BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di dunia. Dan setiap tahun produksi Ubi kayu semakin meningkat rata – rata 3 % dan meningkatnya produksi ubi kayu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah dari ubi kayu yaitu kulitnya. Ubi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya, Sehingga 1/5 sendiri limbah kulit ubi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan ubi kayu. Selama ini industri tepung tapioka, industri snack yang menggunakan bahan dasar ubi kayu dan industri yang lain yang memakai bahan dasar ubi kayu hanya memakai ubi kayunya sedangkan kulitnya di buang, sehingga dapat mencemari lingkungan.
Sering kali kita lihat bahwa dalam pembuangan limbah kulit umbi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan umbi kayu dari industri tepung tapioca, hasil pembuangan limbah kulit umbi kayu sering digunakan sebagai makanan ternak. Namun banyak orang tidak menyadari bahwa dalam pembuangan limbah kulit umbi kayu sangatlah bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Dimana semakin luas areal tanaman umbi kayu diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan. Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 - 20 % kulit umbi kayu. Manfaat yang didapat dari kulit umbi kayu diantaranya sebagai penghasil protein, flafonaoit, lemak dan karbohidrat.
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain : – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram – Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram – Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat besi 0,7 mg Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg – Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI – Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg – Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor 54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2 gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg – dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.
Sebuah percobaan besar yang dilakukan oleh Nurhayani H, Muhidin, Nurhayati Juli, dan I Nyoman P. Aryantha membuktikan bahwa pada kulit umbi kayu terdapat kandungan protein dengan menggunakan proses fermentasi.
Berdasarkan pemanfaatan kulit umbi kayu, diatas, maka peneliti ingin meneliti kandungan karbihidrat pada kulit umbi kayu dengan judul ”Analisis Kadar Karbohidrat Kulit Umbi Kayu Melalui Proses Fermentasi”
1.1Identifikasi Masalah
Untuk penggunaan yang lebih khusus manfaat kandungan karbohidrat pada kulit umbi kayu sebagai timbulnya mikroba pada kulit umbi kayu melalui proses fermentasi. Untuk menyelesaikan permasalahn diatas, maka pada penelitian ini bagaimana dapat Menganalisis kadar karbohidrat kulit umbu kayu melalui proses fermentasi.
1.2Rumusan Masalah
1.2.1Bagaimana menganalisis kadar karbohidrat kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi?
1.3Tujuan Penulisan
1.3.1Untuk mengetahui kadar karbohidrat kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi
1.4Manfaat Penulisan
1.5.1 Bagi penulis, menambah wawasan mengenai bagaimana cara menentukan kadar karbohidrat kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi
1.5.6 Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai kadar karbohidrat yang terdapat pada kulit umbi kayu melalui proses fermentasi
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Ubi Kayu (Mannihot esculenta)
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Ubi kayu (Mannihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah
2.2 Karbohidrat
Karbohidrat ('hidrat dari karbon', hidrat arang) atau sakarida (dari bahasa Yunani σάκχαρον, sákcharon, berarti "gula") adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Pada proses fotosintesis, tetumbuhan hijau mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat.
Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis.Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur.
Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida).
2.3 Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula.
Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme
2.4 Morfologi Tumbuhan
Tanaman singkong dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Upafamil : Crotonoideae
Bangsa : Manihoteae
Genus : Manihot
Spesies : M. esculenta
Nama binomial: Manihot esculenta
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80. cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.
Singkong ada 2 macam, yaitu singkong kuning dan singkong putih. Singkong kuning (singkong mentega) jika dimasak memiliki tekstur yang pulen dan cenderung lembut layaknya mentega. Singkong ini cocok untuk dibuat penganan singkong yang dihaluskan misalnya comro, getuk, ketimus, atau singkong goreng. Singkong kuning tidak cocok untuk dibuat keripik karena keripik sulit untuk mengering. Jika kan digorenga, singkong ini lebih baik direbus dahulu bersama bumbu hingga matang dan sedikit pecah, baru digoreng dengan minyak panas. Singkong putih lebih cocok untuk membuat keripik, karena teksturnya lebih padat dan keras. Singkong yang baik memiliki penampakan yang mulus, tidak terlalu banyak akarnya, tidak berwarna kebiruan dan tidak kering di bagian luarnya, juga tidak banyak “luka” pada kulitnya.
BAB III
METODE PENILITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Bahan
Kulit umbi ubi kayu
Ragi tape
Amil alkohol
HCl
NaOH
Indikator Fenofthalen
3.1.2 Alat
Cawan Petri
-Gelas kimia
Erlenmeyer
Corong destilator
Medium Agar Hitung (Plate Count Agar).
Labu Kjeldahl
pipet tetes
Tabung Reaksi
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Penghitung jimlah total mikroba
Di gerus
Di timbang sebanyak 1 gram
Di encerkan dengan menggunakan tabung reaksi
Diisi 9 ml larutan NaCL
- Dipipet ke dalam cawan Petri steril
Dilakukan secara duplo
Dituangkan medium platecount agar steril yang didinginkan
Dituangkan
- Dihomogen dgn cawan Petri digerakan melingkar agar terdapat sel-sel mikroba
3.2.2 Penyiapan substrat
Dicuci
Dirajang persegi
- Digunakan sebagai substrat pada proses f ermentasi
3.2.3 Optimasi dosis inokulum dan waktu fermentasi
- Diuji kemampuan ragi tape dalam memfermentasi kulit umbi ubi kayu
- Ditimbang 100 gram
- Dimasukkan kedalam wadah plastic (fermentor) secara aseptis
- Dilakukan berulang ulang kali
3.2.4 Analisis kandungan Karbohidrat
Ditimbang sebanyak 2 gr
dilarutkan dengan amil alkohol
ditsmbahkan 20 ml H2SO4 pekat
dimasukan ke dalam labu destilasi
corong destilator diisi larutan NaOH 45 %
Ditampung didalam erlemeyer yang beriisi 10 ml HCl
Ditambahkan beberapa tetes indikator fenofthalen
DAFTAR PUSTAKA
1. Ofuya, C. O. and Obilor, S. N., “The Suitability of Fermented Cassava Peel As A Poultry Feedstuff”, Bioresource Technology, 44 : 101 – 104 (1993).
2. Rukmana, R., “Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen” Penerbit Kanisius, Jakarta, 11 – 35 (1997).
3. Tjitjah, A.., “Biokonversi Limbah Umbi Singkong Menjadi Bahan Pakan Sumber Protein oleh Jamur Rhizopus sp. Serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging”, Disertasi Pascasarjana UNPAD, Bandung, 183 h (1995).
4. Beuchat, L. R., “Food and Beverage Mycology”, 2nd ed., Van Nostrand Company Inc., New York, 1 – 50, 269 – 516 (1987).
5. Tjitrosomo, S., Gunawan, G.A.W. dan Zakaria, M.A., “Kamus Istilah Mikologi”, Departemen Botani Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 97 h (1987).
6. Winarno, F. G., “Seri Teknologi Pangan III”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB, 11 – 19 (1984).
7. Judoamidjojo, M., Sa’is, E.G. dan Hartoto, L., “Biokonversi”, Pusat Antar Universitas-Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, 1 – 32 (1989).
8. Pederson, C. S., “Microbiology of Food Fermentations”, The Avi Publishing Co., Inc, Westport, Connecticut, 1 – 246 (1971).
9. Frazier, W. C. and Westhoff, D.C., “Food Mycrobiology”. 4th ed., McGraw-Hill, Inc., New York, 1 – 39 (1988).
10. Rahman, A., “Teknologi Fermentasi”, Penerbit Arcan, Jakarta, 33 – 35, 149 –162 (1992).
11. Cappuccino, J.C. and N. Shjerman, “Microbiology: Laboratory Manual”, The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., 51 –210 (1987).
12. Fardiaz, S., “Analisis Mikrobiologi Pangan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 35 – 46 (1993).
13. Alexopoulos, C.J., “Introductory Mycology”, 2nd ed., John Wiley & Sons, Inc., New York, 184 –210, 241 – 261, (1962).
14. Fardiaz, S., “Fisiologi Fermentasi”, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Sumber daya Informasi-IPB, 3 – 135 (1988).
15. AOAC, Official Methods of Analysis. 15th ed. “Agricultural Chemicals; Contaminantc; Drugs”, Vol. 1., Association of Official Analyticals Chemists, Inc., Washington DC, 6 – 90 (1990).
16. Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi, “Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian” Edisi ketiga, Liberty, Yogyakarta, 138 h (1984).
17. Suliantari dan Rahayu, W.P., “Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan - PAU Pangan dan Gizi IPB, 18 – 58 (1990).
18. Hartoto, L., “Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi”, Pusat Antar Universitas-Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, 5 – 129 (1992).
19. Martono, Budi dan Sasongko. 2005. Prospek Pengembangan Ubi Kayu http://202.169.224.75/detail.php
0 komentar:
Posting Komentar