BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran logam berat mendapat perhatian para pemerhati lingkungan, karena sifat logam berat yang berbahaya bagi manusia, tanaman, hewan dan makhluk hidup yang lain. Kesulitan dalam pengelolaan limbah yang mengandung logam berat disebabkan oleh bentuk dan kandungan logam berat dalam limbah yang sangat bervariasi. Tembaga (Cu) termasuk logam berat yang harus diwaspai keberada-annya, namun dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan tubuh untuk membentuk sel-sel darah merah karena dalam air mudah membentuk suspensi dan tidak dapat didegradasi, dalam jumlah lebih besar dan waktu pemaparan yang lama akan dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, iritasi hidung, mulut dan mata serta diare, disamping menyebabkan kerusakan pada hati.
Pengolahan air limbah yang me-ngandung tembaga dapat dilakukan secara fisika dan atau kimia, sehingga tembaga tidak menyebabkan pencemaran tanah dan air. Pengolahan secara fisika antara lain
dengan proses membran dan penjerapan yang relatif murah, sedangkan untuk proses kimia misalnya dengan pengendap-an bertingkat yang memerlukan biaya yang relatif besar. Tanah yang mengandung bahan organik, kation natrium, aluminium, besi dan silikat dapat menjerap logam berat (tembaga) yang terdapat dalam air limbah sebesar 5 – 100 mek/100 g.
Industri kerajinan tembaga merupa-kan salah satu industri yang berkembang di daerah Cepogo Boyolali Jawa Tengah sebagai salah satu sentra industri kerajinan tembaga yang memproduksi berbagai macam perabot rumah tangga. Selain menghasilkan produk yang bermanfaat, kegiatan industri tersebut menghasilkan air limbah yang mengandung senyawa tembaga. Sementara di daerah sekitarnya banyak pengrajin batu bata yang meng-gunakan bahan baku tanah. Oleh karena itu untuk mengurangi pencemaran tembaga dimungkinkan memadukan kedua jenis industri tersebut yaitu dengan memanfaat-kan tanah yang untuk menjerap tembaga dalam air limbah, kemudian tanah yang telah menjerap tembaga dapat diperguna-kan sebagai bahan baku pembuatan batu bata. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari kemampuan penjerapan tanah di sekitar industri kerajinan tembaga yaitu tanah berlempung (dari Sumberlawang Sragen), tanah lempung berpasir (dari Ngemplak Boyolali) dan tanah pasir (dari Nogosari Boyolali), di mana ketiga daerah ini masuk wilayah Jawa Tengah.
Permasalahan dalam penggunaan ke tiga jenis tanah sebagai penjerap tembaga (II) yaitu belum diketahui kemampuan dan model yang sesuai untuk penjerapan tembaga (II) dalam air limbah yang dapat digunakan dalam perancangan alat penjerap. Adapun tujuan penelitian yaitu mengetahui kemampuan dan menyusun model penjerapan pada reaktor batch tembaga (II) dengan tanah berlempung, tanah berpasir dan tanah pasir
1.2 Rumusan masalah
1.Bagaimana Pengolahan air limbah yang me-ngandung tembaga
2.Jelaskan mempelajari kemampuan penjerapan tanah di sekitar industri kerajinan tembaga
1.3 Tujuan penelitian
1.untuk mengetahui Pengolahan air limbah yang me-ngandung tembaga dapat dilakukan secara fisika dan atau kimia, sehingga tembaga tidak menyebabkan pencemaran tanah dan air
2.Untuk megetahui kemampuan penjerapan tanah di sekitar industri kerajinan tembaga yaitu tanah berlempung (dari Sumberlawang Sragen), tanah lempung berpasir (dari Ngemplak Boyolali) dan tanah pasir (dari Nogosari Boyolali), di mana ketiga daerah ini masuk wilayah Jawa Tengah.
4.Manfaat penelitian
1.Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pengolahan air limbah yang me- ngandung tembaga
2.Memberikan bekal kepada penulis tentang kemampuan penjerapan tanah di sekitar industri kerajinan tembaga
BAB II
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Yang Dipergunakan
1. Bahan Yang Dipergunakan
Tanah berlempung warna hitam (Sumberlawang Sragen), tanah lempung berpasir warna coklat (Ngemplak Boyolali) dan tanah pasir warna merah (Nogosari Boyolali) kedalaman 0 – 100 cm. Tembaga nitrat, Cu(NO3)2 (Emerck, kemurnian 99,98 %). Air limbah yang mengandung tembaga (Kerajinan tembaga di Cepogo Boyolali). Air suling (daya hantar listrik 0,1 μS/cm dan kadar Cu2+ = 0,0277 ppm).
2. Alat Yang Dipergunakan
Alat pengambil sampel tanah (soil auger), erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, pipet volum, pipet ukur, gelas beker, botol sampel Filter, atomic absorption spectrophotometer. (AAS)
Cara Kerja
Cara kerja penjerapan tembaga (II) pada reaktor batch disajikan dalam bentuk blok diagram pada Gambar 1. Analisis data dilakukan dengan model penjerapan isothermal Langmuir dan Freundlich serta Microsoft Excel Program.
Analisis Air Limbah dan Tanah
1.Kandungan Logam Berat Air Limbah
Kandungan logam dalam Air Limbah kerajinan tembaga di Cepogo Boyolali Jawa Tengah dianalisis dengan Atomic Absorption Spectro-photometer dan hasilnya disajikan pada Tabel 1.
Air Limbah mengandung 7 (tujuh) macam logam berat yang termasuk dalam kelompok berbahaya yaitu timah hitam (II), nikel (II), kromium (III) dan kadmium (II) yang mempunyai selektivitas yang lebih besar daripada tembaga (II) dan berpengaruh besar terhadap penjerapan tembaga (II) dengan tanah . Logam kobalt (II), seng (II) dengan selektivitas lebih kecil daripada tembaga (II) dan kurang berpengaruh terhadap penjerap-an tembaga (II) dengan tanah.
2. Analisis Sifat Tanah
Hasil analisis tanah berlempung warna hitam dari Sumberlawang, tanah lempung berpasir warna coklat dari Ngemplak dan tanah pasir warna merah dari Nogosari disajikan pada Tabel 2.
Tanah terdiri dari fraksi kerikil/ pasir sangat kasar (2,0–1,0 mm), pasir kasar (1,0–0,5), pasir sedang/biasa (0,5 –0,25), pasir halus (0,25–0,10), lanau (0,1-0,002) dan lempung (< 0,002). Kerikil, pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus berisi pasir kuarsa (SiO2) yang bersifat resisten terhadap pelapuk-kan. Pelapukan dapat terjadi pada partikel lanau menjadi lempung. Lempung merupakan gabungan dari ion-ion yang dapat mengembang dan mengkerut dengan adanya pembasahan dan pengeringan atau kemampuan menahan sejumlah air yang besar. Sebagian partikel lempung mempunyai muatan negatif dan mengikat kation-kation yang merupakan unsur yang esensial
pada permukaan lempung dan dapat terjadi pertukaran kation dengan kation-kation dalam larutan tanah. Lanau dan lempung disusun oleh mineral-mineral kaolinit, hidrous mika (illit), vermikulit, montmorillit dan klorit yang mempunyai kapasitas tukar kation pada pH 7,0 antara 15 – 150 mek/100 gram. Ukuran partikel suatu bahan penjerap mempengaruhi kecepatan penjerapan, semakin kecil ukuran partikel semakin besar kecepatan penjerapannya. Hal ini disebabkan oleh pendeknya jarak yang ditempuh kation pada proses difusi. Tanah berlempung dan tanah lempung berpasir mengandung komponen lanau dan lempung yang lebih besar daripada tanah berpasir, maka mempunyai kemampuan penjerapan yang relatif lebih besar dan lebih cepat daripada tanah berpasir.
Penjerapan Tembaga (II) Secara Batch
Penjerapan tembaga (II) secara batch dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan penjerapan tiga jenis tanah pada berbagai macam konsentrasi awal. Kemampuan penjerapan tiga jenis tanah pada kondisi kesetimbangan dengan 5 (lima) macam konsentrasi yang berbeda dan air limbah ditunjukkan pada Gambar 2. Pada keadaan kesetimbangan tanah berlempung, tanah lempung berpasir dan tanah pasir mempunyai kemampuan penjerapan tembaga (II) yang sebanding dengan konsentrasi awal. Pada konsentrasi awal yang sama, tanah berlempung mem-punyai kemampuan penjerapan yang lebih besar daripada tanah lempung berpasir dan tanah pasir. Kondisi ini disebabkan oleh kandungan komponen lempung dan lanau yang mempunyai kation Aluminium (III) dan Silika (II) yang mudah digantikan oleh tembaga (II) lebih banyak daripada dua jenis tanah lainnya.
Penjerapan tembaga (II) dalam larutan dan air limbah dengan tanah berlempung, tanah lempung berpasir dan tanah pasir pada beberapa macam konsentrasi awal ditunjukkan pada Gambar 2, 3 dan 4. Penjerapan tembaga (II) dalam larutan dengan tanah berlempung pada 5 (lima) macam konsentrasi awal menunjuk-kan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi, diikuti dengan bertambahnya jumlah tembaga (II) yang terjerap tanah berlempung baik pada kondisi dinamis (0 – 1 jam pertama) maupun kondisi tunak (jenuh) mulai 1 jam pertama. Pada air limbah (L) , walaupun kadar tembaga (II)-nya lebih besar daripada Co = 3,45 ppm, ternyata terjadi penurunan jumlah tembaga (II) yang terjerap, Kondisi ini disebabkan oleh adanya kation-kation lain yang terjerap bersama-sama, terutama kation-kation yang mempunyai selektivitas penjerapan lebih besar dari pada tembaga (II), sehingga permukaan dan pori partikel tanah berlempung tidak hanya menjerap tembaga (II).
BAB III
KESIMPULAN
Hasil penelitian penjerapan tembaga (II) dalam air limbah dengan tanah berlempung, tanah lempung berpasir dan tanah pasir, dapat disimpulkan :
1.Model Freundlich tanah berpasir mempunyai kesuaian yang paling baik dan dapat
diaplikasikan secara langsung
2.Tanah berlempung, tanah lempung berpasir dan tanah pasir dapat dimanfaatkan sebagai penjerap pada pengolahan limbah industri yang mengandung tembaga (II).
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U.F., 2001, Pengaruh Parameter Menyimpang Dalam Air Minum/ Air Bersih Terhadap Kesehatan, (Direktur Jenderal PPM & PL, Departeman Kesehatan dan Kesos, Jakarta.
Droste R.L., 1997, Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, John Wiley and Sons, Inc, Singapore.
Forth, H.D., 1995, Fundamentals of Soil Science, John Wiley & Sons Inc, Singapore
Kepmen LH, Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, Bapedal, 1996, Jakarta.
Matagi, S.V., Swai, D. and Mugabe, R., 1998, A Review of Heavy Metal Removal Mechanisms in Wetlands, Afr.J.Trop.Hydrobiol,Fish.8, Kampala, Uganda.
Metcalf and Eddy, 1991, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, McGraw-Hill, Inc., Singapore
Papini, M.P., et.al, 2001, Competitive Sorption and Transport of Heavy Metals Through a Natural Porous Medium, University “la Sapienza”, P.le Aldo Moro, Rome, Italy
Sung, C.H., et.al, 2002, Adsorption Pb (II) on Calcite-Type Calcium Carbonate by Bacth and Continuous Reactors, Departement of Chemical Engineering, Sungkyunkwan University, Suwon Korea, J. Ind. Eng. Chem., vol. 8, No. 4.
Tan, K.H., (Terj. Goenadi, D.H.), 1998, Dasar-dasar Kimia Tanah, Cetakan ke-5, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wentz, C.A., 1995, Hazardous Waste Management, Second edition, McGraw-Hill, Inc, Singapore
Yavuz, O, Yalcin,A. and Fuat G., 2003, Removal of Copper, Nickel, Cobalt and Manganese from Aqueous Solution by Kaolinite, Water Research 37, 948-952, Diyarbakir, Turkey
Yim, S., 2003, Surface Complexation Reaction for Copper (II) Adsorption on Kaolinite, School of Urban and Civil Engineering, Hongik University
0 komentar:
Posting Komentar