BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kinetika reaksi dipelajari karena pentingnya kemampuan untuk meramalkan kecepatan campuran reaksi mendekati keseimbangan. Laju, dapat bergantung pada variabel yang kita kontrol, seperti tekanan, temperatur, dan keberadaan katalis. Dengan adanya pemilihan kondisi yang tepat dapat mengotimalkan laju.
Salah satu alasan perlu mempelajari kinetika reaksi kimia adalah untuk memberikan pemahaman tentang mekanisme reaksi, yaitu analisis tentang reaksi menjadi rangkaian reaksi dasar. Contohnya, kita dapat menemukan bahwa reaksi antara hidrogen dan brom untuk membentuk hidrogen bromida berlangsung dengan: disosiasi Br2, serangan atom Br pada H2, dan beberapa tahap berikutnya, tidak dengan satu peristiwa dengan molekul H2 bertemu molekul Br2 dan atom-atom itu saling bertukar pasangan, untuk membentuk dua molekul HBr.
Keterlibatan foton dalam reaksi kimia telah memperluas kajian kinetika kimia. Salah satu bagian dari kinetika kimia yang melibatkan foton dalam reaksi kimia adalah kinetika reaksi fotokimia. Reaksi fotokimia dapat terjadi akibat radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel (Mulyani, 2003).
Menurut Atkins (368 : 1999) reaksi yang diakibatkan oleh suatu radiasi dapat menimbulkan suatu reaksi berantai. Dalam reaksi berantai, zat antara yang dihasilkan dalam suatu tahap, menghasilkan zat antara yang reaktif dalam tahap berikutnya dan kemudian zat antara itu menghasilkan zat antara reaktif yang lain, dan seterusnya.
Reaksi kimia akibat radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel tersebut dikenal sebagai reaksi radiasi kimia (radiational-chemical reaction) atau reaksi fotokimia (photochemical reaction). Perbedaan jenis reaksi akibat radiasi tersebut tidak begitu tajam. Radiasi dengan frekuensi yang tinggi dapat mengakibatkan ionisasasi, dan bila ini terjadi maka reaksi yang terjadi masuk ke dalam kategori reaksi radiasi kimia.
Reaksi fotokimia tergolong reaksi rumit karena melibatkan reaksi beberapa tahap. Mekanisme reaksi yang terdiri dari beberapa tahap, tidak dapat diselesaikan secara analisis. Untuk itu diperlukan metoda penyelesaian yang mengintegrasikan hukum laju secara numerik. Pendekatan yang menghasilkan ungkapan yang mudah adalah pendekatan keadaan mantap (steady state).
Salah satu contoh reaksi fotokimia yang melibatkan foton adalah reaksi fotokimia (Br2). Reaksi ini menghasilkan hukum laju yang rumit. Untuk itu perlu adanya pendekatan keadaan mantap dalam mengungkapkan hukum laju fotokimia.
Dari latar belakang di atas maka dapat diformulasikan judul makalah sebagai berikut: “Kinetika Reaksi Fotokimia Br2 dengan Pendekatan Keadaan Mantap (Steady State)”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.Bagaimana mekanisme reaksi fotokimia Br2?
2.Bagaimana ungkapan hukum laju reaksi fotokimia Br2 dengan menggunakan pendekatan keadaan mantap (steady state)?
3.Bagaimana menentukan quantum efficiency pembentukan Br2?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.Menuliskan mekanisme reaksi fotokimia Br2.
2.Mengungkapkan hukum laju reaksi fotokimia Br2 dengan menggunakan pendekatan keadaan mantap (steady state).
3.Menentukan quantum efficiency pembentukan Br2.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Dasar Reaksi Fotokimia
Sejauh ini suatu reaksi kimia terjadi akbiat gerakan termal dimana energi yang diperlukan untuk melampaui rintangan pengaktifan sebagai akibat dari gerakan termal molekul-molekul atau radikal-radikal. Disamping akibat gerakan termal, suatu reaksi kimia dapat juga terjadi akibat radiasi. Sebelum melangkah lebih jauh tentang reaksi fotokimia, perlu dipahami mengenai jenis radiasi.
Ada dua jenis radiasi, yaitu radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Contoh-contoh kedua jenis radiasi tersebut diberikan dalam tabel berikut:
Radiasi Elektromagnetik
Radiasi Partikel
Radiasi inframerah
Cahaya tampak
Radiasi ultraviolet
Sinar-X
Sinar-γ
Partikel α (inti He)
Partikel β (elektron)
Sinar katoda (elektron)
Berkas elektron, proton, deuterium dsb yang diahsilkan dalam suatu acceletor
Reaksi kimia akibat kedua jenis radiasi tersebut dikenal sebagai reaksi radiasi kimia (radiational-chemical reaction) atau reaksi fotokimia (photochemical reaction). Perbedaan jenis reaksi akibat radiasi tersebut tidak begitu tajam. Radiasi dengan frekuensi yang tinggi dapat mengakibatkan ionisasasi, dan bila ini terjadi maka reaksi yang terjadi masuk ke dalam kategori reaksi radiasi kimia. Di pihak lain, bila radiasi tersebut sampai mengakibatkan ioninsasi, maka reaksi yang terjadi masuk ke dalam kategori reaksi fotokimia.
2.2 Reaksi Rantai
Menurut Achmad (210 : 2001) suatu reaksi rantai berlangsung dalam sederetan reaksi elementer dan beberapa diantara reaksi elementer ini terjadi berulang-ulang. Reaksi rantai terdiri atas empat tahap yaitu inisiasi, propagasi, inhibisi dan terminasi. Pada inisiasi terbentuk beberapa spesi yang lebih reaktif, pada propagasi terbentuk produk reaksi dan juga spesi yang reaktif, pada terminasi dua spesi reaktif membentuk produk yang stabil.
Karakteristik reaksi rantai adalah sebagai berikut:
a.Laju reaksi rantai dipengaruhi oleh radiasi reaksi dengan cahaya yang mempunyai panjang gelombang tertentu yang dapat diserap oleh salah satu pereaksi.
b.Dalam beberapa reaksi terdapat perioda induksi sebelum terdapat perubahan tekanan atau konsentrasi yang dapat diukur.
c.Zat lain dalam jumlah renik dapat mempengaruhi laju reaksi.
d.Reaksi rantai menunjukkan kinetika yang kompleks.
e.Dalam beberapa reaksi rantai dapat dibuktikan adanya radikal bebas atom.
2.3 Teori Medan Kuantum
Molekul mendapatkan energi yang cukup untuk bereaksi dengan mengabsorpsi foton. Hukum Stark-Einstein menyatakan bahwa satu foton diabsorpsi oleh setiap molekul yang berperan dalam proses fotokimia primer (Atkins, 1999). Dipercaya bahwa reaksi antara foton dengan pereaksi adalah reaksi satu-satu, artinya satu partikel pereaksi dengan satu foton. Hal ini berdasar pada logika bahwa lifetime spesi pengaktifan elektronis adalah sangat pendek sehingga dipandang tidak memungkinkan partikel yang tereksitasi tersebut menyerap lagi foton (Paputungan, 2005).
Pandangan tersebut dapat ditunjukkan oleh contoh berikut:
A + hv → A•
Bisa dilihat bahwa satu partike A berinteraksi dengan satu foton (1 mol foton disebut 1 einstein). Prinsip tersebut adalah buah pemikiran Johannes Stark (1874-1957) dan Albert Einstein (1879-1955), dan dikenal sebagai hukum ekuivalensi fotokimia. Secara praktis dalam percobaan seringkali hukum tersebut dilanggar atau tidak dipatuhi. Dua alasan sering dikemukakan untuk menjelaskan pelanggaran tersebut. Pertama, radikal dapat melakukan rekombinasi (bersatu lagi sebelum reaksi berlangsung). Keadaan ini mengakibatkan hasil reaksi menjadi kurang dari yang diprediksi dengan ekuivalensi fotokimia (Mulyani, 2003). Kedua, pengaruh intensitas radiasi misalnya intensitas sinar laser sangat besar, sehingga satu molekul dapat mengabsorpsi beberapa foton (Atkins, 1999).
Dari kenyataan ini muncullah apa yang disebut sebagai photon yield, atau quantum yield atau quantum efficiency, yaitu rasio jumlah molekul yang melakukan reaksi pada suatu waktu terhadap jumlah foton yang diserap pada waktu yang sama, diberi simbol Φ (phi besar).
Jumlah molekul yang bereaksi atau terbentuk persauan waktu
Φ = ——————————————————————————
Jumlah kuantum yang terserap persatuan waktu
Jumlah molekul yang bereaksi atau terbentuk persauan waktu
Φ = ——————————————————————————
Iabs
-d[A]/dt
Φ = ————
Iabs
2.4 Hipotesis Keadaan Mantap (Steady State)
Asumsi yang terlibat dalam hipotesis steady state adalah bahwa konsentrasi dari perantara yang bereaksi dapat dianggap konstan.
d[Ci]
—— = 0
dt
Perlu dicatat bahwa pendekatan steady state hanya dapat diterapkan untuk jenis-jenis reaksi yang mempunyai masa hidup pendek atau sangat reaktif (Dogra, 1990).
Tahap-tahap berikut digunakan untuk menghitung hukum laju dalam batasan dari jenis-jenis yang stabil.
a.Hukum laju diferensial ditulis untuk masing-masing jenis.
b.Hukum laju diferensial dari perantara yang reaktif diletakkan sama dengan nol dan konsentrasi reaktif dihitung dalam batasan jenis-jenis yang stabil.
c.Konsentrasi steady state dari perantara yang dihitung dalam (b) disubstitusikan dalam pernyataan sedemikian rupa, sehingga hukum laju dapat ditulis hanya dalam batasan jenis yang stabil (reaktan dan produk).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Reaksi Fotokimia Br2
Mekanisme reaksi fotokimia Br2 dapat disajikan sebagai berikut.
Iabs
Br2 + hv → 2Br (Tahap Inisiasi)
k1
Br + H2 → HBr + H
k2 (Tahap Propagasi)
H + Br2 → HBr + Br
k3
H + HBr → H2 + Br (Tahap Inhibisi)
k4
Br + Br → Br2 (Tahap Terminasi)
Pembawa rantai pertama (2Br) terbentuk dalam tahap inisiasi reaksi. Contohnya atom Br terbentuk dari disosiasi molekul Br2, sebagai akibat absorpsi foton dalam reaksi fotolisis. Pembawa rantai yang dihasilkan dalam tahap inisiasi, menyerang molekul molekul reaktan lain dalam tahap perambatan (propagasi), dan setiap serangan menghasilkan pembawa rantai yang baru. Pembawa rantai dapat menyerang molekul produk yang terbentuk dalam reaksi sebelumnya. Karena penyerangan ini mengurangi laju neto pembentukan produk, maka disebut tahap perlambatan (inhibisi). Perlambatan tidak mengakhiri rantai, karena satu radikal (H) menghasilkan radikal lain (Br), tetapi mengurangi konsentrasi produk. Reaksi dasar tempat radikal bergabung dan mengkahiri rantai disebut tahap terminasi.
3.2 Hukum Laju Reaksi Fotokimia Br2 (Pendekatan Steady State)
Dalam penentuan hukum laju suatu reaksi rantai keseluruhan ditentukan oleh stoikiometri dari tahap yang paling lambat dan bukan stoikiometri keseluruhan reaksi (Achmad, 2001). Dari mekanisme reaksi di atas tahap yang paling lambat yaitu tahap pembentukan HBr karena dalam pembentukan HBr, suatu radikal menyerang suatu molekul menghasilkan pembawa rantai (radikal) yang baru. Kemudian radikal yang terbentuk menyerang molekul lain dan membentuk molekul HBr. Sehingga dapat dipastikan laju keseluruhan reaksi adalah laju pembentukan HBr dan dapat diungkapkan sebagai berikut dengan menuliskan laju neto pembentukan zat antara (H dan Br) dengan menggunakan pendekatan steady state.
d[HBr]
——— = k1[Br][H2] + k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0 ..........pers (1)
dt
d[H]
—— = k1[Br][H2] – k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0 ..........pers (2)
dt
d[Br]
—— = 2Iabs – k1[Br][H2] + k2[HBr][Br] + k3[H][HBr] – 2k4[Br]2 = 0 ..........pers (3)
dt
Iabs merupakan jumlah foton dengan frekuensi tepat, yang diabsorpsi per satuan waktu per satuan volume. Dengan demikian Iabs harus menggantikan ka[Br2] dalam skema reaksi termal (Atkins, 1999).
Dengan menambahkan persamaan (2) ke dalam persamaan (3) maka konsentrasi Br akan dapat dituliskan sebagai berikut:
2Iabs – 2k4[Br]2 = 0
k4[Br]2 = Iabs .............pers (4)
Iabs
[Br]2 =———
k4
Iabs
[Br] = ——— ...........pers (5)
k4
kemudian substitusikan persamaan (5) pada persamaan (2) untuk mendapatkan konsentrasi dari H.
d[H]
—— = k1[Br][H2] – k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0
dt
k1[Br][H2] – k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0
k1[Br][H2] – [H]( k2[Br2] + k3[HBr]) = 0
[H]( k2[Br2] + k3[HBr]) = k1[Br][H2]
k1[Br][H2]
[H] = ————————
( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs
k1 [H2] ———
k4
[H] = ———————— ...........pers (6)
( k2[Br2] + k3[HBr])
Laju keseluruhan reaksi adalah laju pembentukan HBr dan dapat diungkap dengan cara mensubstitusikan persamaan (5) dan persamaan (6) pada persamaan (1) sehinnga dapat dituliskan sebagai berikut:
d[HBr]
——— = k1[Br][H2] + k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0
dt
k1[Br][H2] + k2[H][Br2] – k3[H][HBr] = 0
k1[Br][H2] + [H]{ k2[Br2] – k3[HBr]} = 0
Iabs
k1 [H2] ———
k4
k1[Br][H2] + ———————— { k2[Br2] – k3[HBr]} = 0
( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs
k1 [H2] ———
Iabs k4
k1 [H2] ——— + ———————— { k2[Br2] – k3[HBr]} = 0
k4 ( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs ( k2[Br2] – k3[HBr])
k1 [H2] ——— 1 + ———————— = 0
k4 ( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs ( k2[Br2] + k3[HBr]) ( k2[Br2] – k3[HBr])
k1 [H2] ——— ———————— + ———————— = 0
k4 ( k2[Br2] + k3[HBr]) ( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs 2 k2[Br2]
k1 [H2] ——— ———————— = 0
k4 ( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs 2 k2[Br2]
k1 [H2] ——— ————————————— = 0
k4 ( k2[Br2] + k3[HBr])
k2[Br2] ————————
k2[Br2]
1 ½
2 k1 —— (Iabs)½ [H2]
k4
—————————— = 0
k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
Jadi hukum laju pembentukan HBr dapat dituliskan sebagai berikut:
1 ½
2 k1 —— (Iabs)½ [H2]
d[HBr] k4
——— = ——————————
dt k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
Dari hukum laju yang dihasilkan dapat diramalkan bahwa laju reaksi bergantung pada intensitas sinar yang diabsorpsi.
3.3 Quantum Efficiency Reaksi Fotokimia Br2
Karakteristik dari suatu reaksi fotokimia adalah eksitasi atom atau molekul akibat penyerapan energi cahaya. Contoh reaksi:
Br2 +hv → 2Br
Reaksi di atas menunjukkan proses primer. Apabila suatu reaksi fotokimia membawa kepada pembentukan molekul stabil, atom-atom yang sangat reaktif atau radikal, maka keadaan ini mengakibatkan hasil reaksi menjadi kurang dari yang diprediksi dengan hukum ekuivalensi fotokimia. Maka untuk menjelaskan hal tersebut, perlu menghitung jumlah molekul yang melakukan reaksi pada suatu waktu terhadap jumah foton yang diserap pada waktu yang sama yang dikenal dengan quantum efficiency atau yield yang diberi simbol Ф (phi besar) (Mulyani, 2003).
Quantum efficiency dari proses pembentukan Br2 dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
- d[Br2]/ dt
Ф = ———— ..............pers (7)
Iabs
d[Br2]
——— = -Iabs - k2[H][Br2] + k4[Br2]2
dt
d[Br2]
- ——— = Iabs + k2[H][Br2] – k4[Br2]2 .............pers (8)
dt
Substitusikan persamaan (4) pada persamaan (8) dimana k4[Br2]2= Iabs
d[Br2]
- ——— = Iabs + k2[H][Br2] – Iabs
dt
d[Br2]
- ——— = k2[H][Br2] ..............pers (9)
dt
Substitusikan persamaan (6) pada persamaan (9) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
Iabs
k2 k1 [H2] [Br2] ———
d[Br2] k4
- ——— = ———————————
dt ( k2[Br2] + k3[HBr])
Iabs
k2 k1 [H2] [Br2] ———
d[Br2] k4
- ——— = —————————————
dt ( k2[Br2] + k3[HBr])
k2[Br2] ————————
k2[Br2]
1 ½
k1 [H2] —— (Iabs) ½
d[Br2] k4
- ——— = ——————————— .............pers 10
dt k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
Quantum Efficiency dapat diungkap dengan cara mensubstitusikan persamaan (7) pada persamaan (10) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
- d[Br2]/ dt
Ф = ————
Iabs
1 ½
k1 [H2] —— (Iabs) ½
k4
———————————
k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
Ф = —————————————
Iabs
1 ½
k1 [H2] —— (Iabs)-½
k4
Ф = ———————————
k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
Dalam reaksi rantai di atas harga Quantum Efficiency (Ф) dapat bernilai sangat besar. Dalam kasus seperti ini, reaksi berantai berlaku sebagai penguat kimia dari tahap absorpsi awal sebagai akibat dari absorpsi foton, banyak molekul reaktan yang habis bereaksi (Atkins, 1999).
Dengan mengetahui harga Quantum Efficiency (Ф), kita dapat memprediksikan jumlah molekul yang musnah per detik dalam suatu reaksi yang melibatkan absorpsi foton (Atkins, 1999).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.Mekanisme reaksi fotokimia Br2 dapat berlangsung melalui 4 tahapan yaitu inisiasi, propagasi, inhibisi dan terminasi.
2.Dalam penentuan hukum laju keseluruhan reaksi fotokimia Br2 adalah dengan menentukan laju pembentukan HBr dengan hukum laju sebagai berikut:
1 ½
2 k1 —— (Iabs)½ [H2]
d[HBr] k4
——— = ——————————
dt k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
3.Quantum efficiency pembentukan Br2 dapat dituliskan sebagai berikut:
1 ½
k1 [H2] —— (Iabs)-½
k4
Ф = ———————————
k3[HBr])
1 + ————
k2[Br2]
4.2 Saran
1.Perlu adanya pengkajian untuk reaksi fotokimia pada senyawa lain.
2.Pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan efek temperatur pada konstanta laju pembentukan HBr dengan menggunakan persamaan Arrhenius.
3.Perlu adanya pengkajian tentang reaksi-reaksi kompleks (rumit) seperti kinetika reaksi polimerisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI Press.
Mulyani. 2003. Common Textbook Kimia Fisika II. Universitas Pendidikan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar