Kamis, 20 Mei 2010

isolasi dan karakterisasi senyawa flavonoid ekstrak metanol fraksi n-heksan dari umbi rumput teki (C. rotundus )”.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia yang beriklim tropis memiliki aneka ragam tumbuhan yang memegang peranan sangat penting dalam kelangsungan hidup makhluk diatas bumi ini. Tumbuhan merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Diantara sekian banyak tumbuhan ada beberapa spesies yang dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Pada bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, dan biji memiliki senyawa kimia yang berbeda. Senyawa kimia inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kini penggunaan dan permintaan terhadap tumbuhan obat tradisional semakin bertambah sehingga, penelitian kearah obat tradisional semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena efek samping obat tradisional yang lebih kecil dari pada obat modern.
Tumbuhan obat merupakan jenis tumbuhan yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Obat tradisional digunakan untuk berbagai macam tujuan seperti, menjaga kesegaran dan kesehatan tubuh secara keseluruhan, menyembuhkan penyakit tertentu, mengatur kehamilan dan kosmetik (Liu, 1999 dalam Asih, 2009).
Perkembangan pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional dengan penggunaan yang lebih baik, diperlukan suatu penelitian lebih mendalam tentang kandungan kimia bahan alam tersebut dan pembuktian khasiatnya secara klinis. Agar penggunaan obat tradisional tidak hanya berdasarkan pengalaman saja, tetapi dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya yang didukung oleh data ilmiah (Tambong, 1997 dalam Ahmad, 2004)

Salah satu dari sekian banyak tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional adalah rumput teki (Cyperus rotundus) termasuk famili Cyperaceae. Seluruh bagian dari rumput teki (C. rotundus) pada dasarnya bisa dijadikan sebagai obat. Baik pada daun, akar, maupun pada umbi. Akan tetapi, rumput teki (C. rotundus) merupakan tumbuhan yang tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Gorontalo pada khususnya. Hal ini di sebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat pada rumput teki (C. rotundus) yang mempunyai efek positif terhadap beberapa penyakit.
(Wardana, 2009) melaporkan bahwa umbi rumput teki (C. rotundus) mengandung alkaloid, sineol, pinen, siperon, rotunol, siperenon, siperol, serta flavonoid.
Diantara senyawa yang terkandung pada umbi rumput teki (C. rotundus), senyawa yang akan diteliti lebih lanjut adalah senyawa flavonoid. Sebab senyawa flavonoid pada umumnya berfungsi sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker, dan anti alergi. Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan, yang bisa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji (Srinigsih, 2002).
Dalam penelitian ini tumbuhan diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol, karena metanol bersifat seperti cairan sel yang dapat menyari semua komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan rumput teki (C. rotundus) baik yang bersifat polar maupun yang non polar.
Kandungan senyawa flavonoid yang diisolasi dari ekstrak metanol fraksi n-heksan pada tumbuhan rumput teki (C. rotundus) yang tumbuh di daerah Gorontalo belum ada yang melaporkan, maka peluang untuk menemukan flavonoid pada tumbuhan ini sangat besar. Bertolak dari hal tersebut, maka formulasi judul penelitian ini adalah:“isolasi dan karakterisasi senyawa flavonoid ekstrak metanol fraksi n-heksan dari umbi rumput teki (C. rotundus )”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah senyawa golongan flavonoid apa yang terdapat pada umbi rumput teki (C. rotundus)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui senyawa golongan flavonoid yang terdapat pada umbi rumput teki (C. rotundus).
1.4 Manfaat Penelitian
1.Untuk Penulis
Menambah pengetahuan penulis mengenai kandungan senyawa golongan flavonoid pada umbi rumput teki (C. rotundus).
2. Untuk umum
Sebagai bahan informasi terkait dengan kandungan senyawa golongan flavonoid pada umbi rumput teki (C. Rotundus)
Sebagai obat alternatif penyembuhan berbagai penyakit.
Sebagai acuan peneliti di masa mendatang





















BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Rumput Teki ( C. rotundus )
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan

Gambar 2.1 tumbuhan rumput teki ( C. rotundus )
Klasifikasi tumbuhan rumput teki (C. Rotundus) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Cyperales/Glumiflorae
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Jenis : Cyperus rotundus L.
Cyperus malaccinsis Lmk.
Cyperus procerus Rottb.
Cyperus elatus L.
Cyperus monocephalus Rottb.
Cyperus brervifolis Rottb.
(Sudarnadi, 1996)
2.1.2 Nama Daerah
Sunda : jukut pendul
Jawa Tengah : jukut pendek/teki
Gorontalo : manggata
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Rumput teki merupakan rumput menahun, batang tegak dalam rumpun, keluar dari rimpang yang merayap. Daun keluar hanya dari pangkal batang dalam tiga baris. Daun pada batang yang berbunga jauh lebih pendek dari daun pada batang yang tidak berbunga. Bunga majemuk terdapat pada ujung batang, dalam bentuk bongkol atau bercabang-cabang dengan percabangan radial terpusat dari satu titik, tetapi panjang cabangnya tidak sama, percabangan ini kadang-kadang bercabang lagi. Daun penumpu yang mendukung bunga majemuk mirip dengan daun. (Sudarnadi, 1996)
2.1.4 Ekologi Dan Penyebaran
Rumput teki (C. Rotundus) tumbuh pada tanah lembab di pinggir jalan, tanah terlantar, dan padang rumput. Dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 2.600 m dpl (Dalimartha dalam Hartati, 2008). Tanaman ini tumbuh liar di tempat terbuka atau sedikit terlindung dari sinar matahari, seperti di tanah kosong, tegalan, lapangan rumput, pinggir jalan, atau di lahan pertanian, dan tumbuh sebagai gulma yang susah di berantas.
2.1.5 Kandungan Kimia
Herba teki mengandung alkaloid, saponin dan tanin (Syamsuhidayat dan
Hutapea dalam Hartati, 2008), minyak atsiri (Dalimartha dalam Hartati, 2008), okanin dan vitexin (Han dalam Hartati, 2008). Umbi rumput teki mengandung alkaloid, sineol, pinen, siperon, rotunol, flavonoid, siperenon, dan siperol (Wardana, 2009).

2.1.6 Khasiat Tradisional
Biasanya bagian yang di pakai sebagai obat adalah umbinya (rimpang). Rimpang ini apabila direbus dapat digunakan sebagai obat dada (iga), sakit pada saat haid, haid tidak teratur, dan gangguan fungsi pencernaan, seperti mual, muntah, nyeri lambung, dan nyeri perut (Sudarnadi, 1996).
2.2 Senyawa Flavonoid
Flavanoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6―C3―C6 (Lenny, 2006).
Tiap bagian C6 merupakan cincin benzen yang terdistribusi dan dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan rantai alifatik, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2



Gambar 2.2: Struktur umum flavonoid (Achmad, 1986 dalam Rahmawan, 2008)
Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil ditunjukkan pada Gambar 2.3


Gambar 2.3: Jenis-jenis flavonoid (Mabry, et al, 1970 dalam Rahmawan, 2008 )
Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan: penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto–dihidroksil, dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoid O–glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C–glikosida) (Markham dalam Bialangi, 2008).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995 dalam Rahmawan, 2008).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan komponen kimia dari simplisia dengan menggunakan pelarut yang cocok. Hasil ekstraksi disebut ekstrak yang mengandung berbagai macam komponen kimia. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut, setelah pelarut menembus lapisan permukaan dinding sel kemudian berdifusi, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi diluar dan didalam sel. Pemilihan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi didasarkan pada kemampuan melarutkan zat aktif dalam jumlah yang maksimum (Sudjati, 1986 dalam Ahmad, 2004).
2.3.1.1 Jenies-Jenis Ekstraksi
Ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara panas. Ekstrasksi secara dingin dilakukan dengan cara meserasi dan perkolasi. Ekstrasksi panas dilakukan dengan refluks dan sokletasi.
Ekstraksi dengan cara maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukan simplsia halus kedalam sebuah bejana kemudian menambahkan cairan penyari, ditutup rapat dan dibiarkan selama 3 hari dan terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk sesekali setiap hari dan setelah itu cairan penyari dan simplisia dipisahkan dengan menggunakan evaporator, menghasilkan ekstrak kental, ekstrak kental diuji KLT.
Ekstraksi dengan cara perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara simplisia yang halus dibasahkan dengan cairan penyari dimasukan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator dituangi dengan cairan penyari sampai diatas simplisia terdapat selapis penyari ditutup perkolator dan dibiarkan seama 24 jam. Kemudian karan perkolator dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga selalu terdapat cairan penyari diatas simplisia-simplisia hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan kedalam bejana selama 2 hari ditutup ditempat yang sejuk dan terlindung dari sinar matahari.
Ekstraksi dengan cara sokletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan penyari akan dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Selanjutnya cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan mencapai maka seluruh cairan penyari akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai dengan jernihnya cairan yang lewat ditabung sifon.
Ekstraksi dengan cara refluks
Ekstraksi dengan cara refluks pada dasarnya adalah ekstraksi secara berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat atau erlemeyer yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uapan tersebut akan turun kembali menyari zat aktif didalam simplisia tersebut demikian seterusnya. Ekstraksi secara refluks biasanya dilakukan 3 kali ekstraksi selama 4 jam.


2.4 Isolasi dan Pemurian
Isolasi adalah proses pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak. Pemisahan ini didasarkan atas sifat adsorbsi dan partisi dari setiap senyawa yang dipisahkan terhadap adsorben dan cairan penyari yang digunakan. Dari proses isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk mengetahui jenis senyawa yang berada dalam simplisia (Rahmawan, 2008).
Isolasi biasa dilakukan dengan cara kromatografi. Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, di mana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, salah satu fasa tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner. Fasa stasioner biasa berupa padatan maupun cairan, sedangkan fasa bergerak berupa cairan maupun gas (Day dan Underwood, 2001).
Ada beberapa kromatografi yang sering digunakan yaitu kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis dan kromatografi gas. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya banyak digunakan untuk identifikasi senyawa kimia karena dapat memisahkan untuk senyawa yang banyak, sedangkan kromatografi gas dapat digunakan untuk senyawa yang mudah menguap.


2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu analisis yang digunakan untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi. Kromatografi ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang dilapisi dengan adsorben dan serbuk halus yang serba rata pada lempeng dengan ketebalan 0,1-02,5 mm. Lempeng sebagai kromatografi tebuka dan pemisahan didasarkan atas penyerap, komponen yang dipisahakan bergerak naik mengikuti naiknya pelarut, karena daya serap zat terhadap komponen tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga terjadi pemisahan. Pemisahan komponen dari suatu sediaan pada permukaan penyerap tergantung pada pelarut yang digunakan. Perbandingna kecepatan dari pelarut merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan. Perbandingan kecepatan Rate Of Low (Rf) yang didefinisikan sebagai perbandingan jarak yagn ditempuh zat terulisi dengan jarak yang ditempuh oleh cairan pengelusi atau fase gerak (Sudjadi, 1986 dalam Ahmad, 2004).
Rumus untuk mencari harga Rf adalah sebagai berikut :
Rf = jarak yang ditempuh zat terlarut
jarak yang ditempuh pelarut
2.4.2 Kromatografi Kolom
Pada ktomatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebababkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa yang bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom. (Roy, dkk, 1991).
Pemisahan komponen senyawa dengan metode kromatografi berdasarkan prinsip adsorbsi, partisi, dan penukar ion. Adsorben yang digunakan adalah keiselgurl, silika gel dan alumina.
Kieselgurl
Kieselgurl merupakan fosil alga diatomik yang kulitnya megandung asam silikat. Untuk tujuan kromatografi, kieselgurl harus dimurnikan terlebih dahulu.
Silika gel
Silika gel adalah senyawa amorf dan berpori. Nama lain dari silika gel adalah asam silikat (silicid acid). Silika ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar. Untuk fase polar, merupakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat sedikit asam. Silica gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan kaca dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. Silica gel kadang-kadang ditambah senyawa fluoresensi, agar bila disinari dengan sinar UV dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel GF254 yang berarti silica gel dengan fluoresen yang berpendar pada 254 nm. Silica gel untuk fase non polar terbuat dari silika yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin, minyak silikon raber gom, atau lilin. Dengan fase tersebut fase gerak air yang polar dapat digunakan sebagai eluen. Fase diam ini dapat memisahkan banyak senyawa, namun elusinya sangat lambat dan hasil uji ulangnya kurang bagus.
Alumina
Alumina (Al2O3) adalah salah satu penyerap yang paling banyak dipakai dan terdapat dalam bentuk modifikasi hampir semua senyawa organik, kecuali hidrokarbon alifatik jenuh, terserap oleh alumina basa. Alumina basa yang mengandung pusat-pusat aluminat, dan alumina asam yang mengandung ion klorida dapat berfungsih sebagai penukar ion. Kecepatan mengalir zat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya daya serap, sifat pelarut dan suhu sistem kromatografi.
Pemisahan komponen terjadi karena adanya perbedaan koefisien distribusi antara komponen-komponen tersebut. Komponen-komponen yang telah terpisah dapat dikumpulkan dalam bentuk fraksi-fraksi (Gritter, 1991 dalam Ahmad, 2004)
2.5 Spektrofotometer UV-vis.
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible yaitu sinar ultra ungu dan sinar tampak. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna.
Spektrofomoter digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofomoter dibandingkan dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah opsis. Suatu spektrofomoter tersusun dari sember spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau balngko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding.
Sumber : sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absobsi adalah lampu wolfram.
Momokromator : digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.
Wadah sampel : umumnya sel atau kuvet terbuat dari kuarsa dengan panjang kuvet 1 cm.
Detektor : memberikan respon terhadap radiasi pada berbagai panjang gelombang.
Rekorder : signal listrik dari detektor yang telah megalami penguatan direkam sebagai sperktrum yang berbantuk puncak-puncak.


Spektoskopi UV-Vis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Di samping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi diagnostik ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat pada salah satu gugus hidroksi fenol (Markham, 1988 dalam Rahmawan, 2008).
2.6 Spektrofotometer IR.
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 12.800 – 10 cm-1.. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat (12.800-4000 cm-1), daerah IR tengah (4000-200 cm-1), dan IR jauh (200-10 cm-1)(Khopkar, 2003).


Dari pembagian daerah spektrum elektromagnetik tersebut diatas, daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat spektrofotometer infra merah adalah pada daerah infra merah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 – 50 µm atau pada bilangan gelombang 4.000 – 200 cm-1.
Pada spektro IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sample akan dibandingkan dengan signal standard. Perlu juga diketahui bahwa sample untuk metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh.



BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dlakukan dilaboratorium Kimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Jln Jend. Sudirman No.6 Gorontalo. Selama 2 bulan.
3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan Tumbuhan
Bahan tumbuhan (sampel) yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput teki (C. rotundus) yang tumbuh di daerah Gorontalo yang diperoleh di sekitar kampus Universitas Negeri Gorontalo.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah: aquades, metanol, n-heksana, etilasetat, n–butanol, HCl pekat, serbuk Mg, NaOH, H2SO4 pekat, CH3COONa anhidrat, silika gel 60, dan plat KLT silika gel GF254, H3BO3 anhidrat, AlCl3, dan KBr.
3.2.3 Peralatan
Alat – alat yang digunakan pada penelitian adalah : gelas beker, penguap putar
vakum, corong, corong pisah, penyangga, klem, pipet mikro, pipet tetes, pipet volume, botol tempat sampel, kertas saring, pisau, penggaris, blender, timbangan analitik, lampu Ultra Violet 254 nm dan 366 nm, seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat kromatografi kolom, botol semprot, oven, lap, spektrofotometer Ultra Violet - Visibel, dan spektrofotometer inframerah.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengolahan Bahan Tumbuhan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi rumput teki (C.rotundus) yang tumbuh di sekitar kampus Universitas Negeri Gorontalo. Spesies ini di determinasi di Laboratorium Biologi Uniersitas Negeri Gorontalo Tumbuhan rumput teki di ambil umbinya, dibersihkan, kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka yang terlindung dari sinar matahari secara langsung, kemudian dihaluskan.
3.3.2 Ekstraksi dan Fraksionasi
Sampel berupa serbuk halus rimpang rumput teki (C.rotundus) sebanyak 1000 gram dimaserasi dengan metanol teknis. Maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam menghasilkan filtrat dan residu. Filtrat dipekatkan dengan evaporator pada suhu 30-400C, sampai diperoleh ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol yang diperoleh kemudian ditambah metanol : air (1:2), dan dipartisi dengan n-heksan (3x). Diperoleh fraksi n-heksan, fraksi metanol dan air. Fraksi n-heksan kemudian dievaporasi pada suhu 30-400C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Karena pada penelitian ini fraksi yang diteiti adalah fraksi n-heksan, maka untuk fraksi metanol dan air tidak dilanjutkan lagi. Ekstrak kental n-heksan kemudian diuji fitokimia dan dilanjutkan untuk dipisahkan dan dimurnikan.
3.3.3 Uji fitokimia
Uji fitokimia dilakukan terhadap fraksi n-heksan untuk mengetahui kelompok metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Ada beberapa uji fitokimia seperti uji alkaloid, uji steroid, triterpen dan saponin serta uji flavonoid. Karena flavonoid yang akan diteliti lebih lanjut maka perlu dilakukan uji flavonoid.
Uji flavonoid
Fraksi n-heksan pekat dari ekstrak metanol dibagi kedalam 4 tabung. Tabung pertama digunakan sebagai tabung kontrol, tabung kedua, ketiga dan keempat berturut-turut ditambahkan NaOH, H2SO4 pekat dan serbuk Mg-HCl pekat. Warna pada masing-masing tabung dibandingkan dengan tabung kontrol, jika terjadi perubaha warna dari tabung kontrol maka positif mengandung flavonoid.
3.3.4 Pemisahan dan Pemurnian
Fraksi n-heksan yang diperoleh dari hasil partisi, diuji fitokimia dan sebagian dianalisis dengan kromtografi lapis tipis sampai diperoleh pola pemisahan yang baik untuk memilih eluen yang akan digunakan dalam kromatografi kolom. Setelah diperoleh eluen yang sesuai, fraksi n-heksan dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel dan dielusi berturut-turut dengan fasa gerak n-heksan : aseton (dengan berbagai perbandingan). Semua fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom selanjutnya dianalisis dengan kromatografi lapis tipis untuk melihat pola noda yang digabungkan. Isolat kromatografi kolom yang memiliki faktor retensi (Rf) yang sama digabung dan diuapkan, serta diuji fitokimia.
3.3.5 Uji kemurnian
Isolat dari fraksi n-heksan hasil kromatografi kolom diuji kemurniannya dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan beberapa macam eluen. Jika isolat tetap menunjukan pola noda tunggal, maka dapat dikatakan bahwa isolat relatif murni.
3.3.6 Identifikasi senyawa.
Apabila fraksi n-heksan positif mengandung senyawa flavonoid, selanjutnya isolate positif flavonoid diidentifikasi menggunakan spektrofotometer Ultra Violet -Visibel dan spektrofotometer Inframerah untuk mengetahui golongan senyawa flavonoid apa yang teradapat pada umbi rumput teki (C.rotundus).


Lampiran


Dimaserasi dengan metanol teknis selam 3 x 24 jam
Disaring



Dievaporasi pada suhu 30-400C


Ditambahkan metanol dan air (1:2)
Dipartisi dengan n-heksan (3x)




Dievaporasi pada suhu 30-400C



Gambar 4 : Skema kerja ekstraksi dan fraksinasi



Diuji fitokimia
Diuji KLT
Dipisahkan dengan kromatografi kolom


Diuji fitokimia
Diuji KLT


Diuji kemurnian dengan KLT
Analisis UV-Vis dan IR




Gambar 5 : Skema kerja pemisahan dan pemurnian


Uji Fitokimia


Dibagi kedalam 4 tabung reaksi

Tbng kontrol + serbuk Mg + H2SO4 + HCl 0,5 M
Dikocok Dikocok Dikocok






Masing- masing tbng dibandigkan dengan tabung kontrol
Jika terjadi perubahan warna (+ flavonoid)

Gambar 6 : Prosedur Uji Flavonoid






DAFTAR PUSTAKA
Asih, Astiti I.A.R. 2009. Isolasi dan Identivikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai(Glycine max).Tersedia dalam http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/j-kim-vol3-no1-astiti%20asih.pdf. (diakses tanggal 10 januari 2010)
Ahmad, Nurjana Husain. 2004. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Flavonoid pada Tumbuhan Kunir Putih dari Ekstrak Metanol Fraksi n-Heksan (Curcuma Zedoaria (Berg) Roscoe). Skripsi: Gorontalo; UNG
Sriningsih, dkk. 2008.Analisis Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.): tersedia dalam www.indomedia.com/intisari/1999/juni/tempuyung.htm. (diakses tanggal 23 februari 2010)
Sudarnadi, Ir Hartono. 1996. Tumbuhan Monokotil. Jakarta: Swadaya
Hartati, sri. 2008; Uji antifiretik infusa herba teki (kyllinga brevifolia (Rottb). Hassk) pada kelinci putih jantan Galur Zealand. Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta; Surakarta 9(online) tersedia Dalam http://www.asiamaya.com/jamu/isi/teki_cyperusrotundus.htm (diakses tanggal 18 januari 2010)
Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Flafonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Tersedia dalam http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06003489.pdf (diakses tanggal 23 februari 2010)
Rahmawan Sjahid, Landyyun. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Tersedia dalam
http://darsono-sigit.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/laily-y-susanti.pdf (Diakses tanggal 16 Januari 2010)
Bialangi, Nurhayati. Dkk. 2008. Studi Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi Flavonoid dari Daun Tumbuhan Jarak Pagar (Jatropropha curcas) Asal Gorontalo. Gorontalo; UNG
Day & underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Roy, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Jakarta: ITB

0 komentar:

Posting Komentar