Selasa, 27 April 2010

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X3 SMAN 4 Gorontalo Pada Materi Reduksi Oksidasi Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Inquiri.

Abstrak


Sutarmi, (2008) “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Reduksi Oksidasi Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Inquiri Pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo”. Pembimbing I Prof. Dr. Ishak Isa, M.Si, pembimbing II Drs. Mardjan Paputungan, M.Si.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi reaksi reduksi oksidasi dengan menggunakan model pembelajaran inquiri. Siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo yang menjadi subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 8 orang siswa putra dan 22 siswa putri. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran inquiri dan sebagai alat pengumpulan data adalah lembar pengamatan kegiatan guru dan siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus I mencapai ketuntasan belajarnya sebesar 56,7% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 90% dengan daya serap rata-rata 79,87. Dengan demikian hipotesis tindakan teruji kebenarannya yaitu: “Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi reduksi oksidasi siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo dapat meningkatkan ketuntasan belajar hingga 90% maka hasil belajar siswa akan meningkat”.


BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Pemikiran
Pendidikan merupakan suatu proses pendewasaan anak didik. Proses pendidikan ini dilakukan oleh pendidik secara sadar, sengaja dan penuh rasa tanggung jawab. Ini mengindikasikan bahwa tugas guru sebagai pendidik sangat besar peranannya dalam dunia pendidikan.
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pendidikan adalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini adalah inti dari pendidikan. Oleh karena tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga pendidik sangat besar dalam menentukan keberhasilan anak didik itu sendiri, maka guru perlu mengatur strategi belajar sebaik mungkin untuk menghindari berbagai kendala dalam proses pembelajaran.
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak ditemui guru dalam kegiatan belajar mengajarnya menerapkan metode ceramah dalam memberikan materi pembelajaran. Hal tersebut bukan hanya berakibat pada kurang kreatifnya guru mengajar, namun juga menyebabkan siswa kurang aktif atau kurang dilibatkan dalam menentukan konsep-konsep pembelajaran itu sendiri sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan pengetahuannya terutama menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Akibat yang lebih jauh bila hal tersebut berjalan lebih lama, maka hasil belajar siswa pasti mengalami kemunduran. Gejala seperti ini juga bisa terjadi di SMA yang ada di Kota Gorontalo.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara dengan guru kimia di SMA Negeri 4 Gorontalo diperoleh informasi, bahwa hasil belajar siswa kelas X3 pada mata pelajaran kimia khususnya materi reduksi oksidasi hanya 63,5 % ketuntasan belajarnya. Sedangkan standar ketuntasan belajar yang ditetapkan adalah 65 % dengan nilai rata - rata 6,5 ke atas. Informasi lain yang diperoleh dari siswa adalah bahwa siswa belum banyak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran seperti mengamati langsung percobaan tentang peristiwa oksidasi atau reduksi.
Dari hasil identifikasi masalah di atas, maka penulis merencanakan suatu tindakan perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo melalui penelitian tindakan kelas dengan memilih alternatif pemecahan masalah yakni menerapkan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran materi reduksi oksidasi.
Pendekatan pembelajaran inkuiri merupakan salah satu pendekatan belajar yang menekankan keterlibatan siswa dalam mengamati dan menerapkan konsep yang dipelajari, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan intelektualnya berupa berpikir kritis, bertanya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.
Sudjana (1989 : 74), mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan pengembangan cara berpikir ilmiah. Dengan pendekatan inkuiri, siswa dilatih untuk mengembangkan idenya, selain itu siswa terlatih untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan gurunya maupun soal-soal yang berhubungan dengan konsep reduksi oksidasi itu sendiri, sehingga pemahaman siswa pada konsep reduksi oksidasi dapat bertahan lama.
Dalam mengatasi permasalahan di atas, penulis melalui tindakan penelitian ini mengambil salah satu strategi dalam perbaikan pembelajaran yakni: “ Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo Pada Materi Reduksi Oksidasi Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri”.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Kegiatan belajar yang dilakukan belum memberikan kesempatan kepada siswa terlibat secara aktif dalam mengamati langsung proses oksidasi dan reduksi.
2.Kegiatan pembelajaran umumnya hanya berorientasi pada guru
3.Hasil belajar siswa khususnya pada materi reduksi oksidasi masih rendah


3.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan uraian sebelumnya, maka dalam penelitian tindakan penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
“Apakah model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo khususnya pada materi reduksi oksidasi ?”.

4.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo pada mata pelajaran kimia khusunya materi reduksi oksidasi melalui model pembelajaran inkuiri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, direncanakan tindakan perbaikan pembelajaran dilaksanakan dalam dua siklus.

5.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian nanti diharapkan bermanfaat, terutama ;
1.Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar khususnya pada materi reduksi oksidasi,
2.Bagi Guru, diharapkan penelitian ini menjadi bantuan serta contoh untuk memperbaiki serta meningkatklan hasil belajar siswa bila bermasalah.
3.Bagi penulis, memperoleh pengamalan langsung di lapangan dalam menangani masalah-masalah dalam pembelajaran dan mengatasi serta memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri.








BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Belajar Mengajar
Belajar merupakan usaha manusia membangun pengetahuan dalam dirinya. Serangkaian keinginan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, maka banyak usaha yang dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas belajar.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Untuk dapat belajar, maka perubahan itu harus relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik psikis maupun fisik, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berfikir keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (1989: 1) bahwa belajar adalah suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yaitu tingkah laku yang positif artinya untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks dan rumit. Dikatakan demikian karena mengajar berkaitan dengan proses pengaturan dan pengorganisasian materi yang relevan dengan metode dan pendekatan pembelajaran yang kondusif dan dapat memudahkan siswa untuk memahami dan mengerti makna materi yang disajikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (1989: 2) mengajar adalah suatu kegiatan agar proses belajar seseorang atau sekelompok orang dapat terjadi. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (1987: 27) bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan sekitar sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Selain itu mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar. Selanjutnya Sudjana (1989: 28) mengemukakan bahwa mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses pembelajaran sehingga siswa dapat merespon proses belajar.


2.2 Hasil Belajar Siswa
Pada dasarnya belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui perubahan latihan atau pengalaman dan perubahan itu harus relative menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan melalui belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, psikis maupun fisik serta perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap (Uno, 2005 : 6), Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dan hasil yang diperoleh peserta didik melalui proses pembelajaran disebut hasil belajar atau prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (1990: 86) bahwa hasil belajar adalah prestasi yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 21) hasil belajar sebuah kegiatan pembelajaran yang menghendaki tercapainya tujuan pengajaran, dimana hasil belajar ditandai dengan skala nilai. Dengan demikian prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai setelah melalui atau melaksanakan suatu peralatan belajar sehingga hasil belajar siswa bergantung pada siswa tersebut dalam arti semakin banyak usaha belajar yang dilakukan oleh siswa maka semakin baik pula hasil belajarnya. Hal ini sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan yaitu model pembelajaran inquiri dimana siswa dilatih untuk mengembangkan idenya dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi reduksi oksidasi. Selain itu siswa dilatih untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan gurunya maupun soal-soal yang berhubungan dengan konsep redoks itu sendiri, sehingga pemahaman siswa pada konsep redoks dapat bertahan lama.
Selanjutnya, Gronlund dalam Uno (2008 : 97) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat ditafsirkan dalam dua kelompok yaitu; (1) sebagai sesuatu yang khusus, ukur secara langsung melalui tes, (2) sebagai sesuatu yang bersifat umum yang tidak dapat diukur langsung hanya dengan suatu kegiatan belajar, tetapi dapat dinilai melalui nilai rata-rata secara objektif.
2.3 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Inkuiri
Istilah inkuiri berasal dari bahasa inggris yang berarti penyelidikan. Dalam pengajaran, istilah inkuiri dipakai sebagai salah satu pendekatan yang menekankan pada bermacam-macam kegiatan siswa dalam interaksi belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran yang benar-benar bermakna.
Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget dalam Suryabrata (2008) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. 
Kuslan Stone dalam Suryabrata (2008) mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Wilson dalam Suryabrata (2008) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional. Cleaf dalam Suryabrata (2008) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-masalah dan menemukan informasi.
Sementara itu, Trowbridge dalam Holil (2008) menjelaskan model inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.
Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien, Roestiyah dalam Holil (2008) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri  merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi dalam model inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun atau ulet, objektif atau jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain. 
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, model inkuiri dapat disimpulkan secara sederhana dalam pembelajaran dikelas yaitu sebagai berikut:
a. Merumuskan suatu permasalahan,
b.Pengajuan hipotesis,
c.Mengumpulkan data-data,
d.Menguji hipotesis, dan
e.Membuat kesimpulan.
2.4 Tinjauan Umum Tentang Konsep Reaksi Redoks
2.4.1 Perkembangan Konsep Reaksi Redoks
Menurut Susilowati (2004: 13-14) pengertian reaksi redoks diawali dengan reaksi penggabungan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron, serta peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi.
1.Konsep oksidasi reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen
Menurut konsep ini, oksidasi adalah reaksi penggabungan oksigen, sedangkan reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen.
Contoh :
Reaksi perkaratan logam, misalnya besi
4Fe(s) + 3O2(g) 2Fe2O3(s)
Pada reaksi oksidasi di atas, sumber oksigen disebut oksidator. Dimana oksidator pada reaksi ini adalah udara.
Adapun contoh reaksi reduksi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah proses fotosintesis :
6CO2(g) + 6H2O(l) C6H12O6 + 6O2 (g)
Zat yang menyebabkan terjadinya reaksi reduksi disebut reduktor. Dimana reduktor yang digunakan adalah H2O.
2.Konsep oksidasi reduksi ditinjau dari pelepasan dan penerimaan elektron
Berdasarkan konsep ini, reaksi reduksi oksidasi merupakan reaksi yang berlangsung melalui mekanisme serah terima elektron. Dimana reaksi penerimaan elektron disebut reaksi reduksi sedangkan reaksi penyerahan elektron disebut reaksi oksidasi.
Tidak ada reaksi reduksi yang tidak menyebabkan reaksi oksidasi, dan sebaliknya. Hal ini disebabkan tidak mungkin ada atom yang menerima elektron jika tidak ada yang melepaskannya.

Contoh :
Oksidasi : Ca Ca2+ + 2e-
Reduksi : S + 2e- S2- (+)
Redoks : Ca + S Ca2+ + S2-
Ca + S Ca2+ + S2-
Reduktor oksidator hasil oksidasi hasil reduksi
oksidasi
reduksi
3.Konsep oksidasi reduksi ditinjau dari peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah bilangan yang menyatakan jumlah elektron yang dimiliki oleh suatu atom dalam suatu senyawa jika semua elektron pada ikatan didistribusikan pada atom yang elektronegatif.
Aturan menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut :
a.Bilangan oksidasi unsur bebas adalah nol.
Contoh : Ag, O2, O3, N2 dan S8
b.Fluorin yang merupakan unsur yang paling elektronegatif dan memerlukan 1 elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia selalu memiliki bilangan oksidasi -1
c.Bilangan oksidasi unsur logam dalam senyawanya selalu positif
Contoh :
Unsur alkali (Li, Na, K, Rb dan Cs) dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1
Unsur alkali tanah (Be, Mg, Ca, Sr dan Ba) dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +2
Bilangan oksidasi logam yang lain dalam senyawa :
Al = +3 Cu = +1 dan +2
Ag = +1 Fe = +2 dan +3
d.Bilangan oksidasi suatu ion tunggal sama dengan muatannya
Contoh :
Bilangan oksidasi Ca dalam ion Ca 2+ = +2 dan
Bilangan oksidasi S dalam ion S 2- = -2
e.Bilangan oksidasi unsur H adalah +1, kecuali jika bersenyawa dengan logam maka bilangan oksidasi H adalah -1
Bilangan oksidasi H dalm HCl, H2O dan NH3 adalah +1
Bilangan oksidasi H dalam NaH dan MgH2 adalah -1
f.Pada umumnya bilangan oksidasi O adalah -2. Akan tetapi, dalam F2O, bilangan oksidasi O = +2. Dalam peroksida misalnya H2O2, biasanya bilangan oksidasi O = -1 dan dalam superoksida, misalnya NaO, bilangan oksidasi O = - 1
g.Dalam semua senyawa, jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur penyusunnya sama dengan nol.



Contoh :
H3PO4 = (3 × bo H) + (1 × bo P) + (4 × bo O) = 0
bo = bilangan oksidasi
h.Dalam suatu poli atom, jumlah bilangan oksidasi sama dengan muatannya.
Contoh :
C2H42- = (2 × bo C) + (4 × bo H) = -2
Berdasarkan konsep bilangan oksidasi, reaksi oksidasi didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, adapun reaksi reduksi didefinisikan sebagai reaksi penurunan bilangan oksidasi.

2.4.2 Menentukan Bilangan Oksidasi
1.Menentukan bilangan oksidasi dari unsur
Menurut Sutresna (2007: 166-168) yaitu dengan menerapkan konsep bilangan oksidasi di atas, maka kita dapat menentukan bilangan oksidasi tiap unsur yang menyusun suatu ion atau senyawa.
Contoh :
CH4
(1 × bo C )+ (4 × bo H) = 0
bo C + (4 × (+1)) = 0
bo C + 4 = 0
bo C = -4

2.Menentukan bilangan oksidasi tiap atom dalam senyawa atau ion.
Misalnya :
FeCl3
(1 × bo Fe) + (3 × bo Cl) = 0
bo Fe + (3 × (-1)) = 0
bo Fe + (- 3) = 0
bo Fe = +3
Jadi, bilangan oksidasi tiap atom dalam senyawa ini adalah Cl = -1 dan Fe = +3
Contoh :
Cr2O72-
(2 × bo Cr) + (7 × bo O) = -2
(2 × bo Cr) + (7 × (-2)) = -2
(2 × bo Cr) + (-14) = -2
2 × bo Cr = -2 + 14
2 × bo Cr = +12
bo Cr = +12 / 2
bo Cr = +6
Jadi, bilangan oksidasi tiap atom dalam senyawa ini adalah O = -2 dan Cr = +6

2.4.3 Menentukan Oksidasi Dan Reduksi Dalam Reaksi Redoks
Dalam suatu reaksi reduksi selalu terjadi reaksi oksidasi sekaligus reaksi reduksi. Tentu ada zat yang menyebabkan zat lain yang teroksidasi, dan sebaliknya, ada zat yang menyebabkan zat lain tereduksi. Pereduksi atau reduktor adalah zat yang dapat menyebabkan zat lain mengalami reaksi reduksi (pereduksinya sendiri mengalami reaksi oksidasi). Pengoksidasian atau oksidator adalah suatu zat yang dapat menyebabkan zat lain mengalami reaksi oksidasi (pengoksidasianya sendiri mengalami reaksi reduksi).
Contoh : Reaksi reduksi

Zn + Cu2+ Zn2+ + Cu

Reaksi oksidasi

Reaksi air aki dan paku dalam reaksi oksidasi sebagai berikut:
Reaksi oksidasi
H2SO4 + Fe FeSO2 + H2

Reaksi reduksi

Bilangan oksidasi Fe dalam FeSO4 adalah +2 yang ditunjukkan dalam reaksi berikut
FeSO4 Fe2+ + SO42-
Reaksi reduksi
4 Fe + 3 O2 Fe2O3
Reaksi oksidasi
Bilangan oksidasi Fe dalam Fe2O adalah +3 yang ditunjukkan dalam reaksi berikut
Fe2O 2Fe3+ + 3O2-





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas X3 SMA Negeri 4 Gorontalo dari bulan Maret sampai selesai mulai penyusunan sampai tahap laporan akhir penyusunan dengan jumlah siswa sebanyak 8 orang siswa putra dan 22 orang siswa putri.

2.Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui prosedur dan langkah-langkah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
3.2.1 Tahap Persiapan
1.Meminta persetujuan kepada kepala sekolah dan guru kimia yang terkait dengan penelitian.
2.Mengadakan wawancara dengan guru kimia yang terlibat dalam proses belajar mengajar dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.
3.Menyiapkan administrasi pembalajaran dalam bentuk RPP.
4.Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar.
5.Menyusun instrumen pemantauan dan alat evaluasi
3.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan ini berpedoman pada langkah penelitian tindakan kelas. Menurut Sudarsono dalam Hangkiho (2005 : 22) sebagai berikut :
Siklus I
1)Pelaksanaan kegiatan pembelajaran terdiri dari :
a.Pendahuluan
Fase I
1.Menginformasikan indikator-indikator yang harus dicapai dalam pembelajaran ini.
2.Menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu pembelajaran inkuiri.
3.Mengingatkan materi sebelumnya yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan.
4.Siswa diberikan motivasi dengan penjelasan materi secara singkat dan jelas
b.Kegiatan inti
Fase II
Mengelompokan siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5 orang secara heterogen.
Fase III
1.Membagikan LKS kepada masing-masing kelompok dan memberitahukan bahwa kelompok sudah dapat mengerjakan tugasnya.
2.Selama diskusi berlangsung, guru memantau kerja dari masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan.
3.Guru mengingatkan bahwa pengerjaan LKS sudah selesai.
Fase IV
1.Meminta beberapa perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya sedangkan kelompok yang lain memberikan tanggapan.
2.Guru memberikan pertanyaan kepada masing-masing kelompok .
3.Guru memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya.
c.Penutup
Fase V
Siswa diminta untuk merangkum materi pelajaran
2)Memantau pelaksanaan tindakan
Pemantau menggunakan format pemantauan yang terdiri dari lembar observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa.
3)Mengadakan evaluasi dengan tes tertulis
4)Mengadakan refleksi terhadap hasil pemantauan dan test.
Jika pada siklus I daya serap siswa tidak memperoleh nilai 6,5 keatas dengan daya serap rata-rata 65% maka pelaksanaan tindakan dilanjutkan ke siklus II.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan jika pada siklus I daya serap siswa belum mencapai nilai yang diharapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Merumuskan tindakan
2.Melaksanakan tindakan baru
3.Memantau pelaksanan tindakan
4.Mengevalusi pelaksanaan tindakan
5.Melaksanakan refleksi lanjutan
2.3.Tahap Akhir
Tahap akhir penelitian ini adalah merangkum hasil pelaksanaan tindakan, faktor – faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan tindakan diantaranya:
1.Mengumpulkan data penelitian.
2.Menyusun konsep laporan penelitian
3.Mendiskusikan dengan guru mata pelajaran dan kepala sekolah untuk kelengkapan laporan.
4.Konsultasi dengan dosen pembimbing tentang konsep laporan.
5.Menyusun laporan akhir penelitian.
6.Mengadakan laporan akhir penelitian.

3.Rancangan Tindakan
Menetapkan masalah
Menetapkan pokok bahasan dan indicator yang dicapai dalam pembelajaran
Menetapkan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan dan tingkat pengetahuan siswa
Menyusun scenario pembelajaran dengan model yang ditetapkan
Menyiapkan materi atau LKS
Mengatur tindakan yang akan dilakukan
Menyiapkan soal-soal test.

4.Observasi
Observasi ini dilakukan untuk merekam aktivitas belajar siswa dan guru. Selain itu pula untuk memperoleh data tentang kelemahan dan strategi pembelajaran dan dilakukan pada siklus perbaikan.



5.Refleksi
Pada tahap ini dianalisis hasil observasi KBM dan test hasil belajar siswa untuk menemukan kekurangan dan kelebihan dari model pembelajaran yang diterapkan, serta merumuskan tindakan perbaikan.

6.Alat Pengumpul Data
Instrument yang digunakan untuk mengumpul data dalam penelitian ini meliputi :
1.Format pemantauan berupa tabel observasi KBM
2.Lembar keberhasilan kegiatan pembelajaran berupa test tertulis.

7.Kriteria Penilaian
Keberhasilan siswa mempunyai tujuan tindakan penelitian adalah sebagai berikut:
1.Jika hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang meliputi kegiatan guru dan siswa telah mencapai 75% atau lebih dari seluruh aspek kegiatan yang diamati mencapai target maka kegiatan pembelajaran dinyatakan berhasil.
2.Jika 85% siswa yang dikenakan tindakan memperoleh nilai 6,5 keatas dengan daya serap rata-rata 65% maka tindakan dinyatakan berhasil.

8.Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran dianalisis dan hasilnya dinyatakan/dikategorikan menurut Sanafiah, dkk (1982 : 209) :
a.85 – 100 = baik
b.65 – 84 = cukup baik
c.40 – 64 = cukup / sedang
d.0 – 39 = kurang sekali
Perolehan nilai setiap siswa melalui test hasil belajar siswa secara tertulis diolah dengan rumus :
DSK =skor capaian total seluruh siswa skor maksimum soal x 100 %
Keterangan : DSP = Daya Serap Perorangan
% Nilai 6,5 keatas = Jumlah Siswa Yang Tuntas x 100%
Jumlah Seluruh Siswa
Rata-rata kelas = Jumlah Nilai Seluruh Kelas
Jumlah Siswa
% Rata-rata daya serap = Jumlah Skor Tercapai
Jumlah Skor Total





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Proses Pelaksanaan Tindakan
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menetapkan pokok bahasan tentang reaksi redoks sebagai materi yang diajarkan kepada 30 orang siswa di SMA Negeri 4 Gorontalo kelas X3 yang dibahas dalam dua siklus. Pada setiap akhir siklus diadakan evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan tindakan, disiapkan rencana perbaikan pembelajaran dan lembar kerja siswa.

4.1.2 Hasil Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Pengamatan kegiatan guru pada penelitian ini dilakukan oleh satu orang guru kimia (pengamat). Pengamat melakukan pengamatan pada kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa belajar.
a.Hasil pengamatan kegiatan guru
Dari 15 aspek yang diamati, 11 aspek (73,3%) memperoleh nilai dengan kategori baik dan baik sekali, sedangkan 4 aspek lainnya (26,7%) memperoleh nilai dengan kriteria cukup, sebagaimana yang tertera pada tabel 4.1 dan selengkapnya hasil pengamatan guru disajikan dalam lampiran 4
Tabel 4.1 Hasil pengamatan kegiatan guru
No
Rentang nilai
Kriteria Aspek
Aspek yang diamati



Jumlah
Persentasi (%)
1
85 – 100
Baik sekali
2
13,3
2
65 – 84
Baik
9
60
3
40 – 64
Cukup
4
26,7
4
0 – 39
Kurang
-
-



b.Hasil pengamatan kegiatan siswa
Dari 10 aspek yang diamati, 7 aspek (70%) memperoleh nilai dengan kategori baik dan baik sekali, sedangkan 3 aspek lainnya (30%) memperoleh nilai dengan kriteria cukup sebagaimana tertera pada tabel 4.2 dan selengkapnya hasil pengamatan guru disajikan dalam lampiran 5
Tabel 4.2 Hasil pengamatan kegiatan siswa
No
Rentang nilai
Kriteria aspek
Aspek yang diamati



Jumlah
Persentasi (%)
1
85 – 100
Baik sekali
1
10
2
65 – 84
Baik
6
60
3
40 – 64
Cukup
3
30
4
0 – 39
Kurang
-
-

c.Hasil belajar siswa
Keberhasilan belajar siswa pada siklus I dapat diketahui dengan melihat penguasaan siswa pada materi reduksi oksidasi, maka diadakan evaluasi atau penilaian dalam bentuk tes yang berbentuk essay sebanyak 5 butir soal dengan bobot nilai masing-masing soal adalah 10.
Hasil belajar siswa menunjukkan bahwa dari 30 orang siswa yang dikenai tindakan, menunjukkan bahwa 17 orang siswa (56,7%) memperoleh nilai 6,5 ke atas dan 13 orang siswa (43,3%) memperoleh nilai kurang 6,5. Rata-rata kelas pada pelaksanaan tindakan ini adalah 66,26 dengan daya serap klasikal 66%.
Tabel 4.3 Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Rentang nilai
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah Nilai
Nilai Rata-rata
Kriteria
85-100
65 – 84
40 – 64
0 - 39
2
15
13
-
6,67
50
43,37
-
176
1112
700
-
88
74,13
53,85
-
BS
B
C
K
Jumlah
30
100
1988
66,26
B

4.1.3 Refleksi Hasil Tindakan Pada Siklus I
Refleksi pada siklus I dalam penelitian ini dilakukan dengan diskusi bersama guru mitra. Tujuannya untuk memperoleh gambaran apakah pada proses pembelajaran ini mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa. Setelah didiskusikan bahwa terdapat beberapa aspek kegiatan guru dan siswa yang perlu diperbaiki. Aspek-aspek tersebut yang perlu diperbaiki pada kegiatan guru antara lain:
Motivasi
Penguasaan kelas
Pengaturan waktu
Peranan guru dalam penyelesaian masalah
Aspek-aspek yang perlu diperbaiki pada kegiatan siswa antara lain:
Kemampuan dalam mengerjakan lembar informasi
Kemampuan dalam mengerjakan soal
Kemampuan dalam mempresentasikan hasil-hasil capaian
Berdasarkan aspek-aspek di atas maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilaksanakan pada siklus I belum mencapai hasil yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya yakni siklus II

1.4.Hasil Pelaksanaan Kegiatan Perbaikan Pembelajaran Siklus II
Pengamatan kegiatan guru pada pembelajaran siklus II juga diamati oleh seorang guru kimia (pengamat) seperti halnya pada kegiatan pengamatan pembelajaran pada siklus I. Pengamat melakukan pengamatan kegiatan pembelajaran dan hasil pengamatan kegiatan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.
a.Hasil pengamatan kegiatan guru
Dari 15 aspek yang diamati, 8 aspek (53,3%) memperoleh nilai baik sekali, sedangkan 7 aspek (46,7%) memperoleh nilai baik, sebagaimana tertera pada tabel 4.4 dan selengkapnya hasil pengamatan guru disajikan dalam lampiran 6.



Tabel 4.4 Hasil pengamatan kegiatan kegiatan guru
No
Rentang nilai
Kriteria Aspek
Aspek yang diamati



Jumlah
Persentasi (%)
1
85 – 100
Baik sekali
8
53,3
2
65 – 84
Baik
7
46,7
3
40 – 64
Cukup
-
-
4
0 – 39
Kurang
-
-

b.Hasil pengamatan kegiatan pada siswa
Dari 10 aspek yang diamati, 7 aspek (70%) memperoleh nilai baik sekali dan 3 aspek lainnya (30%) memperoleh nilai baik, sebagaiman tertera pada tabel 4.5 dan selengkapnya hasil pengamatan kegiatan siswa disajikan dalam lampiran 7.
Tabel 4.5 Hasil pengamatan kegiatan pada siswa
No
Rentang nilai
Kriteria Aspek
Aspek yang diamati



Jumlah
Persentasi (%)
1
85 – 100
Baik sekali
7
70
2
65 – 84
Baik
3
30
3
40 – 64
Cukup
-
-
4
0 – 39
Kurang
-
-

c.Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa yang dilakakukan pada siklus II dapat diketahui dengan melihat atau menilai penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan, maka diadakan tes evaluasi atau penilaian dalam bentuk tes yang berbentuk essay sebanyak 5 butir soal dengan bobot nilai masing-masing soal adalah 10. Berdasarkan evaluasi diketahui dari 30 orang siswa yang dikenai tindakan, 27 orang siswa (90%) memperoleh nilai di atas 6,5 sedangkan 3 orang siswa (10%) memperoleh nilai kurang dari 6,5. Rata-rata kelas pada pelaksanaan tindakan ini adalah 79,87 dengan daya serap klasikal adalah 79,9%.


Table 4.6 Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus II
Rentang nilai
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah Nilai
Nilai Rata-rata
Kriteria
85-100
65 – 84
40 – 64
0 - 39
13
14
3
-
43,3
46,7
10
-
1154
1080
162
-
88
73,9
54
-
BS
B
C
K
Jumlah
30
100
2396
79,87
B

1.5.Refleksi Hasil Tindakan Siklus II
Refleksi hasil tindakan siklus II dilakukan untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang diterapkan. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri pada materi reaksi reduksi oksidasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan refleksi ternyata pemahaman siswa dan hasil belajar siswa telah mencapai target yang diharapkan sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Kepada siswa yang belum berhasil atau tidak tuntas dengan nilai yang diperoleh kurang dari 6,5 dilakukan bimbingan secara individual sampai siswa tersebut berhasil dengan nilai yang diharapkan.
Pada siswa yang belum tuntas belajarnya dengan nilai kurang dari 6,5 yakni berjumlah 3 orang, yang mungkin disebabkan oleh faktor – faktor lain diluar jangkauan dalam penelitian ini, maka penulis menyerahkan siswa tersebut untuk dibimbing secara khusus oleh guru kimia maupun guru lain disekolah tersebut untuk bisa menyelesaikan dengan teman – temannya yang sudah tuntas belajarnya.

2.Pembahasan
Berdasarkan hasil penilaian yang dicapai pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada materi reaksi reduksi oksidasi. Peningkatan hasil belajar ini menunjukkan erat kaitannya dengan model pembelajaran yang diterapkan yaitu inkuiri. Dimana siswa memecahkan masalah yang diberikan oleh guru untuk menemukan suatu prinsip atau konsep dalam mempelajari dan mendalami materi tersebut, sehingga dapat bertahan lama dalam ingatan siswa.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus I, menunjukkan bahwa dari 30 orang siswa yang dikenai tindakan, 17 orang siswa (56,7%) memperoleh nilai 6,5 ke atas sedangkan 13 orang siswa (43,3%) memperoleh nilai kurang dari 6,5 dengan rata-rata kelas pada pelaksanaan tindakan ini adalah 66,26 dengan daya serap klasikal 66%. Nilai yang diperoleh siswa termasuk dalam kategori cukup. Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya guru dalam proses pembelajaran yang diterapkan sehingga dapat terlihat hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam memecahkan masalah, menetapkan hipotesis dan berpartisipasi baik dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Hal ini terlihat pada hasil pengamatan kegiatan guru maupun kegiatan siswa. Dari 15 aspek kegiatan guru yang diamati, 2 aspek (13,3%) termasuk dalam kategori baik sekali, 9 aspek (60%) termasuk dalam kategori baik sedangkan 4 aspek (36,7%) memperoleh nilai dengan kriteria cukup. Sementara untuk kegiatan siswa dari 10 aspek yang diamati, 7 aspek (70%) memperoleh nilai dengan kriteria baik dan baik sekali, sedangkan 3 aspek (30%) memperoleh nilai dengan kriteria cukup. Setelah diadakan refleksi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran terdapat beberapa aspek kegiatan guru dan siswa yang perlu diperbaiki. Aspek-aspek tersebut yang perlu diperbaiki pada kegiatan guru antara lain motivasi, penguasaan kelas, pengaturan waktu dan peranan guru dalam penyelesaian masalah. Sedangkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki pada kegiatan siswa antara lain kemampuan dalam mengerjakan lembar informasi, kemampuan dalam mengerjakan soal, dan kemampuan dalam mempresentasikan hasil-hasil capaian sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam tindakan kelas yang dilaksanakan pada siklus I belum mencapai hasil yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilanjutkan pada siklus II yaitu siklus pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran.
Pada tahap siklus II hasil evaluasi menunjukkan bahwa daya serap klasikal 79,9% dan ketuntasan 90%. Sebagian kecil siswa yang belum tuntas dengan perolehan nilai dibawah 6,5 diberikan bimbingan secara individual sampai siswa tersebut berhasil dengan nilai yang diharapkan. Hal ini terlihat pada pengamatan kegiatan guru, dari 15 aspek yang diamati, 8 aspek (53,3%) memperoleh nilai baik sekali, sedangkan 7 aspek (46,7%) memperoleh nilai baik. Disamping itu, dari 10 aspek yang diamati pada kegiatan siswa, 7 aspek (70%) memperoleh nilai baik sekali dan 3 aspek (30%) memperoleh nilai baik yang berarti terjadi peningkatan proses pembelajaran pada siklus II dibandingkan pada siklus I. Hal ini terjadi pada hasil belajar siswa setelah diberi evaluasi pada akhir pembelajaran siklus II, menunjukkan 27 orang dari 30 siswa (90%) memperoleh nilai 6,5 ke atas.
Dengan demikian, berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dikemukakan diatas, maka hasil hipotesis dalam penelitian ini adalah “Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran kimia, khususnya pada materi reaksi reduksi oksidasi, maka hasil belajar siswa akan meningkat”.



BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
1.Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi redoks.
2.Hasil belajar siswa pada siklus I dengan jumlah siswa 30 orang, 17 orang siswa (56,7%) mencapai ketuntasan dalam pembelajaran, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 27 orang siswa (90%). Hal ini sesuai dengan indikator tujuan pembelajaran sekurang-kurangnya 85% siswa tuntas mendapat nilai 6,5 keatas dengan daya serap rata-rata 79,86.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil pembahasan kegiatan guru dan kegiatan siswa di atas dikemukakan beberapa saran antara lain:
a.Mengingat metode inkuiri dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran serta dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada materi redoks maka diharapkan pada setiap guru-guru kimia dapat menerapkan metode ini pada materi redoks serta dapat mengembangkan pada materi-materi kimia pada umumnya.
b.Kiranya hasil pelaksanaan penelitian ini akan menambah minat dan motivasi belajar siswa dalam kegiatan belajar-mengajar mereka pada pembelajaran kimia khususnya, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.









DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Modjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud
.1987. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Depdikbud
Sanafiah, Faisal, dkk. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Hangkiho, Fadli. 2005. Mengoptimalkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hitungan Kimia Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Type Investigasi Kelompok, Skripsi UNG. Gorontalo.
Holil, Anwar. Permudah Pemahaman konsep pembelajaran.html. http:// blogspot.com/ 2008/04/www.google.co.id
Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : Tarsindo
Sudjana, N. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Biru
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Dekdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia Untuk Kelas X. Jakarta. Grafindo Media Pratama.
Susilowati, Endang. 2004. Sains Kimia Prinsip dan Terapannya Untuk Kelas X. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Suryabrata, I Gusti. Pendekatan dan metode pembelajaran. http:// suryabrata. http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/ www.google.co.id
Pengertian Inkuiri. http:// suryabrata. http://209.85.175.104/www.ialf.edu/2008/ www.google.co.id
Uno B. Hamzah, 1998. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara
2005. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
2008. Desain Pembelajaran. Gorontalo : Nurul Jannah.

0 komentar:

Posting Komentar