Senin, 14 Juni 2010

Pemanasan Global

BAB I
PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang
Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

1.1Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dari uraian diatas adalah
1)Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah:
2)Hidup Di Era Pemanasan Global dan Mengurangi Gas Rumah Kaca
3)Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
4)Efek rumah kaca pada Pemanasan Global dan perubahan iklim

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah:
1)Apakah pengertian Pemanasan Globa?
2)Apakah Akibat, Penyebab,Dampak, Solusi Pengendalian pemanasan Global?
3)Apakah Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim?
4)Bagaimana Efek rumah kaca pada Pemanasan Global dan perubahan iklim?




1.3Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah:
1)Menjelaskan Pengertian, Akibat, Penyebab, Dampak, Solusi pengendalian pemanasan global
2)Menjelaskan Hubungan Efek Rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim
3)Menjelaskan hubungan efek rumaah kaca pada pemanasan global dan perubahan iklim.


BAB II
KAJIAN TEORI

Istilah “efek rumah kaca” pertama kali dikemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824 untuk menjelaskan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet khususnya planet bumi.  Istlah “rumah kaca” sebenarnya merupakan sebuah analogi untuk menggambarkan bumi seperti dikelilingi oleh gelas kaca. Kenyataannya di lapisan atmosfer bumi terdapat selimut gas. Nah, saat panas matahari masuk ke bumi dengan menembus “gelas kaca” tersebut berupa radiasi gelombang pendek, maka sebagian pans tersebut akan diserap oleh bumi dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi jangka panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan “gelas kaca” dan terperangkap ke dalam bumi. Proses ini seperti kalau kita melihat “rumah kaca” di ladang pertanian atau perkebunan. Sebab memang fungsi dari “gelas kaca” tersebut adalah untuk menahan panas, sehingga dapat menghangatkan tanaman yang ada di dalamnya. Masalah timbul ketika aktivitas manusia yang berlebihan dan tanpa kendali menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas yang ekstrem di atmosfer. Inilah yang disebut dengan “efek gas rumah kaca” karena telah melebihi konsentrasi yang seharusnya. 
Berbagai aktivitas manusia yang berlebihan dan tanpa pengendalian diri telah menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas adalah naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) seperti pembakaran dari bahan bakar minyak (BBM), batu bara (misalnya untuk pembangkit listrik dengan batu-bara), bahan bahan organik lainnya.  Selain karbondioksida (CO2) yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC).
Para pakar paleo-klima bertanya, gas rumah kaca alami apa yang menyebabkan efek rumah kaca itu? Mula-mula diduga gas rumah kaca karbondioksida dari aktivitas
gunung api, yang menyebabkan efekr rumah kaca purba tsb. Akan tetapi, selama dua dekade para ahli terus memperdebatkan intensitasnya. Karena efek gas rumah kaca karbondioksida dari aktivitas gunung api, menurut perhitungan jauh lebih lemah dari fakta yang ada. Barulah pada tahun 1995 lalu, kelompok peneliti dari Universitas Harvard di Cambridge-Massachussets, di bawah pimpinan Prof. Dr. Rob Rye mematahkan teori karbondioksida tsb.
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer.
 Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya.
Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai model prediksi yang telah dibuat sebelumnya.
Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan:







Hampir semua es di kutub utara akan lenyap pada akhir musim panas 2012
Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh.
Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh.
Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 1.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Scambos.
“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari seluruh bagian dunia.
Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan. Benua ini jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi pernah mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran jika fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.

Urutan gambar satelit proses keruntuhan Wilkins Ice Shelf. Gambar besar di sebelah kiri diambil pada tanggal 6 Maret 2008. NSIDC mengambil gambar-gambar ini melalui satelit Aqua dan Terra milik NASA.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengertian
Istilah ”Global Warming” atau Pemanasan Global sepertinya menjadi sebuah kata yang  tidak asing lagi didengar telinga kita karena kata ini sering muncul di media cetak maupun media elektronik. Pemanasan global merupakan suatu proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir.  Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.  Selain itu meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan lainnya seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat lainnya dari pemanasan global ini akan berpengaruh terhadap hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Pada bagian selanjutnya, kita akan membahas mengenai  penyebab terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan kita di bumi serta bagaimana sikap dan tindakan kita sebagai manusia yang telah Allah perintahkan untuk menjaga dan merawat bumi ini.
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

3.2 Penyebab
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida , nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, ia akan berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.  Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.  Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi yang mengakibatkan panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini akan terjadi secara terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. 
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas itu di atmosfer, maka semakin banyak pula panas yang terperangkap di bawahnya.  Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin, sebab temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F) yang dihasilkan oleh rumah kaca telah membuat bumi menjadi lebih panas sebesar 33 °C (59 °F) dari temperaturnya semula dan apabila tidak ada efek dari rumah kaca tersebut, maka suhu bumi sebenarnya hanya -18 °C. Demikian sebaliknya, apabila gas-gas tersebut terlalu berlebihan berada di atmosfer, maka dapat mengakibatkan pemanasan global. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair. Dan ini akan menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Selain faktor alam, faktor manusia juga telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam peningkatan pemanasan global yaitu sekitar 90%.  Ini jelas terlihat dari indikasi pertambahan penduduk yang sangat besar, pembabatan hutan secara liar yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan, serta penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan berpengaruh pada pemanasan global. Sekarang kita melihat suatu realita dimana bumi ini semakin rusak oleh karena keserakahan manusia.  Akibatnya, frekuensi dan eskalasi bencana di muka bumi yang disebabkan oleh perilaku manusia (man made disaster) dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh manusia (policy made disaster) semakin meningkat.  Perusakan bumi akibat kebijakan manusia adalah hal yang paling berbahaya. Mengapa demikian? Karena hal itu dilakukan secara sistematis, terlembaga, rapi, dan “sah” secara hukum, dan semua dilakukan atas nama kebijakan pemerintah, atas nama pendapatan dari aktivitas perusahaan, serta atas nama legitimasi lembaga politik dan legitimasi ilmu pengetahuan dari lembaga pendidikan ataupun merupakan konspirasi mereka dalam sebuah jejaring untuk memperdagangkan bumi.
Penyebab pemanasan global antara lain:
Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi.
Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]





Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
Mengukur pemanasan global



Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
Model iklim


Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.


Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.[16] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.

3.3 Akibat
Gas Rumah Kaca (GRK) yang berada di atmosfer dihasilkan dari akibat berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu batubara) untuk keperluan seperti pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, pabrik2, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran hutan dan kegiatan pertanian. Kegiatan-kegiatan ini menghasilkan karbondioksida, metana, dan nitroksida, yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer.
Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

3.4. Dampak Pemanasan Global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
a). Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

b). Peningkatan Permukaan Laut


Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

c). Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

d). Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

e). Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
Pemanasan global yaitu meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi yang disebabkan oleh aktifitas manusia terutama aktifitas pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, dan gas alam), yang melepas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Atmosfer semakin penuh dengan gas-gas rumah kaca ini dan ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak pantulan panas Matahari dari Bumi. Dampak pemanasan global akan mempengaruhi:

Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Tinggi muka laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda , 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

a)Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada , sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Hewan dan tumbuhan
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

b)Kesehatan manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, demam dengue (demam berdarah), demam kuning, dan encephalitis . Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

3.5. Mengurangi Gas Rumah Kaca
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca,yaitu:
1)Mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon).
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya . Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan . Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norowegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

2)Mengurangi produksi gas rumah kaca.
Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil (BBM, batubara). Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara  menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbarui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbondioksida sama sekali.

3.6. Efek rumah kaca pada Pemanasan Global dan perubahan iklim

Top of Form
Perubahan Iklim yang kita dirasakan sesungguhnya merupakan suatu proses interaksi antara suhu, kelembaban, angin, curah hujan yang terjadi di permukaan bumi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh putaran/rotasi bumi saat mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Yang menjadi pertanyaan mengapa terjadi perubahan iklim global secara ekstrem.
Pemanasan global akibat adanya meningkatnya gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca yang berlebihan pada atmosfer bumi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim global secara ekstrem ini.
Istilah Efek rumah kaca itu sendiri diusulkan pengunaan namanya pertama kali oleh Joseph Fourier pada 1824, yang memiliki arti proses pemanasan permukaan suatu benda langit terutama planet atau satelit yang memiliki atmosfer yang disebabkan oleh tergangunya komposisi gas-gas rumah kaca pada atmosfernya. Komposisi gas-gas rumah kaca pada atmosfer Bumi terdiri atas CO2 (Karbon dioksida), N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbos), SF6 (Sulphur hexafluoride), PFCs (Perfluorocarbons), SO2 (sulfur dioksida), NO (nitrogen monoksida),  (NO2) nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas CH4 (Metan) dan (CFC) khloro fluoro karbon.
Gas-gas tersebut dihasilkan lewat proses alami di Bumi ataupun merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia saat memenuhi kebutuhan hidup. Gas yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi, kebakaran hutan, rawa-rawa, proses photosintesa, proses pembusukan  hingga proses bernafaspun merupakan sumber Gas Rumah Kaca alami. Sedangkan sisa pembakaran hasil industri, pembakaran bahan bakar fosil, emisi gas buang kendaraan bermotor adalah sumber Gas Rumah Kaca akibat dari aktivitas manusia. Meningkatnya Gas Rumah Kaca dimulai sejak abad 18 saat manusia menemukan teknologi industri yang banyak menggunakan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas maupun batubara untuk menghasilkan energi dan menyisakan gas-gas rumah kaca yang kemudian kian banyak terkumpul pada lapisan atmosfer melampaui batas kemampuan tumbuhan dan laut untuk mengabsorsinya. Lantas apa hubungan meningkatnya efek rumah kaca dengan perubahan iklim.
Meningkatnya kadar gas rumah kaca pada atmosfer yang merupakan mesin pengendali alami iklim di Bumi dapat mengganggu mekanismenya. Karena sifat dasar dari gas-gas rumah kaca yang melewatkan cahaya sinar tampak (gelombang pendek) Matahari namun menyerap gelombang panjang (sinar infra merah).  Saat pancaran / radiasi dari Matahari masuk ke Bumi, 25% dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh atmosfer dan atau partikel-partikel gas di atmosfer,  25% diserap oleh atmosfer,  45% diteruskan ke permukaan bumi dan oleh permukaan bumi seperti permukaan air, es dan permukaan refletif lainnya 5% dipantulkan kembali dalam bentuk gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah). Proses inilah yang disebut sebagai efek rumah kaca. Sesungguhnya, tanpa adanya efek rumah kaca pada sistem perikliman di bumi, maka suhu menjadi sangat rendah dan Bumi menjadi tidak layak huni. Dalam keadaan normal, Energi yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dalam bentuk radiasi infra merah diteruskan ke angkasa oleh atmosfer, namun saat kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, Sinar infra merah tersebut terhambat dan memantul kembali ke permukaan bumi, yang jika hal ini berlangsung terus-menerus dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan pemanasan global di permukaan Bumi. 
Meningkatnya suhu pada pemukaan bumi dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem dan mekasnisme biota di bumi, terutama hutan sebagai sarana pendaur ulang karbon dioksida di udara. Selain itu mengakibatkan mencairnya es di wilayah kutub hingga meningkatkan volume air laut dan mengancam kebedaraan daratan. Karena suhu merupakan salah satu parameter dari iklim maka saat terjadi perubahan suhu secara global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global yang ekstrim pula.

3.7. Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Secara umum iklim merupakan hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik dimana parameter-parameternya adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi  pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai rata-rata parameterparameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya. 
Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.


Efek Rumah Kaca

Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Berubahnya komposisi GRK di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat terhambat oleh GRK tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan Pemanasan Global.
Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.



Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya, dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya.

3.8. Hidup Di Era Pemanasan Global
 Saat ini seluruh umat manusia sedang hidup di era pemanasan global, yang mana bumi yang kita diami telah mengalami proses peningkatan suhu rata-rata dari atmosfer, lautan dan daratan. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan , di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu. Selain itu pemanasan global menyebabkan terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser di kutub Utara, dan punahnya berbagai jenis hewan. Efek pemanasan global juga menyebabkan  permukan laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20. Para ilmuwan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.  Pemanasan global menyebabkan perubahan ekosistem yang membawa dampak pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases) seperti meningkatnya demam berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk tersebut berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (seperti: Aedes Agipty), virus, bakteri dan plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu. Kesimpulan IPCC  sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad XX disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang mana aktor utamanya adalah manusia.  
Efek Rumah Kaca
 Istilah “efek rumah kaca” pertama kali dikemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824 untuk menjelaskan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet khususnya planet bumi.  Istlah “rumah kaca” sebenarnya merupakan sebuah analogi untuk menggambarkan bumi seperti dikelilingi oleh gelas kaca. Kenyataannya di lapisan atmosfer bumi terdapat selimut gas. Nah, saat panas matahari masuk ke bumi dengan menembus “gelas kaca” tersebut berupa radiasi gelombang pendek, maka sebagian pans tersebut akan diserap oleh bumi dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi jangka panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan “gelas kaca” dan terperangkap ke dalam bumi. Proses ini seperti kalau kita melihat “rumah kaca” di ladang pertanian atau perkebunan. Sebab memang fungsi dari “gelas kaca” tersebut adalah untuk menahan panas, sehingga dapat menghangatkan tanaman yang ada di dalamnya. Masalah timbul ketika aktivitas manusia yang berlebihan dan tanpa kendali menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas yang ekstrem di atmosfer. Inilah yang disebut dengan “efek gas rumah kaca” karena telah melebihi konsentrasi yang seharusnya.  Berbagai aktivitas manusia yang berlebihan dan tanpa pengendalian diri telah menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas adalah naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) seperti pembakaran dari bahan bakar minyak (BBM), batu bara (misalnya untuk pembangkit listrik dengan batu-bara), bahan bahan organik lainnya.  Selain karbondioksida (CO2) yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluor o karbon (CFC).

3.9. Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Kehidupan Manusia
Pemanasan global merupakan proses pemanasan pada bagian atmosfer karena untuk menghangatkan tumbuhan dari suhu yang dingin, sehingga tumbuhan dapat bertahan pada musim dingin. Cahaya matahari yang masuk ke bumi akan ditahan oleh lapisan ozon agar sinar yang masuk ke dalam bumi adalah sinar yang tidak membahayakan bagi makhluk hidup dan lapisan ozon akan mempertahankan suhu bumi agar tetap stabil. Radiasi matahari yang masuk ke bumi dalam bentuk gelombang pendek yang menembus atmosfer bumi kemudian berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang dipantulkan kembali ke atmosfer. Akan tetapi tidak semua gelombang panjang yang dipantulkan kembali oleh bumi dapat menembus atmosfer menuju angkasa luar karena dihadang dan diserap oleh gas-gas yang berada di atmosfer yang disebut gas rumah kaca. Peristiwa alam ini dikenal dengan efek rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca secara signifikan, sehingga menyebabkan akumulasi panas di atmosfer yang mempengaruhi sistem iklim global. Hal ini menyebabkan naiknya temperatur rata-rata bumi yang dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim, atau tepatnya perubahan beberapa variabel iklim seperti suhu udara dan curah hujan.
Enam jenis gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca, antara lain:
1.Karbondioksida (CO2) yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam).
2.Metana (CH4) berasal dari areal persawahan, pelapukan kayu, timbunan sampah, proses industri, dan eksplorasi bahan bakar fosil.
3.Nitrous Oksida (N2O) yang berasal dari kegiatan pertanian atau pemupukan, transporasi, dan proses industri.
4.Hidroflourokarbon (HFCs) berasal dari sistem pendingin, aerosol, foam, pelarut, dan pemadam kebakaran.
5.Perflourokarbon (PFCs) berasal dari proses industri.
6.Sulfurheksafluorida (SF6) berasal dari proses industri.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global akan menimbulkan dampak negatif, antara lain mencairnya lapisan es terutama di kutub utara dan selatan yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Akibatnya, volume lautan meningkat dan permukaannya naik sekitar 9-100 sentimeter sehingga akan menyebabkan tenggelamnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perubahan iklim juga akan menyebabkan pergeseran musim. Musim kemarau akan berlangsung lama dan dapat menyebabkan kekeringan, sehingga kebakaran hutan meningkat. Kebakaran hutan akan menyebabkan gas CO yang berbahaya bagi manusia banyak terbentuk dan ikut masuk dalam saluran pernapasan manusia ketika sedang bernapas. Penumpukan gas CO dalam saluran pernapasan akan menyebabkan sesak nafas, sehingga mengganggu kesehatan. Pergeseran musim menyebabkan musim hujan datang lebih cepat dengan kecenderungan intensitas curah hujan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor. Banjir merupakan luapan air yang melanda suatu daerah tertentu. Luapan air tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, karena di dalamnya terdapat mikroorganisme penyebab penyakit, sehingga dapat menurunkan kualitas air dan terjadinya krisis persediaan makanan. Penurunan kualitas air dan krisis persediaan makanan menyebabkan timbulnya penyakit, seperti malaria, demam berdarah, dan diare.
Perubahan iklim dapat kita antisipasi salah satunya dengan adaptasi (penyesuaian) terhadap perubahan iklim yang bertujuan untuk meminimalisasi dampak yang telah terjadi, mengantisipasi resiko, sekaligus mengurangi biaya yang harus dikeluarkan akibat perubahan iklim. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk beradaptasi antara lain:
1.Memahami kondisi cuaca dan pergerakan angin sebelum beraktivitas.
2.Penyesuaian pola tanam yang mengikuti peruahan musim.
3.Tidak menggali tanah yang miring di lereng bukit atau gunung untuk mencegah longsor.
4.Bagi yang bertempat tinggal di dekat pantai, agar mewaspadai pasang air laut.
5.Membudayakan hidup bersih dan membiasakan membuang sampah pada tempatnya unuk mencegah banjir karena tersumbatnya aliran air.
6.Membuat bak atau kolam untuk menampung hujan dan membuat sumur resapan.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek rumah kaca sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global adalah:
1.Membudayakan gemar menanam pohon dan menggunakan tanaman hidup sebagai pagar rumah.
2.Penebangan pohon harus diikuti dengan penanaman kembali bibit pohon yang sama dalam jumlah lebih banyak.
3.Hindari membakar sampah.
4.Jangan membuka lahan dengan membakar.
5.Hemat energi.
6.Usahakan menggunakan transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar ramah lingkungan.
7.Rawat mesin kendaraan secara berkala agar emisi gas buang kendaraan baik.
8.Bagi industri, selalu memantau emisi gas buang limbahnya

3.10. Cara Mengurangi Pemanasan Global
Gas rumah kaca (GRK) sebenarnya muncul secara alami di lingkungan. GRK adalah gas-gas seperti CO2, N2O, CH4 yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca (ERK) adalah kenaikan suhu akibat pantulan panas dari bumi diperangkap oleh GRK. Dalam keadaan normal dan seimbang, ERK ini amat berguna bagi kehangatan di bumi sehingga kehidupan nyaman. Tanpa GRK dan ERK yang normal dan seimbang, temperatur rata-rata bumi akan menjadi 33 derajat Celsius lebih dingin.
Akan tetapi, sekarang konsentrasi GRK menjadi lebih banyak akibat ulah manusia, seperti pembakaran bahan bakar minyak, penggundulan hutan, serta menimbun sampah sehingga berdampak terjadinya pemanasan global.
Pemanasan global adalah peristiwa peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi GRK di atmosfer. Pemanasan ini akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti peningkatan curah hujan di beberapa belahan bumi sehingga menimbulkan bencana banjir dan longsor. Sebaliknya di belahan bumi yang lain mengalami musim kering yang berkepanjangan.
Beberapa dampak pemanasan global terhadap kehidupan manusia di antaranya, lahan pertanian kehilangan kesuburannya, iklim menjadi tidak menentu dan mengganggu pertanian serta ketahanan pangan, sedangkan nelayan akan terganggu karena meningkatnya intensitas badai.
Lebih jauh lagi, desa pantai terancam abrasi dan tenggelam karena perubahan muka air laut. Kenaikan permukaan laut hingga 15-95 cm diperkirakan akan menenggelamkan daerah pantai pada tahun 2100. Pemanasan global juga meningkatkan jumlah tanah kering dan kritis yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan, mencairnya gletser di kutub namun terjadi krisis air di bumi, serta tatanan kehidupan perekonomian masyarakat rusak karena meningkatnya bencana alam. Juga akan meningkatkan frekuensi kebakaran hutan, memusnahkan berbagai jenis keanekaragaman hayati.
Selain itu, pemanasan global berdampak besar bagi kesehatan manusia. Salah satu penyakit yang kerap muncul akibat iklim yang tidak menentu adalah mewabahnya penyakit paru-paru. Bahkan sebuah riset menunjukkan, kenaikan suhu 1o C menyebabkan naiknya angka kematian menjadi 300.000 per tahun akibat penyakit dan mutu makanan mengandung bahan kimia.

Menghemat BBM
Salah satu solusi untuk mengurangi pemanasan global adalah dengan mengefisienkan penggunaan BBM dan gas. Beberapa di antaranya yang dapat dilakukan dengan mudah yaitu memilih produk dalam negeri karena produk impor akan membutuhkan BBM yang lebih banyak. Mengemudikan kendaraan dengan benar (ecodriving) juga akan menghemat BBM. Misalnya, tidak mengemudi dengan agresif dan pindah ke gigi yang lebih tinggi secepat mungkin juga jangan terlalu cepat saat pindah ke gigi yang lebih rendah.
Buat janji untuk pergi bersama dalam satu mobil dengan keluarga atau teman untuk menghemat BBM, jangan pergi sendiri-sendiri dengan mobil masing-masing jika arah tujuan sama atau sejalan. Bisa pula dengan bepergian dengan kendaraan umum yang sangat menghemat BBM karena dapat membawa banyak penumpang (bis, kereta api, angkot) dibandingkan dengan mobil pribadi. Berjalan kaki atau bersepeda di samping itu sangat baik untuk kesehatan, juga dapat menyelamatkan bumi dari polusi kendaraan bermotor.

Hijaukan pepohonan
Cara lainnya tentu saja melestarikan hutan alam. Keberadaan pepohonan berfungsi untuk menjaga keseimbangan pasokan air dan juga menjaga kualitas udara dengan menyerap polutan udara seperti CO2 yang dapat mengurangi kadar GRK. Pohon adalah pabrik oksigen bagi makhluk hidup. Satu pohon besar dapat menyumbangkan oksigen untuk dua orang. Akar pohon berfungsi menyerap dan menyimpan air sehingga membantu kita terhindar dari banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Pepohonan yang rindang dapat berfungsi sebagai AC alami karena dapat menurunkan suhu udara di sekitarnya.
Jika masyarakat masih saja kekurangan air untuk kebutuhan sehari-harinya, saat ini memang sulit untuk mendapatkan kualitas air yang bagus. Meski begitu, kita masih bisa menggantungkan kebutuhan akan air terhadap ketersediaan air hujan. Beberapa cara untuk menampung air hujan di antaranya membuat sumur resapan di bawah talang rumah, di halaman rumah atau di taman-taman kota. Dapat pula menggunakan konsep biopori yang semakin marak digalakkan juga merupakan cara yang baik.
Biopori berfungsi untuk mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Serta untuk mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Selain itu, biopori dapat mengurangi emisi dari kegiatan mengompos sampah organik secara terbuka. Adanya biopori akan menggemburkan dan menyuburkan tanah, dan juga akan mengatasi masalah timbulnya genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk demam berdarah.

3.11. pemanasan global bisa mengancam kehidupan di planet bumi
Fakta-fakta singkat berikut ini:
Mencairnya es di kutub utara & selatan
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya. Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang

Meningkatnya level permukaan laut.
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut (grafik di samping menunjukkan hasil pengukuran level permukaan air laut selama beberapa tahun terakhir). Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter! Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.

3. Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim
NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.

Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas-pun Anda sudah dapat melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa panasnya suhu disekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat di prediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita semakin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.
Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda juga dapat mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini melalui media masa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.

4. Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas
Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat.
Daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48 Celcius! (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30-37 Celcius). Suhu di St. George disusul oleh Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47 Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40 Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu 53 Celcius.

Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga 1. Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak.
Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara-negara Eropa lainnya. Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa.

Mungkin kita tidak mengalami gelombang-gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang Anda rasakan sehari-harinya. Anda dapat juga merasakan betapa panasnya suhu di sekitar Anda. Cobalah perhatikan seberapa sering Anda mendengar ataupun mungkin mengucapkan sendiri kata-kata seperti: “Panas banget ya hari ini!”
Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari pagi hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya suhu belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman ataupun orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang. Orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka di siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat menceritakan dengan lebih jelas beta-pa panasnya sinar matahari yang menyengat punggung mereka.

5. Habisnya Gletser-Sumber Air Bersih Dunia



Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!.








NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter kubik, Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.

3.12. Solusi Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia selalu meningkat. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca:
1.Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbondioksida sama sekali.

2.Persetujuan internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbondioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbondioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien. Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbondioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbondioksida.Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.



BAB IV
PENUTUP

4.1. Simpulan
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Penyebab pemanasan global antara lain:
Mengukur pemanasan global
Variasi Matahari
Efek umpan balik
Efek rumah kaca
Gas Rumah Kaca (GRK) yang berada di atmosfer dihasilkan dari akibat berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu batubara) untuk keperluan seperti pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, pabrik2, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran hutan dan kegiatan pertanian.
Dampak Pemanasan Global:
Gangguan ekologis
Suhu global cenderung meningkat
Peningkatan Permukaan Laut
Iklim Mulai Tidak Stabil
Dampak sosial dan politik
Cara Mengurangi Pemanasan Global:
a.Menghemat BBM
b.Hijaukan pepohonan



4.2. Saran
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi saran adalah:
1.Perlu dikaji kembali secara mendalam tentang pemanasan global dan efek rumah kaca
2.Untuk mengkaji pemanasan global dan efek rumah kaca perlu digunakan referensi terkini karena teori pemanasan global dan efek rumah kaca tentang selalu mengalami perkembangan.





DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/kategori:Perubahan_iklim
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Solar-cycle-data.png
http://mbojo.files.wordpress.com/2008/07/grk-1.jpg
http://mbojo.files.wordpress.com/2008/07/erk.png
http://aa-pemanasanglobal.blogspot.com/
http://www.meriam-sijagur.com/index.php/learning/94-pengetahuan-alam/573 efek-rumah-kaca-pada-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim.html
http://id.wikipedia.com/
http://wapedia.mobi/id/Berkas:Global_Warming_Map.jpg
http://wapedia.mobi/id/Berkas:Solar-cycle-data.png
http://wapedia.mobi/id/Berkas:Mauna_Loa_Carbon_Dioxide.png
http://wapedia.mobi/id/Berkas:IPCC_AR4_WGIII_GHG_concentration_stabilization_levels.png
http://wapedia.mobi/id/Berkas:Global_Warming_Predictions.png
http://www.forumsains.com/artikel/pemanasan-global/
http://hajaddb.co.cc/dampak-dan-solusi-pemanasan-global-global-warming
http://www.vitanouva.net/index.php?PHPSESSID=cc30u4m9lf6vggaemm1dfb4qt4&topic=1003.msg3760#msg3760
http://hajaddb.co.cc/dampak-dan-solusi-pemanasan-global-global-warming
http://firmansyah11.wordpress.com/2009/01/03/pengaruh-global-warming-terhadap-kehidupan-manusia/
http://www.alpensteel.com/article/108-230-pemanasan-global/1572-cara-mengurangi-pemanasan-global.html
http://fahrifirmansyah.blogspot.com/2009/11/pengaruh-global-warming-terhadap.html

0 komentar:

Posting Komentar