Kamis, 17 Juni 2010

pengukuran ion Hg(II) antara membran sol-gel PAR dengan cara reagen larutan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Logam Hg dikenal sebagai salah satu logam yang menyebabkan terjadinya pencemaran dalam lingkungan karena bersifat toksik. Logam Hg juga dapat menyebabkan kematian atau penyebab kerusakan pada otak manusia dan hewan. Di alam atau lingkungan, logam Hg umumnya berada dalam bentuk senyawa sebagai Hg2+. Terdapat beberapa metoda umum atau biasa dilakukan untuk menentukan keberadaan logam Hg(II), namun metode-metode tersebut cenderung rumit, memerlukan banyak waktu dan biasanya melibatkan instrumen yang besar (Ahmad , M, et al., 1998). Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode baru, salah satunya dengan cara optik Dalam prakteknya telah banyak dikembangkan penggunaan cara optik dengan sistem membran optode/optrode. Dalam sistem ini, reagen diimobilisasi ke dalam matrik tertentu, sehingga bila membran direaksikan dengan larutan analit, maka akan memberikan sinyal yang berupa perubahan warna. Dengan semakin pesatnya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan suatu membran dengan material pendukung lain yang lebih mudah untuk membuatnya. Salah satunya adalah membuat suatu membran dengan menggunakan teknik sol-gel.
Teknik sol-gel merupakan metode yang sering dipakai untuk memerangkap reagen ke dalam pori-pori material anorganik, dimana dengan teknik ini memungkinkan terjadinya difusi analit ke dalam suatu matrik (Costa- Fernandez,J.M, et al., 1998). Teknik sol-gel relatif lebih mudah untuk mengimobilisasi reagen secara encapsulasi dalam matrik yang stabil dan merupakan material yang transparan secara optik, stabil, bersifat permeabel dibandingkan polimer organik (Collinson, M,M, et al., 2000). Masalah yang muncul dengan teknik sol-gel ini adalah bagaimanakah kualitas fisik yang dihasilkan oleh sensor kimia membran sol-gel PAR dan juga mengenai kemampuan membran sol-gel PAR dalam pengukuran ion Hg(II) secara spektroskopi.

Melihat adanya teknik analisis konvensional untuk menentukan kandungan Hg(II) kurang efektif dan efisien, maka dalam penelitian ini dicoba untu mengembangkan suatu alat, sederhana dalam membuat dan mengoperasikannya yaitu dengan suatu teknik sol-gel untuk memerangkap reagen yaitu PAR yang kemudian dihubungkan dengan spektrometer USB 2000 “ Ocean Optics”. Hasil yang diperoleh dari karakteristik membran sol-gel PAR dibandingkan dengan metode reagen larutan adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara membran sol-gel PAR sebagai reagen kering dan reagen larutan dalam pengukuran ion Hg(II).

1.1Permasalahan
1.bagaimanakah kualitas fisik sensor kimia membran sol-gel PAR adalah transparan dan berwarna kuning?
2.Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada pengukuran ion Hg(II) antara membran sol-gel PAR dengan cara reagen larutan?

1.2Tujuan Penelitian
1.menjelaskan kualitas fisik sensor kimia membran sol-gel PAR adalah transparan dan berwarna kuning
2.menjelaskan perbedaan pengukuran ion Hg(II) antara membran sol-gel PAR dengan cara reagen larutan


BAB II
KAJIAN TEORI



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat Dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini : Pb(CH3COO)2. 3H2O; serbuk PAR; CH3COOH; CH3COONa; NH3; NH4Cl (Mr=53,49, Pa, Merck) ; HCl; etanol absolut; TEOS; aquades (semua bahan berkualifikasi p.a.). Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi : spektronic 21-D, spektrometer UBS 2000 “ Ocean Optic”, sejumlah peralatan gelas yang mendukung.


3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 pembuatan membran

dilarutkan dalam 4 ml etanol sampai homogen


ditambahkan komposisi sol-gel yaitu 10 ml etanol; 10 ml TEOS; 9,2 air dan 2 ml HCl
distirer selama 24 jam

dicetak dalam kuvet dengan jumlah tetesan yang sama tiap kuvetnya
diletakkan dalam cawan petri yang ditutup dengan plastik
dimasukkan dalam desikator selama 1 minggu(mengalami ageing)

3.2.2 Teknik Pengukuran Membran Sol-gel PAR Menggunakan Spektrometer USB 2000 “ Ocean Optics”
Pengukuran membran sol-gel PAR menggunakan spektrometer USB 2000
“Ocean Optics” adalah membran sol-gel PAR dilekatkan pada penghubung serat optik menggunakan perekat (double selotip) dan kemudian membran ini dicelupkan ke dalam larutan Hg(II) dan distirer supaya homogen, seperti yang tertera pada gambar 1.

Gambar-1.Skema Alat Untuk Mengukur Membran Sol-gel PAR dengan spektrometer USB 2000 “Ocean Optics”


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Kualitas Fisik Sensor Kimia Membran Sol-Gel PAR
Dari proses pencetakan larutan sol dalam kuvet dihasilkan membran yang secara fisik bersifat transparan, berwarna kuning, memiliki permukaan yang halus, dengan tingkat ketebalan rata-rata 0,71 mm. Waktu ageing yang baik dari pembuatan membran sol-gel PAR ini adalah satu minggu sehingga tidak akan terjadi leaching. Leaching ini terjadi karena karena masih terdapatnya kandungan air dalam sol-gel, sehingga pada saat sol-gel PAR berinteraksi dengan ion Hg(II), PAR akan terdissosiasi dengan air yang sebagian belum keluar dari pori-pori solgel (Perry,C.C, 1996).Penampakan permukaan sol-gel PAR yang dihasilkan dari foto mikroskop optik dengan perbesaran 200x, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


Gambar-2. Membran Sol-gel PAR Gambar-3. Membran Sol-gel PAR
Sebelum Bereaksi dengan Setelah Bereaksi dengan
Ion Hg(II) Ion Hg(II)

Pada gambar 2 dan 3, dapat dilihat perbedaan dalam penampakan membran sol-gel sebelum dan setelah bereaksi dengan ion Hg(II). Membran solgel PAR, sebelum bereaksi berwarna kuning, sedangkan membran sol-gel PAR setelah bereaksi dengan ion Hg(II) berwarna merah kecoklatan. Perubahan ini terjadi karena PAR dalam sol-gel bereaksi dengan ion Hg(II) didalam larutan.

4.2 Kemampuan Membran Sol-Gel PAR dalam Pengukuran Ion Hg(II) secara
Spektroskopi dibandingkan dengan Reagen Larutan
Kemampuan membran sol-gel PAR dalam pengukuran ion Hg(II) secara
spektroskopi dipelajari dari penggunaan membran sol-gel PAR berbasis serat optik. Dari hasil proses pengukuran membran sol-gel PAR berbasis serat optik tersebut dihasilkan karakteristik membran yang meliputi panjang gelombang maksimum, pH optimum, reprodusibilitas, batas deteksi, sensitivitas,selektivitas, dan waktu respon.




4.3 Karakteristik Membran Sol-gel PAR dan Metode Reagen Larutan dalam
Analisis Ion Hg(II)
Panjang gelombang maksimum merupakan selisih dari serapan yang
dihasilkan oleh analit dan blanko. Penentuan panjang gelombang maksimum untuk metode reagen larutan menggunakan spektrofotometer LaboMed,Inc., sedangkan untuk metode reagen kering menggunakan spektrometer USB 2000 “Ocean Optics” dengan merunut pada panjang gelombang 400-700 nm, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4 dan 5.



Gambar-4. Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada
Larutan Standar Hg(II) 10 ppm dengan Metode Reagen
Larutan

Gambar-5. Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada
Larutan Standar Hg(II) 10 ppm dengan Metode Reagen
Larutan
dari gambar 4 dan 5 di atas menunjukkan bahwa absorbansi maksimum dari senyawa kompleks Hg(II)-PAR untuk reagen larutan pada daerah tampak diperoleh pada panjang gelombang 558 nm. Sedangkan untuk metode reagen kering panjang gelombang maksimumnya diperoleh pada daerah 585 nm. Perbedaan panjang gelombang maksimum untuk metode reagen kering, yang mengalami pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang disebabkan karena adanya pengaruh pelarut yaitu etanol yang terdapat dalam pembuatan sol-gel. Pergeseran ini disebut sebagai pergeseran batokromik (pergeseran merah) (Sastrohamidjojo, 1991).


4.4 pH Optimum
pH berpengaruh dalam pembentukan senyawa kompleks yang terjadi dan
dalam penelitian ini untuk memperoleh pH range kerja dari reaksi antara ion Hg(II) dengan PAR untuk membentuk senyawa kompleks yang stabil dilakukan pada pH 3-9. pH optimum diperoleh melalui pengukuran absorbansi tertinggi pada panjang gelombang maksimum sehingga dari data tersebut dapat dibuat grafik pH optimum untuk reagen kering dan reagen larutan (gambar 6 dan 7).



Gambar-6. Kurva Penentuan pH Optimum pada Larutan Standar Hg(II)
10 ppm dengan Metode Reagen Larutan (maks 558 nm)




Gambar-7. Kurva Penentuan pH Optimum pada Larutan Standar Hg(II)10 ppm dengan Metode Reagen Kering (maks 585 nm)

Gambar 6 dan 7 di atas menunjukkan bahwa pH optimum untuk reagen larutan terletak pada pH 6,sedangkan pH optimum untuk reagen kering pada pH 4. Perbedaan pH optimum antara reagen larutan dan reagen kering disebabkan karena adanya penyusun matrik dalam reagen larutan dan reagen kering yang berbeda. Reagen larutan tersusun atas larutan analit, reagen, dan air, sehingga pH optimumnya lebih mendekati pH netral, disamping itu juga disebabkan karena kemudahan PAR untuk terdissosiasi dengan adanya pelarut air. Tetapi untuk reagen kering tersusun atas matrik lain selain penyusun di atas, yaitu larutan HCl. Adanya larutan HCl inilah yang mungkin menyebabkan pH optimum untuk reagen kering bersifat asam yaitu 4 (gambar 7).

4.5 Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi merupakan plot antara konsentrasi terhadap absorban. Pembuatan kurva kalibrasi adalah melalui data pengukuran signal yang dihasilkan oleh senyawa kompleks Hg(II) dalam berbagai konsentrasi larutan standar Hg(II), yaitu antara 0-10 ppm, pada panjang gelombang maksimum dan pH optimumnya. Pembuatan kurva kalibrasi untuk membran sol-gel PAR, pengukurannya menggunakan satu membran tanpa diregenerasi untuk setiap kali mengukur dan juga pada waktu responnya. Kurva kalibrasi untuk kedua metode pada range linier 0-10 ppm dapat dilihat pada gambar 8 dan 9.

Gambar-8. Kurva Kalibrasi Metode Reagen Larutan pada maks
558 nm, pH 6 dan range konsentrasi 0-10 ppm

Gambar-9. Kurva Kalibrasi Metode Reagen Kering pada maks
585 nm, pH 4 dan range konsentrasi 0-10 ppm

Kurva kalibrasi yang dihasilkan pada daerah range linier 0-10 ppm masih menunjukkan adanya titik-titik konsentrasi yang kurang tepat pada garis linier dan menghasilkan nilai koefisien korelasi (R) yang kecil (nilai koefisien korelasi untuk metode reagen larutan adalah 0,92, sedangkan untuk metode reagen kering sebesar 0,90). Sehingga untuk memperoleh nilai R yang lebih besar, maka dibuat suatu kurva kalibrasi dengan range linier yang lebih sempit. Dari range konsentrasi 0-10 ppm, dipilih range konsentrasi 0-1 ppm karena pada range konsentrasi tersebut memiliki nilai R yang lebih besar. Dari range konsentrasi 0-1 ppm dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut : (lihat gambar 10 dan 11).

Gambar-10. Kurva Kalibrasi Metode Reagen Larutan pada maks
558 nm, pH 6 dan range konsentrasi 0-1 ppm


Gambar-11. Kurva Kalibrasi Metode Reagen Kering pada maks 585 nm,
pH 4 dan range konsentrasi 0-1 ppm

Data yang diperoleh dari pengukuran pada kurva kalibrasi larutan standar
0-1 ppm dapat ditentukan nilai reprodusibilitas atau tingkat ketelitian dalam suatu
pengulangan.

Tabel-1. Data Hasil Analisis RSD (%)



4.6 Batas Deteksi
Batas deteksi merupakan konsentrasi terkecil dari suatu analit yang masih
dapat dideteksi oleh instrumen, dan diambil pada range konsentrasi dengan nilai
koefisien korelasi yang besar, yaitu pada range linier 0-1 ppm.

Tabel-2. Data Penentuan Batas Deteksi


Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi terkecil yang
dapat dideteksi oleh instrumen untuk metode reagen larutan lebih baik dibandingkan metode reagen kering (membran sol-gel -PAR). Hal ini besar kemungkinan disebabkan karena dalam metode reagen kering terdapat beberapa komponen penyusun lain selain kompleks Hg(II) seperti TEOS yang juga menyerap signal dari alat.


4.7 Analisis Regresi untuk Perbandingan Dua Metode dalam Pengukuran Ion
Hg(II)
Dua metode analisis yang berbeda yaitu dengan cara yang baku (reagen
larutan) dan cara yang baru (reagen kering), dapat dibandingkan dengan
memanfaatkan garis regresi yang didapat dari kurva perbandingan dua metode.

Gambar-15. Kurva Perbandingan Dua Metode dengan Analisis Regresi

Dari gambar 15, diperoleh persamaan garis regresi y = 0,7293x – 0,0114
dengan koefisien korelasi sebesar 0,968. Berdasarkan analisis regresi kedua metode yaitu reagen larutan dan reagen kering dengan tingkat kepercayaan 95 %, diperoleh hasil bahwa nilai t hitung > t tabel dengan nilai t hitung sebesar 8,676 sedangkan nilai t tabel sebesar 2,57. Berdasarkan Miller dan Miller (1992), bahwa jika nilai t hitung > nilai t tabel, maka hipotesa nol (Ho) ditolak sehingga hipotesa satu (H1) diterima. Hal ini berarti bahwa ada korelasi yang signifikan antara kedua metode, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa antara metode reagen larutan dan reagen kering tidak berbeda secara signifikan. Sehingga metode reagen kering bisa digunakan sebagai alternatif dari metode reagen larutan.


Bab v
penutup

5.1 kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa, kualitas fisik sensor kimia membran sol-gel PAR adalah transparan dan berwarna kuning. Membran yang dihasilkan memiliki permukaan yang halus dengan tingkat ketebalan rata-rata 0,71 mm. Waktu ageing sol yang baik adalah satu minggu sehingga tidak akan terjadi leaching. Kemampuan membran sol-gel PAR dalam pengukuran ion Hg(II) secara spektroskopi menghasilkan data karakteristik sebagai berikut. Metode reagen kering didapatkan lmaks pada 585 nm, pH optimum pada pH 4, daerah konsentrasi 0-1 ppm, batas deteksi sebesar 0,27 ppm (1,346.10-6 M) ppm. Logam interferen utama dalam analisis menggunakan reagen kering adalah ion Pb(II) dan waktu responnya 9 menit. Metode reagen larutan dihasilkan lmaks pada 558 nm, pH optimum pada pH 6, daerah konsentrasi 0-1 ppm, batas deteksi sebesar 0,178 ppm (8,87.10-7 M) Dari kedua metode dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengukuran ion Hg(II) antara membran sol-gel PAR dengan cara reagen larutan.

5.2 saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan metode yang berbeda

0 komentar:

Posting Komentar