Rabu, 09 Juni 2010

MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut tumt berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah "motivasi.
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang mengge­rakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang men-dasarinya.
Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mencoba memengaruhi orang atau orang-orang yang dipimptnnya agar melakukan pekerj aan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dahulu.
Manusia dalam kehidupannya dewasa ini tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, baik kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomis, maupun kebutuhan penting lainnya. Manusia di dalam memenuhi kebutuhannya, sering mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan, orang yang bersangkutan tidak berarti sama sekali. Oleh karena itu, manusia cenderung untuk hidup berkelompok atau berorganisasi, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Kecen-defungan manusia untu-k saling membantu atau pemenuhan kebutuhan serta kecendemngan untuk berkelompok ini mempakan pertanda bahwa manusia memiliki keterbatasan dan bahkan sangat terbatas (limited).


Berbagai pakar mengetengahkan pandangannya tentang motivasi. Pandangan para pakar tentang motivasi tersebut melahirkan berbagai teori motivasi. Teori motivasi yang sangat fundamental dan monumental, juga telah banyak dikenal orang dan digunakan dalam berbagai kegiatan adalah teori motivasi dari Abraham Maslow.
Teori-teori lain yang juga telah dikenal adalah teori motivasi belajar, motivasi keria, dan motivasi berprestasi, di samping teori-teori motivasi lainnya. Namun dengan tidak mengesampingkan teori motivasi lain, dalam buku ini yang akan ditonjolkan dalam pembahasannya adalah teori motivasi yang dikaji dari sudut pandang motivasi belajar, motivasi kerja, dan motivasi berprestasi.




1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas yang menjadi permasalahan adalah :
Apakah pengertian motivasi?
Bagaimanakah teori dan keterampilan belajar belajar menurut para ahli?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, yang menjadi tujuan penulisan adalah:
Untuk mengetahui pengertian motivasi
Untuk mengetahui teori dan keterampilan belajar belajar menurut para ahli











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MOTIVASI
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, bempa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.I
Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan dan istirahat, mengambil napas, seksualitas, dan sebagainya; (2) motif sosio-genetis, yaitu motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebu-dayaan tempat orang tersebut berada. Jadi, motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya, keinginan mendengarkan musik, makan pecel, makan cokelat, dan lain-lain; (3) motif teologis, dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan, sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya,

I Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Soswl,Dasar-Dasar Pemikiran, (Jakarta: Grafindo Persada

seperti ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya.2
Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu kita menelaah pengidentifikasian kata motif dan kata motivasi. Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu.3 Dengan demikian, motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog menyebut motivasi sebagai konstruk hipotetis yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan kejadian perilaku yang diarahkan tujuan. Dalam motivasi tercakup konsep-konsep, seperti kebutuha berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan terhadap sesuatu.4 Penggolongan lain yang didasarkan atas terbentuknya motifasi, terdapat dua golongan, yaitu motif bawaan dan motif yang dipelajari. Motif bawaan sudah ada sejak dilahirkan dan tidak perlu dipelajari. Motif bawaan ini, misamya makan, minum, dan seksual. Motif yang kedua adalah motif yang timbul karena kedudukan atau jabatan.


2 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT Erisc
.3 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grafindo
.4 Thomas L. Good & Jere E. Brophy, Educational Psychology: A Realistic Approach, (New York: Longman, 1990), him. 360.
Dari sudut sumber yang menimbulkannya, motif dibedakan dua macam, yaitu motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik, timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat manfaatnya.
Motif intrinsik lebih kuat dari motif ekstrinsik. Oleh karena itu, pendidikan harus berusaha menimbulkan motif intrinsik dengan menum-buhkan dan mengembangkan minat mereka terhadap bidang-bidang studi yang relevan. Sebagai contoh, memberitahukan sasaran yang hendak dicapai dalam bentuk tujuan instruksional pada saat pembelajaran akan dimulai yang menimbulkan motif keberhasilan mencapai sasaran
2.2 PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Thomdike, salah seorang pendiri aliran teori belajar tingkah laku, mengemukakan teorinya bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang jugabisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan).5 Jelasnya, menurut Thomdike, pembahan tingkah laku dapat berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati).

.5 Noel Entwistle, Styles a/Learning and Teaching: An Integrated Outline of Educational Psychology for Students,Teachers, and Lecturers, (New York: John Wiley & Sons Ltd., 1981), him. 216.
Di dalam belajar praktik misalnya, pembahan tingkah laku seseorang dapat dilihat secara konkret atau dapat diamati. Pengamatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gerakan yang dilakukan terhadap suatu objek yang dikerjakannya. Seorang gum memberikan perintah kepada siswa untuk melakukan kegiatan praktik mempakan "stimulus", dan siswa dengan menggunakan pemikirannya, melakukan kegiatan praktik meru-pakan "respons" yang hasilnya langsung dapat diamati. Dengan demikian, kegiatan belajar yang tampak dalam teori belajar tingkah laku dalam pandangan Thomdike mengarah pada hasil langsung belajar, atau tingkah laku yang ditampilkannya.
Meski Thomdike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur ber-bagai tingkah laku yang nonkonkret itu (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thomdike ini banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudah-nya. Teori Thomdike inijuga disebut sebagai aliran Koneksionis (Connec-tionism).
. Teori belajar lain yang mendasari belajar dapat dilihat dari tiga pakar, yakni dark Hull, Edwin Guthrie, dan B.F. Skinner. Ketiga pakar tersebut juga menggunakan variabel Stimulus-Respons untuk menjelaskan teori-teori mereka. Namun, meskipun ketiga pakar ini mendapat julukan yang sama, yaitu pendiri aliran tingkah laku (Neo Behaviorisf), namun mereka berbeda satu sama lain dalam beberapa hal yang sifatnya prinsipil. dark Hull misalnya, sangat terpengaruh oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, seperti dalam teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat, terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutu­han biologis, meskipun respon mungkin bermacam-macam bentuknya.6 Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, temyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
Berbeda dengan pandangan Hull, menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak hams berbentuk kebutuhan biologis. Hal yang penting dalam teori Guthrie adalah hubungan antara stimulus dan respons cenderung bersifat sementara.7 Oleh karena itu, diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respons akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan), apabila respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Bertolak dari teori belajar Guthrie, pemberian stimulus yang sering mendorong siswa melakukan respons yang sesegera mungkin, dan suatu saat menjadi kebiasaan. Dalam kaitan dengan kegiatan belajar yang me-merlukan praktik, sebagaimana dicontohkan di atas, agar perubahan ting­kah laku siswa segera terbentuk, maka pemberian stimulus dapat dilaku-kan dalam bentuk teori. Selanjutnya, segera diikuti oleh praktik. Pemberian teori yang dibarengi dengan kegiatan praktik dalam belajar, lebih memudahkan terbentuknya tingkah laku.


6Ibid, him. 219.
7Robert M. Gagne, The Conditions of Learning and Theory of Instruction, (New York Holt, Rinehart and Winston, 1985), him. 192.
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respons, untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidak sesederhana itu, sebab pada dasamya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhimya memengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan, dapat menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku.8 Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, kita harus memahami respons itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.9
Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-peru-bahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab "alat" itu, akhimya hams dijelaskan lagi. Misalnya, apabila kita mengatakan bahwa "seorang siswa tidak dapat melakukan kegiatan praktik sebab siswa ini tidak mengetahui dasar-dasar teorinya", menuntut kita untuk menjelaskan "ten-tang teori yang mendasari kegiatan praktik itu". Penjelasan tentang teori ini, besar kemungkinan memerlukan penjelasan lain yang saling berkaitan, Begitu setemsnya. Dan semua pendukung teori tingkah laku, mungkir teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangar teori belajar.


8 George L. Gropper, A Behavioral Approach to Instructional Prescription, (New Jersey:
Lawrence Eribaum Associates, Publishers, 1983), him. 110.
9 Ibid, him. 111.
Ada dua perspektifteoretis yang berbeda tentang belajar. Pertama, teori Stimulus-Response (S-R), sebagaimana dikemukakan di atas, yang menunjukkan bahwa performa terampil berasal dari rantai unit-unit S-R diskrit dan dipelajari secara terpisah. 10Misalnya, kata-kata atau ungkapan bahasa asing yang dipelajari seseorang pada waktu tertentu sebagai tang-gapan diskrit dihubungkan dengan kalimat pembicaraan, not, dan syaii yang terpisah dihubungkan dalam belajar memainkan suatu instrumen musik.
Kedua, teori pemrosesan informasi kognitif.11 Para peneliti menun­jukkan bahwa suatu program motor (gerak) hierarkis bukanlah suatu unit rantai Stimulus-Respons, tetapi ia dipelajari secara internal. Program ini mencakup suatu model keterampilan dan suatu rencana untuk melaksana-kannya. Model internal, seperti dalam tulisan tangan atau ketikan, meru-pakan suatu organisasi keterampilan yang bersifat hierarkis, mencakup keseluruhan keterampilan dan sub-subketerampilannya. Demikianjuga, rencana tersebut mencakup keseluruhan strategi untuk melakukan kete­rampilan dan strategi untuk sub-subketerampilan. Oleh karena itu, ketika Anda mulai menulis, gerakan-gerakan Anda dipandu oleh suatu rencana global menulis dan sub-subrencana untuk menulis huruf dan kata-kata. Anda mengecek apa yang Anda tulis, merupakan model tulisan Anda yang terintemalisasi. Anda tidak melakukan serangkaian tanggapan Stimulus-Respons yang berantai.


10Robert M. Gagne, op. cit., him. 201.
11Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks, The Case for Constructivist Classrooms, (Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development, 1993), him. 27
Hal ini tampak pula dalam kegiatan belajar keterampilan, yang secara tidak disadari terjadi suatu rangkaian Stimulus-Respons. Dalam belajar suatu keterampilan, gerakan diperbaiki melalui praktik yang dipandu oleh suatu program keterampilan. Model dan rencana juga berubah selama berjalannya proses belajar keterampilan.
Berpijak pada teori-teori belajar di atas, dapat dikatakan belajar umum-nya diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang setelah mem-pelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) tertentu. Hal ini identik dengan pandangan Good dan Brophy, yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang barn dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri (belajar).12 Perubahan perilaku tersebut tampak dalam penguasaan siswa pada pola-pola tanggapan (respons) baru terhadap lingkungannya yang berupa keterampilan (skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (attitude), kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), emosi (emo-sional), apresiasi (appreciation), jasmani dan etika atau budi pekerti, sertahubungan sosial. Pendapat senada dikemukakan oleh Galloway yang menyatakan belajar sebagai suatu perubahan perilaku seseorang yang relatif cenderung tetap sebagai akibat adanya penguatan (reinforce­ment).13Perubahan perilaku, akibat penguatan ini, dapat terjadi apabila dalam proses belajar mengajar, siswa diberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhannya.
12 Thomas L. Good & Jere E. Brophy Educational Psychology, (New York: Longman, 1990), hlm. 103
13 Charles Galloway, Psychology/or Learning and Teaching(New York: McGraw-Hill Book Company, 1976),
him. 76
Dari kedua pandangan di atas, terungkap bahwa belajar adalah pe-merolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu penguatan (reinforcement) dalam bentuk pengalaman terhadap suatU obj ek yang ada dalam lingkungan belaj ar.
Driscoll menyatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam belajar, yaitu (1) belajar adalah suatu perubahan yang menetap dalam kinerja seseorang, dan (2) hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan lingkungan.14 Pemyataan ini dapat diartikan, apabila siswa belajar maka hasil belajar dapat dilihat dari kemampuamiya melakukan suatu kegiatan baru yang bersifat menetap daripada yang dilakukan sebelumnya sebagai akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan lingkungan. Hal inijuga menunjukkan bahwa seorang yang telah mengalami proses belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan perilaku sebagai suatu kriteria keberhasilan belajar pada diri seseorang yang belajar. Terdapat tiga ciri yang tampak dari orang yang mempelajari suatu objek (pengetahuan) tertentu, yaitu (1) adanya objek (pengetahuan, sikap atau keterampilan) yang menjadi tujuan untuk dikuasai; (2) teriadinya proses, berupa interaksi antara seseorang dengan lingkungannya atau sumber belajar (orang, media, dan sebagainya), baik melalui pengalaman langsung atau belajar berpartisipasi dengan berbuat sesuatu maupun pengalaman pengganti; (3) terjadinya perubahan perilaku baru sebagai akibat mempelajari suatu objek (pengetahuan) tertentu.
Belajar sebagai perubahan perilaku terjadi setelah siswa mengikuti atau mengalami suatu proses belajar mengajar, yaitu hasil belajar dalam bentuk penguasaan kemampuan atau keterampilan tertentu. Gagne mengistilahkan perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengajar dengan kapabilitas.15 Di sini, kapabilitas diartikan berdasarkan atas adanya perubahan kemampuan seseorang sebagai akibat belajar yang berlang-sung selama masa waktu tertentu. Perubahan kemampuan ini dapat dilihat dari perubahan perilaku seseorang. Perubahan tersebut bolehjadi berupa peningkatan kapabilitas (kemampuan tertentu) dalam berbagaijenis kinerja, sikap, minat atau nilai. Meskipun demikian, Gagne dalam definisinya menegaskan, perubahan itu berbeda dengan yang dihasilkan melalui proses pertumbuhan sehingga perubahan perilaku yang terjadi dalam diri seseorang sebagai akibat proses fisiologis, mekanik dan kematangan tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar.
Dengan hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemam­puan tertentu) sebagai akibat belajar, maka Jenkins dan Unwin menya-takan bahwa hasil akhir dari belajar (learning outcomes) adalah pemya-taan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil kegiatan belajamya.16


14 Marcy P. Driscoll, Psychology of Learning for Instruction (Boston: Allyn and1994), him 8-9
15 Robert M. Gagne, Leslie Briggs and Walter W. Wager, Principles of Instructional Design, (New
York: Harcourt Brace Jovanorich College Publisher, 1992), him. 42
16 Alan Jenkins and Dave Unwin, How to Write Learning Outcomes, 1996, him (http://
www.ncgia.ucsb.edu/education/curricula /giscc/units/format /outcomes.html).

Di sini, Jenkins dan Unwin melihat hasil belajar serupa dengan pengertian Gagne, yaitu siswa yang mampu mengerjakan sesuatu sebagai hasil belajar tentulah akibat kapabilitasnya (kemampuan tertentu). Berdasarkan pengertian Gagne serta Jenkins dan Unwin, dapat diartikan bahwa hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.
Menurut Klausmeier, proses belajar keterampilan memiliki beberapa kekhasan sebagai berikut.
Peralihan dari kontrol sengaja pada kontrol otomatis. Mula-mula gerakan terjadi secara perlahan dan tidak beraturan. Gerakan ini dikendalikan dan dipandu oleh isyarat verbal (biasanya oleh pelatih) serta gambaran visual. Kemudian gerakan menjadi semakin cepat dan beraturan tanpa dipandu pemyataan verbal atau gambaran visual.
Gerakan mula-mula samar, tidak jelas, kemudian menjadi semakin jelas dan nyata, baik dalam kualitas dan kuantitasnya.
Umpan balik menjadi semakin cepat. Dalam gerakan terampil dasar, umumnya dibutuhkan umpan balik yang lama, tetapi dalam. Contoh juru ketik yang terampil atau pianis kawakan, umpan balik dari teks sebagai pemandu untuk melakukan gerakan j art di atas tuts menjadi semakin cepat, bahkan tanpa umpan balik dari teks, gerakan tangan-nya semakin terotomatis.
Dalam belajar keterampilan, pola gerakan pun semakin lama semakin terkoordinasi.
Hasil akhir dari belajar keterampilan adalah kinerja menjadi semakin stabil.17
Fitts, yang dikutip Klausmeier, mengidentifikasi tiga tahap dalam belajar keterampilan:
Tahap kognitif, biasanya berlangsung relatif singkat. Pada tahap ini, pembelajar mengkaji dan memikirkan bagaimana melakukan keterampilan. Selama tahap ini, program gerak (yang ada dalam petunjuk atau manual) dipelajari.
Tahap intermediatetl tahap pengorganisasian. Pada tahap ini, operasi reseptor-efektor-umpan balik, menjadi terorganisasi. Semakin sedikit perhatian yang diberikan pada gerakan-gerakan tertentu.
Tahap penyempurnaan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan spesifik menjadi semakin lancar dan kurang mendapat perhatian, kontrol terhadap gerakan-gerakan spesifik juga semakin berkurang, kontrol justru diberikan kepada gerakan secara keseluruhan. Dengan kata lain, keterampilan menjadi semakin otomatis untuk dilakukan.
Pada prinsipnya, dalam belajar terdapat empat komponen kegiatan, yaitu (1) melakukan persepsi terhadap stimulus, (2) menggunakan pengetahuan prasyarat, (3) merencanakan respons, dan (4) pelaksanaan respons yang dipilih. 18


17 Klausmeier Herbert J., Educational Psychology, (New York: Harper and Row, Publishers, 1985), him. 351-357
18 icole Flores, Jerome Bruner's Educational Theory (http://www.newfoundations.com / GALLERY/ Bruner.html, ©2001 New Foundations edited 6/22/01), him. 1-4.
Apakah siswa mampu merencanakan respons yang diambil, jika ia dilatih dan memiliki kemampuan memproses informasi yang telah tersimpan?
Kemampuan di atas sangat diperlukan, terutama untuk kegiatan yang produktif karena kegiatan ini sangat diperlukan ter-gantung pada kehadiran pengetahuan yang dimiliki siswa, yang dibentuk melalui pengalaman pembelajaran dengan menerapkan prinsip umum yang relevan atau strategi khusus yang telah tersusun.
Telah dikemukakan, bahwa kegiatan kerja merupakan tingkat keber-hasilan seseorang dalam mencapai suatu tujuan secara efisien dan efektif. Sedangkan Godfrey dan Kephard menyebutkan kegiatan yang bersifat i motorik merupakan aktivitas gerakan tunggal atau sekelompok gerakan yang dibentuk dengan tingkat ketepatan dan ketelitian yang tinggi.19
Secara umum, seorang yang belajar memerlukan motorik, sebelumnya telah dibekali berbagai teori yang mendasari kegiatannya agar dapat mudah melakukan kegiatan, seperti kegiatan praktik. Oleh karena itu, belajar yang memerlukan gerakan motorik yang berpijak dari dasar teori struktur ingatan, struktur belajar, dan teori lain yang berhubungan dengan proses kognitifanak dapat membantu kegiatannya. Dengan menggunakan teori struktur ingatan (memory structure) dalam kegiatan belajar diasumsikan terdapat berbagai macam struktur ingatan yang berbeda sehubungan dengan perbedaan cara terbentuknya ingatan.
Gagne mengelompokkan struktur ingatan sebagai ingatan proposisi, imajinasi, episode, dan keterampilan intelektual.20 Merril menyebut struktur ingatan proposisi tersebut sebagai ingatan asosiatif, dan struktur ingatan keterampilan intelektual sebagai ingatan algoritmik. Di antara kedua ingatan ini, terdapat dua macam struktur ingatan yang disebutnya sebagai ingatan episodik dan ingatan imajinatif.21
Masing-masing struktur ingatan mempunyai perbedaan pada macam karakteristik yang ada pada struktur ingatan. Tujuan belajar yang dirumus-kan dalam pembelajaran biasanya disusun dengan tingkat unjuk kerja yang berbeda. Macam karakteristik struktur ingatan tersebut berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sehingga terjadi perubahan struktur dan perubahan informasi yang diterimanya.






19Barbara Godfrey dan Newel Kephart, Movement Patterns and Motor Education, (New York: Apleton - Century - Crofts, 1969), him. 8.
20Robert M. Gagne, Psychological Principles in System Development, (New York: Holt Rine Hart & Winston,
1963), him. 223.
21D avid and Merrill, Component Display Theory dalam Reigeluth, Charles M. (Ed.) Instructional Design
Theories and Model: An Overview of Their Current Status, (New Jersey: Lawrence Eribaum Ass. Publishing,
1983), him. 279-330.
BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Pada prinsipnya, dalam belajar terdapat empat komponen kegiatan, yaitu (1) melakukan persepsi terhadap stimulus, (2) menggunakan pengetahuan prasyarat, (3) merencanakan respons, dan (4) pelaksanaan respons yang dipilih.

3.2 Saran
Dari pembahasan diatas, masih perlunya pembahasan lebih lanjut terkait dengan motivasi. Untuk itu kamimengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

0 komentar:

Posting Komentar