Selasa, 27 April 2010

Yodometri dan Yodimetri

Judul : Yodometri dan Yodimetri
Tujuan : Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel sertamampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

Dasar Teori

Dasar : I2 + 2e 2I-
Yodometri : bila I- sebagai reduktor
Yodimetri : bila I- sebagai oksidator
Yodometri I- (+) oksidator
Sebagai I- biasa dipakai KI. Reaksi dapat berlangsung dalam lingkungan asam atau netral. Contoh :
BrO3 + 6 H+ + 6I- 3 H2O + 3 I2 + Br-
IO3 + 6H++5I- 3 H2O + 3 I2
Dalam yodometri I- dioksidis suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa-apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari.
Cara menghindari :
- Mempebesar [H+]
Jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH
- Memperbesar [I-]
Misalnya oksidasi dengan Fe3+
Fe3+ + I- Fe2+ + ½ I2
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut organis ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Cara menentukan titik akhir titrasi
- Tanpa indikator
Dapat dilakukan karena I2 dalam KI warna kuning, titrasi akhir kalau warna kuning hilang
- Dengan indikator amilum
Sebab I2 + amilum menghasilkan warna biru. Makin sensitive bila berisi I- dan kurang sensitive bila larutan panas
Yodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks. Reaksi yang terjadi adalah
Oksidator +2I- I2 + reduktor
I2 + S2O32- 2I- + S4O62-S
Diantara sekian banyak contoh teknik atau dalam analisis kuanitatif terdapat 2 cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secaa lagsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri(digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secaa kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun,metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri(oksidator yang dianalisi kemudian direaksikan dengan ion iodide berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat stndar atau asam arsenit).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.

Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi( III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
Oksidator + KI → I2 + 2e I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor+ I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S2O6

Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat .

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O

Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat (warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon, sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya:
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri seperti arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.
Yodimetri
Dalam hal ini I2 sebagai oksidator,maka harus direaksikan dengan suatu oksidator. Reduktor ada 2 macam : reduktor kuat & reduktor lemah
Dengan reduktor kuat berlangsung sempurna,cepat dan dapat juga berlangsung dalam lingkungan asam.

Alat & bahan
Alat
1.Neraca Analitik 2.Labu Erlenmeyer 100 ml 3.Gelas kimia








4.Pipet Tetes 5.Gelas ukur 6.Batang Penga

Prosedur kerja

Yodometri
a. Pembuatan larutan standar Natrium Tiosulfat 0,1 N


Ditimbang 24,8gr
Dilarutkan dengan aquades 1L
Disimpan dibotol reagen
Dambahkan 1 tetes kloroform





b.Standarisasi dengan larutan KIO3




- Pipet larutan 10mL kedalam labu erlenmeyer
- Ditambahkan 5mL KI 20%
- Ditambahkan 8mL H2SO4 - Iod yang dibebaskan dititar dengan larutan Natrium Tiosulfat hingga warna kuning
- Tambahkan indikator amilum
- Dititrasi terus hingga warna biru hilang
- Percobaan dilakukan duplo




c.Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O




- Ditimbang 1gr
Dilarutkan dengan aquades
Dimasukkan kedalam labu ukur 50ml
Dikocok


- Dipipet 5ml kedalam labu erlenmeyer
Ditambahkan KI 20% 25ml dan H2SO4 4 N 25ml
Dititrasi dengan Na2S2O3 hinga warna merah muda
Ditambahkan amilum 5 tetes
Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang


Yodimetri
a.Standarisasi larutan iod 0,1 N



Ditambahkan 6,35gr pada botol timbang
Dimasukkan dalam labu ukur 500ml
Ditambahkan 50gr KI
Dilarutkan dalam 40ml aquades
Diencerkan sampai 500ml
Pipet larutan 10ml dalam labu erlenmeyer
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 setelah warna merah muda
Ditambahkan indikator amilum 5 tetes
Titrasi dilakukan hingga warna biru hilang
Dilakukan dupl


- Dipipet 5 ml kedalam Erlenmeyer
- Ditambahkan KI 20% 25 ml & H2SO4 4 N 25
mL
- Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna merah
Muda
- Ditambahkan amilum 5 tetes
- dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang



Yodimetri
a.Standarisasi larutan Iod 0,1 N


-ditimbang 6,35 gr pada botol timbang
-masukkan dalam labu ukur 500 ml
- tambahkan 20 gr KI
- larutkan dalam 40 ml aquades
- encerkan sampai 500 ml
- pipet larutan 10 ml dalam labu Erlenmeyer
- titrasi dengan larutan Na2S2O3 setelah warna merah Muda
-Tambahkan indikator amilum 5 tetes
- titrasi dilakukan hingga warna biru hilang
- dilakukan duplo

Hasil Pengamatan & Perhitungan
a.Yodometri
Standarisasi dengan larutan KIO3

labu Perlakuan Volume Vrata-rata Perubahan warna
1 Na2S2O4+KI+H2SO4 43,5 mL
dipakai Warna kuning - biru
Na2S2O4+KI+H2SO4 1,3 mL (44,8 + 36,1) - bening
+ indikator 2
= 44,8 mL 40,45 mL
2 Na2S2O4+KI+H2SO4 35 mL
dipakai Warna kuning - merah
Na2S2O4+KI+H2SO4 1,1 mL muda – biru – bening
+ indikator = 36,1 mL


Ket : Sebelum titrasi (terbentuk warna coklat muda)
Setelah titrasi (terbentuk warna bening)

Standarisasi dengan larutan KIO3
Pembuatan larutan standar KIO3
Dik : N KI = 0,1 N
V = 250 mL = 0,25 L
N = gr KIO3
Bex L
gram = N x BE x L
= 0,1 x 2,4 x 0,25
= 5,35 gr
Pembuatan larutan standar Natrium tiosulfat 0,1 N
Pada pecobaan ini (pembuatan larutan standar Natrium tiosulfat 0,1 N) dihasilkan larutan dengan warna coklat dan endapan hitam

Penetapan Cu (II) dalam CuSO4 . 5H2O

labu Perlakuan Volume Perubahan warna

1 Na2S2O4+KI+H2SO4 dipakai 6,9 mL - Sebelum titrasi terbentuk
(warna coklat muda)
2 Na2S2O4+KI+H2SO4+ indikator 1,3 mL - Setelah titrasi terbentuk
(warna bening)
= 8,2 mL

Konsentrasi larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1 . N1 = V2 . N2
N2 = V1. N1
V2
= 8,2 mL . 0,1 N
10 mL
= 0,082 N
Dengan persamaan reaksinya:
CuSO4 Cu2+ + SO42-
Kadar Cu(II) dalam CuSO4 . 5H2O = V x N x BE x 100%
Berat contoh
=10 mL x 0,082 N x 63, 54 g/ek
2 gr
= 0,01 L x 0,082 ek/L x 63,54 g/ek x 100%
2 gr
= 2,61 %






b.Yodimetri
Standarisasi larutan iod 0,1 N

labu Perlakuan Volume Vrata-rata Endapan yang terbentuk
1 Na2S2O4+KI+H2SO4 8 mL Coklat muda – kuning -
Yang dipakai biru - bening
Na2S2O4+KI+H2SO4 1 mL (9 + 10,5)
+ indikator 2
= 9 mL = 9,75 mL
2 Na2S2O4+KI+H2SO4 9,8 mL Coklat muda – kuning -
yang dipakai bening
Na2S2O4+KI+H2SO4 0,7 mL
+ indikator
= 10,5mL


Ket : Sebelum titrasi (terbentuk warna coklat muda)
Setelah titrasi (terbentuk warna bening)


Penye : Kosentrasi iod yang diperoleh
V1 . N1 = V2 . N2
N2 = 10,5 mL . 0,1 N
9 mL
= 0,12 N


A..Yodometri
1. Standarisasi dengan larutan KIO3
( terbentuk warna coklat & endapan hitam)
- Labu titrasi I
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai : 47,7 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai + indikator : 1,4 ml
- Labu titrasi II
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai :36 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai + indikator :0,8 ml

2. Penetapan Cu (II)dalam CuSO4.5H2O
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai : 7,2 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai + indikator : 1,4 ml
sebelum titrasi (terbentuk warna coklat muda)
setelah titrasi (terbentuk warna bening)

Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
Pada percobaan ini (Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N) dihasilkan larutan dengan warna coklat dan endapan hitam.
Standarisasi dengan larutan KIO3
Pembuatan larutan standar KIO3
Diketahui :
N KIO3 = 0,1 N
V = 250 mL = 0,25 L
N =
Gram = N x BE x L
= 0,1 x 2,4 x 0,25 = 5,35 gram
Labu Titrasi I
Volume natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai yaitu 47,7 mL + 1,4 mL = 49,1 mL. Jadi, V Na2S2O3 yang terpakai adalah sebesar 49,1 mL.Warna larutan yang dihasilkan pada percobaan ini yaitu dari kuning - biru - bening.
Titrasi II
Pada titrasi II Volume natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai yaitu 36 mL + 0,8 mL = 36,8 mL. Warna larutan yang dihasilkan adalah dari kuning – merah muda – biru – bening.
Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O.
Pada percobaan Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai adalah 7,2 mL + 1,4 mL = 8,6 mL. Sedangkan warna larutan yang dihasilkan adalah coklat muda – biru – bening.
Konsentrasi larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1N1 = V2N2
N2 = V1N1/V2
= 8,6 mL x 0,1 N / 10 mL
= 0,086 N
Dengan persamaan reaksinya :
CuSO4 Cu2+ + SO42-

Kadar Cu(II) dalam CuSO4.5H2O) = V x N x BE / berat contoh x 100%
= 10 mL x 0,086 N x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 0,01 L x 0,086 ek/L x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 2,73 %
B. Yodimetri
1. Standarisasi larutan iod 0,1 N
-Labu titrasi I
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai : 9 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai + indikator : 1 ml
-Labu titrasi II
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai :10,2 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang dipakai + indikator : 0,8 ml
sebelum titrasi (terbentuk warna coklat muda)
setelah titrasi (terbentuk warna bening)

Standarisasi larutan iod 0,1 N
Labu Titrasi I
Volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan yaitu : 9 ml + 1 ml = 10 ml, Jadi, V Na2S2O3 yang terpakai adalah sebesar 10 mL.Warna larutan pada titik akhir titrasi terbentuk yaitu : coklat muda – kuning – biru – bening.
Labu Titrasi II
Volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan yaitu : 10,2 mL + 0,8 ml = 11 ml. Warna larutan pada titik akhir titrasi yaitu coklat muda – kuning – bening.
Volume larutan Na2S2O3 yaitu = V1 + V2 / 2
= 10 mL + 11 mL / 2 = 10,5 mL.
Konsentrasi Iod diperoleh:
V1N1 = V2N2
N2 = V1N1 / V2
= 10,5 mL x 0,1 N / 10 mL
= 0,105 N



Pembahasan

Yodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 volt

Yodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku yodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih rendah, yodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari sistem yodium yodida. Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat.
Satu tetes larutan yodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Untuk menaikkan kepekaan titik akhir dapat digunakan indikator kanji. Yodium dilihat dengan kadar yodium 2 x 10-4 M dan yodida 4 x 10-4 M. Penyusun utama kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan yodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida. Adanya yodium dalam lapisan organik menimbulkan warna ungu.

Dalam percobaan ini,iodometri & iodimetri dimana dalam titrasi iodometri tak langsung menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks dimana reaksi yang terjadi adalah :
Oksidator + 2I- I2 + reduktor
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 N
Dimana langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan standar Na2S2O3 0,1 N sebanyak 24,8 gr yang dilarutkan dalam aquades,dalam labu ukur 100 ml .
Na2S2O3 0,1 N
Gr = M x Mr x L
= 0,1 N x 24,8 gr x 0,1 L
= 0,248 gr
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator kanji, yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai. Warna biru kompleks iodium kanji akan hilang pada saat titik akhir titrasi..
Larutan Na2S2O3 adalah standar sekunder karena sifatnya tidak stabil terhadap oksidasi dari udar,asam dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam pelarut.. Larutan Na2S2O3 0,1 N yang telah dibuat digunakan sebagai titran dalam penentuan Cu(II)dalam CuSO4.5H2O.
2. Penentuan Cu (II)dalam CuSO4.5H2O

Langkah yang harus pertama kali dilakukan dalam percobaan ini adalah 1 gr CuSO4.5H2O ditimbang & dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml kemudian dipipet 5 ml kedalam Erlenmeyer,ditambahkan 25 ml KI 20% dan H2SO4 4 N. KI 20 % ditimbang 20 gr kemudian dilarutakan dalam 100 ml, aquades dalam labu ukur. Sedangkan cara pembutan larutan H2SO4 4 N adalah melarutkan 10 ml H2SO4 dalam 100 ml aquades


.Reaksi yang terjadi antara Na2S2O3 dengan KIO3 adalah :
IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
3I- + 6 S2O32- 6I- + 3S4O62-
IO3- + +6 S2O32 + 6H+ I- + 3S4O62- + 3H2O

Jadi, BE IO3- = Mr / 6 = 35,67
Dalam percobaan ini terbentuk larutan yang ditambahkan dengan Na2S2O3 berwarna coklat & endapan hitam.




Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan :
1. Pada percobaan ini iodometri & iodimetri menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium
2. Titik akhir titrasi ditentukan dengan bantuan indikator amilum pada saat warna biru hilang.

kemungkinan kesalahan

. 1. Kurangnya kosentrasi pratikan-pratikan selama proses praktikum berlangsung
2. Kurang teliti dalam mencampurkan larutan
3. Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum



DAFTAR PUSTAKA

Teaching, team. 2008. Modul Penuntun Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
P. lukum, astin. 2005. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
DAY. J. Y. dan UNDERWOOD A. L. 2002. Analisis Kimia Kualitatif. EDISI VI.Jakarta : Erlangga
http ://medicafarma. Blogspot.com.
http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar