Sabtu, 22 Mei 2010

MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BERKIRIM SALAM DAN SOAL PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS GARAM

Abstrak

Eka Puspita Sari, (2009) “Meningkatkan Aktivitas Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Berkirim Salam dan Soal Pada Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam”. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia Program Pendidikan Strata 1 (S1) Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Pembimbing I Dra. Nurhayati Bialangi, M.Si, pembimbing II Dra. Netty Ischak, M.Kes.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa pada materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal. Siswa kelas XI IPA MA Al-Khairaat kota Gorontalo yang menjadi subjek dalam penelitian ini berjumlah 14 orang yang terdiri dari 5 orang siswa putra dan 9 siswa putri. Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah (1) minimal 75% dari seluruh aspek kegiatan guru dan siswa yang diamati mencapai target (2) minimal 80% siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 6,5 ke atas dengan daya serap rata-rata 65%.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Prosentase rata-rata aktivitas siswa pada siklus I : 27,88% memperolah kriteria sangat baik, 51,07% memperoleh kriteria baik, 17,86% memperoleh kriteria cukup dan 3,57% memperoleh kriteria kurang baik. Dengan hasil belajar siswa sebesar 71,43% dengan daya serap klasikal sebesar 64,8 %. Pada siklus II, prosentase rata-rata aktivitas siswa : 68,57% memperoleh kriteria sangat baik, 27,14% memperoleh kriteria baik dan 4,29% memperoleh kriteria cukup, dengan hasil belajar siswa sebesar 85,72% dengan daya serap klasikal sebesar 80,25%.
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, maka hipotesis tindakan teruji kebenarannya, yaitu “dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal dalam mempelajari larutan penyangga dan hidrolisis garam, maka aktivitas belajar siswa meningkat”.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Kurikulum tahun 2004 tentang kurikulum berbasis kompetensi (KBK), yang diperbaharui dengan Kurikulum tahun 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah berlaku selama 3 tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu dominan menggunakan metode ceramah. Dalam hal ini keaktifan dalam belajar masih terfokus pada guru. Cara berpikir lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah, sehingga cara mengajar lama masih tetap dipertahankan. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri (Suherman; 2008).
Pelajaran kimia memberikan suatu tantangan yang besar bagi para pengajarnya. Kean dan Middlecamp (1984) dalam Sugianto (2008) menyatakan hal itu disebabkan oleh sejumlah besar materi terdiri dari konsep-konsep yang abstrak dan yang harus diajarkan dalam waktu yang relatif singkat. Keterbatasan waktu juga menyebabkan pengajaran beberapa konsep Ilmu Kimia mengacu pada transfer pengetahuan untuk mengejar target kurikulum. Bila transfer konsep-konsep kimia berlangsung terus maka pemahaman siswa terhadap konsep Kimia akan terbatas pada ranah kognitif sehingga bertentangan dengan hakekat Ilmu Kimia sebagai proses dan produk. Pada aspek produk Kimia, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep, teori, dan hukum-hukum Kimia sedangkan pada aspek proses siswa diharapkan mempunyai ketrampilan kerja ilmiah atau ketrampilan proses. Selain itu, pengajaran dengan transfer pengetahuan tidak dapat mendorong siswa berpikir kritis dan menerapkan kecakapan hidup. Bila pembelajaran Ilmu Kimia didominasi dengan metode ceramah maka pelajaran ini dapat menjadi mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan bagi siswa karena banyak rumus Kimia dan konsep-konsep abstrak yang harus dihafalkan. Siswa tidak akan dapat menyadari bahwa Ilmu Kimia sangat penting dipahami sebagai pengetahuan dasar untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Kualitas pendidikan, khususnya pendidikan kimia, tentunya tidak terlepas dari kualitas tenaga pendidik dan kualitas anak didik itu sendiri. Dalam proses pembelajaran kimia, kemampuan siswa dalam mengikuti dan menerima materi kimia perlu diperhatikan sungguh-sungguh, mengingat materi kimia tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dengan kata lain, konsep kimia tersusun secara sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks, memerlukan kemampuan penalaran yang tinggi bagi guru dan siswa.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara dengan guru kimia di MA Al-Khairat Gorontalo diperoleh informasi, bahwa hasil belajar siswa kelas XI IPA pada mata pelajaran kimia materi Larutan Penyangga dalam 2 tahun terakhir, yaitu pada tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008 berturut-turut adalah sebesar 53,8% dan 33,3% ketuntasan belajar. Dan hasil belajar siswa untuk Hidrolisis Garam pada tahun pelajaran yang sama adalah sebesar 57,2% dan 52,1%. Sedangkan standar ketuntasan belajar yang ditetapkan adalah 65 % dengan nilai rata - rata 6,5.
Pada tahun ajaran 2008/2009 untuk materi Larutan Penyangga sub bab komposisi larutan penyangga nilai rata-rata ketuntasan siswa mencapai 59%, sedangkan untuk Hidrolisis Garam pada sub bab jenis garam dan reaksi hidrolisis nilai ketuntasan siswa mencapai 61,2%. Data tersebut diperoleh berdasarkan data yang diberikan oleh guru mata pelajaran kimia sebagai evaluasi awal pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam.
Salah satu penyebab rendahnya perolehan hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga adalah penggunaan metode mengajar yang belum sesuai dan tidak menarik ataupun membosankan siswa, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam sering diajarkan dengan menggunakan metode ceramah, sehingga keaktifan siswa kurang dilibatkan. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dalam mengajarkan materi larutan penyangga antara lain dengan menggunakan salah satu metode mengajar yang dapat meningkatkan aktifitas siswa sehingga diharapkan hasil belajar siswa juga akan meningkat.
Proses belajar mengajar harus dimulai dalam suasana yang menyenangkan dan tidak monoton berpusat pada guru karena pada dasarnya kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang bertujuan merubah pola pikir kognitif, sikap perilaku dan mengembangkan daya analisis siswa dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar siswa harus lebih berperan aktif dan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan dan siswa akan lebih termotivasi dalam belajar. Motivasi tersebut jelas akan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Tipe berkirim salam dan soal memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan ketampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-temannya sekelas (Abdullah; 2006).
Dengan melihat kenyataan di atas, maka perlu diambil suatu tindakan untuk meningkatkan aktivitas siswa yang nantinya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal dalam pembelajaran materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam.
Berdasarkan latar belakang diatas maka formulasi judul yang diambil pada penelitian ini adalah “Meningkatkan Aktivitas Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Berkirim Salam dan Soal Pada Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam”.


1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Kegiatan belajar yang dilakukan belum memberikan kesempatan kepada siswa terlibat secara aktif.
2.Kegiatan pembelajaran umumnya hanya berorientasi pada guru
3.Hasil belajar siswa khususnya pada materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam masih rendah

1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Apakah keaktifan belajar siswa pada materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam akan meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal?

1.4.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
a.Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam.
b.Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe berkirim salam dan soal dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
a.Bagi siswa
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA MA Al-Khairat Gorontalo terhadap materi larutan penyangga dan hidrolisis garam.
Membantu memudahkan pemahaman siswa kelas XI IPA MA Al-Khairat Gorontalo terhadap pelajaran kimia khususnya materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam.
b.Bagi guru
Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.












BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Pengertian Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar juga merupakan salah satu interaksi komunikasi aktif antara siswa dan guru dalam kegiatan pendidikan dan dalam kegiatan proses belajar yang dilakukan oleh guru. Kedua kegiatan ini tidak berlangsung sendiri-sendiri melainkan bersama-sama dan pada waktu yang sama, sehingga terjadi adanya interaksi komunikasi aktif antara guru dan siswa (Arifin; 2003).
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Untuk dapat belajar, maka perubahan itu harus relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik psikis maupun fisik, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berfikir keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo (1989) bahwa belajar adalah suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yaitu tingkah laku yang positif artinya untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Menurut Inger (1980) dalam Asnaldi (2008), belajar adalah perubahan-perubahan perilaku yang potensial yang tercermin sebagai akibat dari latihan dan pengalaman masa lalu terhadap situasi tugas tertentu. Belajar menurut pendapat para ahli lain adalah perubahan tingkat laku atau perubahan kecakapan yang mampu bertahan dalam waktu tertentu dan bukan berasal dari proses pertumbuhan.
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila di inginkan hasil belajar yang lebih baik dari siswa. Dari pengertian mengajar tersebut, tersirat bahwa peranan guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai seorang pemimpin dan fasilitator belajar yang paling menentukan.
Menurut Nasution (1982), guru adalah tumpuan harapan yang akan menentukan kualitas proses belajar yang dialami oleh siswa. Guru merupakan sutradara dan aktor sedangkan metode, alat, evaluasi dan perlengkapan pendidikan lainnya merupakan kesatuan sistem yang berintegrasi secara dinamis bagi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran semata kepada siswa, akan tetapi merupakan suatu proses pembelajaran siswa. Dengan demikian, proses belajar mengajar merupakan dua konsep yang berbeda, bila dipadukan akan terjadi interaksi, hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam suasana yang kondusif untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatakan demikian karena belajar sebagai suatu proses, biasanya ditujukkan kepada siswa sedangkan mengajar sebagai suatu proses ditujukkan kepada guru sebagai pendidik yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan perkembangan mental dan kepribadian siswa.
Mengajar merupakan proses aktif guru untuk membimbing siswa dalam memahami dan mempelajari konsep-konsep yang dikembangkan dalam proses belajar mengajar. Karena kegiatan mengajar merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh setiap individu, maka guru hendaknya dapat membimbing siswanya dan memberikan dorongan kepada siswanya agar timbul motivasi belajar dalam diri siswa atau sebagai motivasi intrinsik (Arifin; 2003).
Dari teori belajar di atas dapat dikatakan bahwa dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan, tetapi juga bertanggung jawab atas keseluruhan perkembangan kepribadian siswa serta memberikan dorongan untuk belajar mengembangkan pemahaman dan penghayatan atau prinsip-prinsip di dalam pembelajaran kimia secara aktif dan dinamis dalam memahami kebutuhan mencapai tujuan pendidikan.

2.2 Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, seperti: bekerjasama, mengerjakan tugas, menyumbangkan ide, menghargai pendapat, berinteraksi, menulis, mengembangkan hasil karya, bertanya, menjawab dan menanggapi. Dalam menjalani proses belajar mengajar, keaktifan peserta didik merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurut Supriyadi (2008) aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.
Menurut Mulyono (2001) dalam Septiadi (2008), bahwa aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.
Dalam kegiatan pembelajaran aktivitas siswa memiliki manfaat yang sangat besar. Apabila siswa yang mengikuti proses belajar mengajar aktif, maka siswa tersebut akan memperoleh pengalaman langsung, dapat mengembangkan diri, memupuk kerjasama sekolah, masyarakat dan interpersonal, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, suasana belajar menjadi hidup/dinamis dan memperoleh prestasi yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dalam proses pengajaran berdampak sangat besar bagi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peran serta guru sangat diperlukan dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam setiap proses pembelajaran.

2.3 Hasil Belajar Siswa
Pada dasarnya belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui perubahan latihan atau pengalaman dan perubahan itu harus relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan melalui belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, psikis maupun fisik serta perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap (Uno; 2005). Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya.
Selanjutnya Uno (2004) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah sebagai perubahan kapabilitas (kemampuan tertentu) sebagai akibat dari belajar. Jadi, hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan proses belajar.
Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999) bahwa hasil belajar sebuah kegiatan pembelajaran yang menghendaki tercapainya tujuan pengajaran, dimana hasil belajar ditandai dengan skala nilai. Dengan demikian, prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai setelah melalui atau melaksanakan suatu proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa bergantung pada siswa tersebut dalam arti semakin banyak usaha belajar yang dilakukan oleh siswa maka semakin baik pula hasil belajarnya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa setiap proses pembelajaran yang dihadapi oleh siswa dapat dilihat dari hasil yang mereka peroleh. Hasil belajar yang dicapai dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa dan ditandai dengan skala nilai yang baik.

2.4 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar peserta didik, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada peserta didik dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif peserta didik lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan semua peserta didik dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar (Syaodih ; 2008).
Menurut Medsker dan Holdsworth (2001) dalam Fatirul (2008), bahwa pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil siswa. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapat bekerjasama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan dengan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Lie; 2004).
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membentuk keterampilan sosial siswa, tanggungjawab serta kemandirian siswa dalam kegiatan pembelajaran.

2.4.1Tipe Berkirim Salam dan Soal
Menurut Subandriyo (2006) tipe berkirim salam dan soal merupakan strategi yang bertujuan untuk mensiasati agar semua terlibat aktif guna memperoleh pengalaman belajar nyata yang menyenangkan. Selain itu, tipe berkirim salam dan soal memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
Dalam tipe berkirim salam dan soal siswa diberi kesempatan untuk membuat pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas pada hari itu. Dengan demikian, mereka lebih terdorong untuk belajar karena nantinya mereka akan bertukar soal dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh kelompok lain.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan tipe berkirim salam dan soal menurut Irmaika (2009) adalah sebagai berikut :
1.Guru menentukan topik yang akan dibahas.
2.Guru menyampaikan materi secara interaktif untuk memunculkan pertanyaan yang terfikirkan oleh siswa.
3.Guru membagi siswa dalam kelompok dan disetiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain dan menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok.
4.Masing-masing kelompok mengirimkan utusan yang akan memberikan soal dan menyampaikan salam (sapaan dan sorak khas).
5.Setiap kelompok mengirimkan soal kiriman dari kelompok lain.
6.Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.
7.Di akhir pelajaran, guru memberikan penegasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

2.5Larutan Penyangga dan Hidrolisis Garam
2.5.1Larutan Penyangga
2.5.1.1Pengertian Larutan Penyangga
Suatu larutan bila ditambah asam akan turun pHnya karena memperbesar konsentrasi H+. sebaliknya, bila ditambah basa akan menaikkan pH karena meningkatkan konsentrasi OH‑. Seterusnya, suatu larutan asam atau basabila ditambah air akan mengubah pH, karena konsentrasi asam atau basanya akan mengecil. Ada larutan yang bila ditambah sedikit asam, basa atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan seperti itu disebut larutan buffer atau larutan penyangga (Syukri ; 1999).
Larutan penyangga dapat mempertahankan pHnya karena mengandung ion garam, kesetimbangan asam lemah dan kesetimbangan air, yang membentuk suatu sistem:
H2O NaNO3
 

0 komentar:

Posting Komentar