengan menggunakan kata kerja yarig operasional dengan tingkat berfikir yang menengahdan tinggi. Tiap kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi tiga atau febih indikator. Setiap indikator dapat dibuat tiga butir soal atau lebih. Pengembangan indikator dan penentuan soal penilaian dilakukan oleh sekolah, dalam hai ini adalah guru. Dengan demikian guru dituntut agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan kompetensi dasar menjadi sejumlah indikator dan indikator menjadi sejumlah soal penilaian.
Indikator seperti yang dijelaskan di depan adalah gejala, perbuatan, atau respon siswa. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan cakupan materinya sudah terbatas. Kata kerja operasional yang digunakan pdaa indikator diantaranya menghitung, menafsirkan, membandingkan, membedakan, merangkum, menyimpulkan, dan sejenisnya.
Indikator juga digunakan untuk mengembangakan instrumen nontes, seperti pengukuran minat, sikap, motivasi, dan sejenisnya. Misalnya kita ingin mengukur minat seseorang mempelajari bidang studi bahasa Inggris, makaterlebih dahulu didefinisikan secara operasional apa yang dimaksud dengan minat. Definisi ini selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah indikator untuk menyatakan ciri-ciri orang berminat dan tidak berminat dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan. Misalnya ciri-ciri orang yang berminat adalah orang yang memiliki catatan pelajaran lengkap, selalu hadir di kelas, sering mengajukan pertanyaan, dansebagainya.
Soal penilaian yang digunakan harus diusahakan agar memberikan informasi yang sahih dan handal. Sahih berkaitan dnegan sampel bahan ajar yang diujikan, yaitu sejauhmana bahan penilaian mewakkili bahan ajar yang ada di dalam silabus. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya waktu penilaian, kfiususnya untuk penilaian pertengahan semester dan aikhir semester. Andal berkaitan dengan kesalahan pengukuran yang sering dinyatakan dengan indeks kehandalan. Langkah pertama dalam menyiapkan soal penilaian adalah tujuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan waktu dan bentuk soal.

1. Materi pokok dan uraian
Materi pokok adalah pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai kompetensi dasar dan yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indicator pencapaian belajar. Materi pokok ini sudah ditetapkan secara nasional dalam standar kompetensi mata pelajaran, makatugas pengembang/guru adalah menjabarkannya menjadi uraian materi pokok atau materi pembelajaran. Hal ini untuk mempermudah guru sekaligus untuk memberikan arah serta cakupan materi pembelajarannya.
Perumusan materi pokok dirumuskan dalam bentuk kata benda atau kata kerja yang dibendakan.
Contoh, jika kompetensi dasarnya adalah "melakukan perhitungan rugi laba', maka materi pokok atau materi pembelajarannya adalah "cara perhitungan rugi laba". Jika kompetensi dasarnya adalah "mendeskripsikan masalah-masalah dalam mewujudkan masyarakat madani", maka materi pokoknya adalah " masalah-masalah dalam mewujudkan massyarakat madani.




2. Alternatif strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah bentuk/pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Strategi pembelajaran terdiri atas kegiatan tatap muka (TM) dan non tatap muka (NTM).
• TM, kegiatan pembelajaran dalam bentuk interaksi langsung antara guru dengan siswa, seperti: ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi seminar, kuis, tes.
• NTM, pengalaman dan kegiatan belajar dalam bentuk interaksi siswa dengan objek/sumber belajar selain guru, seperti: mendemonstrasikan, mempraktikkan, mengukur, mensi-mulasikan, mengadakan eksperimen, mengaplikasikan, menganalisis, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah.

3. Alokasi waktu
Alokasi waktu perlu dirancang dalam pengembangan silabus, tujuannya adalah untuk membuat perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang telah ditentukan dengan memperhatikan tingkat kesulitan materi, luas materi, lingkup/cakupan materi, tingkat pentingnya materi.
Dalam setiap pedoman khusus pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran sudah tercantum banyaknya standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Dalam penyusunan alokasi waktu ini perlu memperhatikan kalender pendidikan.

4. Sumber bahan/acuan/rujukan
Sumber bahan adalah rujukan, referensi atau literatur yang digunakan baik untuk menyusun silabus maupun buku yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Hal ini berguna agar dalam menyusun silabus kita terhindar dari kesalahan konsep. Dalam penulisan sumber bahan atau rujukan ini perlu memperhatikan dan mengikuti cara penulisan yang standar (nama pengarang, tahun terbit, judul buku, kota, nama penerbit)
Penyusunan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut PP No 19 Tahun 2005 Pasal 20 mengemukakan bahwa “Pengertian Rencana Program Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus.”
Lingkup Rencana Program Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Ada pun komponen RPP (minimal) yaitu sebagai berikut:
Tujuan pembelajaran
Materi pembelajaran
Metode pembelajaran
Sumber belajar
Penilaian hasil belajar
Sedangkan Langkah-langkah menyusun RPP yaitu sebagai berikut:
Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai dari mencantumkan Identitas RPP, Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan.
Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut:
1. Mencantumkan Identitas
Terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran, Kelas¬, Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. RPP boleh disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
b. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (Standar kompetensi – Kompetensi Dasar – Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan)
c. Indikator merupakan:
1.ciri perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar
2.penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3.dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
4.rumusannya menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
5.digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
d. Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada kompetensi dasarnya.
2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Output (hasil langsung) dari satu paket kegiatan pembelajaran.
Misalnya:
Kegiatan pembelajaran: ”Mendapat informasi tentang sistem peredaran darah pada manusia”.
Tujuan pembelajaran, boleh salah satu atau keseluruhan tujuan pembelajaran, misalnya peserta didik dapat:
1.mendeskripsikan mekanisme peredaran darah pada manusia.
2.menyebutkan bagian-bagian jantung.
3.merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman sekelasnya.
4.mengulang kembali informasi tentang peredaran darah yang telah disampaikan oleh guru.
Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap pertemuan dapat memberikan hasil.
3. Menentukan Materi Pembelajaran
Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator: Peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.
Materi pembelajaran:
Ciri-Ciri Kehidupan:
Nutrisi, bergerak, bereproduksi, transportasi, regulasi, iritabilitas, bernapas, dan ekskresi.
4. Menentukan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:
a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya.
b. Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inkuiri, observasi, tanya jawab, e-learning dan sebagainya.
5. Menetapkan Kegiatan Pembelajaran
a. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan
a.Orientasi: memusatkan perhatian peserta didik pada materi yang akan dibelajarkan, dengan cara menunjukkan benda yang menarik, memberikan illustrasi, membaca berita di surat kabar, menampilkan slide animasi dan sebagainya.
b.Apersepsi: memberikan persepsi awal kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan.
c.Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari gempa bumi, bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi, dsb.
d.Pemberian Acuan: biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
e.Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelak¬sana¬an pengalaman belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).
2. Kegiatan Inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui peserta didik untuk dapat mengkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar peserta didik dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan indikator.
Untuk memudahkan, biasanya kegiatan inti dilengkapi dengan Lembaran Kerja Siswa (LKS), baik yang berjenis cetak atau noncetak. Khusus untuk pembelajaran berbasis ICT yang online dengan koneksi internet, langkah-langkah kerja peserta didik harus dirumuskan detil mengenai waktu akses dan alamat website yang jelas. Termasuk alternatif yang harus ditempuh jika koneksi mengalami kegagalan.
3. Kegiatan penutup
Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan.
Guru memeriksa hasil belajar peserta didik. Dapat dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan atau meminta peserta didik untuk mengulang kembali simpulan yang telah disusun atau dalam bentuk tanya jawab dengan mengambil ± 25% peserta didik sebagai sampelnya.
Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian remidial pengayaan.

b. Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.
6. Memilih Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang sebenarnya.
Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.
Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamat website yang digunakan sebagai acuan pembelajaran.
7. Menentukan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.
Evaluasi merupakan alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu dalam melakukan kegiatan evaluasi, baik prosedur, jenis, bentuk, dan alat evaluasi yang digunakan harus memenuhi unsur validitas dan reliabilitas, sehingga benar-benar dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya dan secara akademis maupun non akademis dapat dipertanggung jawabkan. Penilaian berbasis kelas seperti melalui penilaian portopilio, hasil karya, penugasan, kinerja, tertulis dan jenis serta alat penilaian lainnya dapat menjadi alternatif selama itu tetap konsisten memenuhi unsur validitas dan reliabiliatas.
Dari kelima langkah yang ditempuh dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran, pada intinya hanya terdiri dari empat aspek saja yang jadi sasaran pokok pengembangannya yaitu: perumusan tujuan, pengembangan isi/materi, pengembangan metode/media dan sumber belajar, dan terakhir pengembangan evaluasi. Sejalan dengan hal ini, dalam PP no. 19 tahun 2005 dalam Bab IV mengenai standar proses dirumuskan "Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).
Dengan berpedoman pada sejumlah teori dan peraturan pemerintah seperti diuraikan di atas, hendaknya bukan hanya rencana pembelajaran dianggap sesuatu yang penting dalam sistem pembelajaran, dan dalam pengembangannya di lapngan mungkin akan dijumpai berbagai bentuk dan model rencana pembelajaran yang dibuat oleh para guru, akan tetapi isinya tidak terlepas dari empat unsur pokok, yaitu: pengembangan tujuan, pengembangan isi/materi, pengembangan metode dan media serta sumber, dan pengembangan evaluasi pembelajaran.
Menurut Hamalik (2001:210) mengemukakan bahwa “evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran infomasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuatdalam merancang suatu system pembelajaran”. Rumusan itu mempunyai tiga implikasi, yaitu:
1.Evaluasi adalah suatu proses yang terus-menerus, bukan hanya pada akhir pembelajaran tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pembelajaran sampai dengan berakhirnya pembelajaran.
2.Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pembelajaran.
3.Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akuat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. Evaluasi merupakan proses yang berkenaan dengan mengumpulkan informasi yang memungkinkan kita menentukan tingkat kemajuan pembelajaran dan bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu mendatang.
Menurut Hamalik (2001 : 211-212) mengungkapkan bahwa evaluasi pada umumnya mengandung fungsi dan tujuan sebagai berikut:
1.Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar para siswa
2.Untuk menempatkan para siswa ke dalam situasi belajar mengajar yang tepat dan serasi dengan tingkat kemampuan, minat, dan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh setiap siswa
3.Untuk mengenal latar belakang siswa (psikologis, fisik, dan lingkungan), yang berguna, baik dalam hubungan dengan fungsi kedua maupun untuk menentukan sebab-sebab kesulitan belajar para siswa.
4.Sebagai umpan balik bagi guru yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program remedial bagi para siswa.

Sehubungan dengan fungsi-fungsi evaluasi maka menurut Hamalik (2001 : 212) dapat ditentukan sejumlah jenis penilaian sebagai berikut:
1.Evaluasi sumatif, yakni untuk menentukan angka kemajuan hasil belajar para siswa.
2.Evaluasi penempatan, yaitu menempatkan para siswa dalam situasi belajar mengajar yang serasi.
3.Evaluasi diagnostik, untuk membantu para siswa mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang mereka hadapi.
4.Penilaian formatif yang berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Teknik-Teknik Evaluasi
Teknik-Teknik Tindak Lanjut Jangka Panjang
Selanjutnya Hamalik (2001 : 218) mengungkapkan bahwa “dalam evaluasi terdapat teknik evaluasi yang digunakan untuk menilai siswa yang telah lulus dan telah bekerja atau menempati pekerjaan tertentu”. Penilaian itu perlu dilaksanakan terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang kendatipun kita harus memperhatikan banyak faktor yang berpengaruh khususnya dilapangan.
Teknik Penilaian Perubahan Perilaku Dalam Jangka Panjang
Adapun menurut Hamalik (2001 : 219) menyebutkan bahwa terdapat tiga teknik yang dapat digunakan, yaitu:
1.Observasi langsung terhadap si pelaku
2.Pengukuran tak langsung terhadap si pelaku
3.Pengukuran dengan bantuan orang lain
Teknik pengukuran dalam konteks latihan, meliputi yang berikut ini:
1.Teknik pengukuran langsung
Dengan system informasi kemampuan bekerja berdasarkan laporan para supervisor.
2.Pengukuran dampak secara tak langsung
Mengukur perubahan-perubahan dampak aspek produktifitas, tingkat kekeliruan, kecepatan atau kualitas kerja, tingkat pemborosan, dan sebagainya.
3.Pengukuran berdasarkan informasi pihak kedua
Dengan mewawancarai perilaku, kuesioner, catatan harian pelaku sendiri, dan wawancara dengan atasannya.
4.Teknik mengukur reaksi-reaksi dalam jangka panjang
Observasi langsung dengan sikapnya terhadap pekerjaan, pengukuran tak langsung mengenai perubahan pekerjaan atau wawancara tentang sikap terhadap perubahan pekerjaan.
Teknik Pengukuran dalam konteks pendidikan meliputi yang berikut ini:
1.Teknik pengukuran langsung
2.Pengukuran dampak secara tak langsung
3.Pengukuran berdasarkan informasi pihak kedua
4.Observasi langsung tentang usaha-usaha pendidikan lanjutan
Teknik-Teknik Evaluasi Akhir Pembelajaran
Menurut Hamalik (2001 : 220) menjelaskan bahwa “teknik-teknik evaluasi dilaksanakan pada akhir pembelajaran yang mencakup evaluasi terhadap perilaku keterampilan dan evaluasi terhadap aspek pengetahuan. Perilaku penampilan meliputi keterampilan-keterampilan kognitif, psikomotor, reaktif, serta interaktif. Pengetahuan meliputi aspek-aspek pengenalan, ingatan, dan pemahaman”.
Teknik Evaluasi Keterampilan Reproduktif
Menurut Hamalik (2001 : 220), mengemukakan teknik evaluasi keterampilan reproduktif sebagai berikut:
1.Aspek keterampilan kognitif
2.Aspek ketermpilan psikomotor
3.aspek keterampilan reaktif
4.Aspek keterampilan interaktif

Teknik Evaluasi Keterampilan Produktif
Hamalik (2001 : 221), mengemukakan teknik evaluasi keterampilan produktif sebagai berikut:
1.Aspek keterampilan kognitif
2.Aspek keterampilan interaktif
Teknik-Teknik untuk Menilai Pengetahuan
Menurut Hamalik (2001 : 221), menyebutkan untuk menilai pengetahuan dapat dipergunakan pengujian sebagai berikut:
1.Teknik penilaian aspek pengenalan
2.Teknik penilaian aspek mengingat kembali
3.Teknik penilaian aspek pemahaman

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. (2006). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta .
Hasan, Bachtiar. (2003). Perencanaan Pengajaran Bidang Study. Rosdakarya : Bandung .
Heizh Werkrick, Harold Knootz, (1993). Magament, a Global Perspective, Mc Graw Hill International Edition : Singapore
J.A.F. Stoner, R.E. Freeman,(1992). Management, Printice Hall : USA.
John A. Pearce II, Richard B. Robinson Jr, (1989) Management. Mc Graw Hill : Singapore
Lemhanas, (1989), Sistem Manajemen Nasional, PT Aries Lama: Jakarta.
Leslie W. Rue, Lloyd L. Byars, (1992) Management, skills and Appplication, Irwin: Boston.

Maman Ukas, (1999), Manajemen, Konsep, prinsip, dan Aplikasi, Ossa Promo Bandung
Mulyasa. (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Rosdakarya: Bandung.
Muslich, Mansur. (2007). KTSP 2007. Bumi Aksara : Jakarta
N Sudirman. (1991). Ilmu Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya: Bandung
Nugroho, Hendy. (2006). Kelinci Percobaab Itu Bernama Kurikulum. [Online]. Tersedia : http://www.suaramerdeka.com/harian/060325. [25 Maret 2006].
Nugroho, Hendy. (2006). Perubahan Kurikulum di Indonesia Sering Terkait Kebijakan Politik. [Online]. Tersedia : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/20. [20 Juni 2006]
Plunkett and Attner,(1997),Management, International Thomson Publishing: USA.
Pusat Kurikulum. (2006). Panduan Penyusunan KTSP BSNP 2006. [Online]. Tersedia : http://www.puskur.net/inc/isi/panduan ktsp. [Tahun 2006].
Soekisno, Bambang. (2007). Bagaimana Perjalanan Kurikulum di Indonesia. [Online]. Tersedia : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/10. [10 Juli 2007].
Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : FIP UPI Bandung.
Tim Redaksi Nuansa Aulia. (2006). Himpunan Perundang-Undangan RI tentang Guru dan Dosen Dilengkap dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. C.V. Nuanasa Aulia : Jakarta.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran.________: Bandung.
Uno, Hamzah. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta.
Usman, Uzer. (1992). Menajdi Guru Profesional. Rosdakarya : Bandung.



DAFTAR PUSTAKA
http//www.depdiknas.go.id (diakses tanggal 8 Januari 2008)
http//www.ktsp.go.id (diakses tanggal 8 Januari 2008)
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0609/11/humaniora/2943084.htm (diakses tanggal 31 Maret 2008)

http://re-searchengines.com/imamhanafie3-07-2.html (diakses tanggal 31 Maret 2008)

Moleong, Lexi. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung : Rosda Karya.

Muslich, M. 2007. KTSP, Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara

---------------- 2007. KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Suhertian, P. 2000. Konsep Dasar Dan Tehnik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

0 komentar:

Posting Komentar