Rabu, 09 Juni 2010

PERKAWINAN SEDARAH

NAMA : FINDRIANTY RUMAMPUK
NO STAMBUK : 501070313
KELAS : EKSTENSI KOTA


Soal :
Sepanjang pengetahuan saudara, sejauh mana perkawinan sedarah bisa membuktikan atau menghasilkan sebuah kelainan ditinjau dari ilmu genetika.
Jawab :
Saya telah membaca catatan seorang wanita  tentang bagaimana sebagai gadis muda sangat menanti saat ayahnya memandikannya karena dia (ayahnya) setelah itu akan merangsang secara oral vulvanya, dia menemukan bahwa hal tersebut sangat menyenangkan. Pada saat dia dapat mengerti mengapa dia (sang ayah)  memperlakukannya begitu buruk setelah itu, mungkin dia tidak menyadari telah menyalahkannya atas apa yang dia (sang ayah) telah lakukan. Dia kemudian berpikir apakah dia telah berbuat salah, dan mulai menyalahkan diri sendiri. Oleh karena itu, dia berusaha lebih keras untuk menyenangkan ayahnya. Wanita lainnya telah melaporkan bagaimana sebagai seorang remaja dia secara emosional,  secara fisik dan seksual  dijamah oleh kakak laki-lakinya, dan kemudian secara tidak sengaja dia menemukan bahwa dirinya sendiri sangat menantikan saat untuk melakukan hubungan seksual dengannya, karena dengan pada saat seperti itulah sang kakak bersikap manis  kepadanya.  Dia mendapatkan dirinya yang menikmati aktivitas seksual yang dilakukan dengan kakaknya. Saat ini saya yakin dia sangat bingung dengan reaksi dan segala tindakannya sangat tidak tepat. Kedua gadis-gadis ini  mengalami penyalahgunaan secara emosional  dan atau fisik yang menyertainya dengan kesenangan seksual . Tindakan menyimpang yang mereka alami adalah sangat beraneka ragam.

Jelas bahwa beberapa bentuk penyimpangan secara fisik atau emosional  hampir selalu menyertai pelecehan seksual. Hal ini disebabkan karena hubungan seksual antara orang dewasa dan anak-anak dianggap sangat tidak pantas dan karena itu dianggap melanggar hukum oleh masyarakat, setidaknya masyarakarat di dunia  barat. Kita juga tidak mengetahui seksualitas pada masa anak-anak. Anak-aak belajar pada usia muda  bahwa seks dan alat kelamin mereka adalah sesuatu yang harus disembunyikan dan bukan sesuatu yang harus mereka periksa atau mengizinkan orang lain-lain ntuk memeriksanya. Kesopanan yang dipelajari, bukan secara naluriah. Ini berarti bahwa bagi orang dewasa, atau anak yang lebih tua, untuk melakukan hubungan seks, atau pertualangan seksual, dengan seorang anak mereka sering harus mengandalkan kekuatan fisik atau kekuatan emosional untuk memastikan atau mendapatkan kerja sama dari anak kecil. Jika tidak membutuhkan kekuatan untuk mendapatkan anak yang bersedia, yang terkadang menajdi suatu masalah, sering kali perlu  menggunakan ancaman-ancaman atau kekerasan-kekerasan  fisik yang sebenarnya untuk menjaga agar anak tidak berbicara tentang apa yang telah terjadi. Kadangkala orang dewasa  menyalahkan anak dan menghukum mereka  atas tindakan-tindakan  mereka sendiri, hal ini disebut kekerasan. Sebagai akibatnya, sangat jarang untuk menjadi “hanya seks”, atau penyimpangan seksual  sendiri yang berperan. Bahkan jika seks tidak berwujud kasar, menyenangkan, hasil akhirnya adalah bahwa ini merupakan hal yang kasar dan multidimensional.
Keinginan kita untuk menyenangkan orang tua dan penjaga kita adalah kebutuhan untuk melangsungkan  kehidupan. Seorang gadis yang mengalami rasa sakit melakukan perbuatan penyimpangan seksual sering bertanya-tanya apa yang telah dia  lakukan tersebut adalah salah dan mengapa dia dihukum dengan penyimpangan  apa yang terjadi. Jika dia gadis yang baik, mereka tidak akan menyakitinya. Akibatnya dia akan mencoba menjadi anak yang lebih baik, mungkin dengan menjadi pasangan seksual yang lebih memuaskan. Respon seperti ini biasanya menhasilkan kepercayaan  yang buta yang harus kita berikan kepada orang yang  memelihara kita sampai masa desawa. Jika kita tidak mengikutinya dengan membabi buta, bagaimana mungkin kita bisa hidup lama sampai mencapai kedewasaan?  Jika kita hanya melakukan apa yang kita  inginkan, berapa lama kita akan hidup? Kita menafsirkan sesuatu yang menyenangkan sebagai penghargaan atas hal benar yang kita lakukan dan semua yang tidak menyenangkan merupakanpertanda bahwa kita telah melakukan kesalahan. ini merupakan satu dasar, secara naluri, aturan yang kita jalani.
Seorang wanita yang memperoleh kepuasan seksual dalam peristiwa penyimpangan seksual dapat memiliki waktu yang sulit untuk belajar menyukai hubungan seks atas dasar suka satu sama lain daripada wanita yang hanya mengalami rasa sakit saja. Jika ini menyakitkan, ini mendukung konsep bahwa hal tersebut adalah jelek dan salah. Anda mengetahui hubungan seks ini seharusnya menyenangkan dan lebih penting, "merasa berbeda" jika anda berada dalam situasi ini, sekali lagi anda mendapat kembali kemampuan untuk mempercayai seseorang dan dapat menjadi akrab dengan mereka, anda hanya membuka pintu menuju kesenangan seksual, yang bisa secara pasti menjadi pintu ke satu jalan yang panjang, berliku-liku dan jalan yang mendaki. Remaja dan wanita dalam situasi ini masih butuh untuk mempelajari bahwa seks itu menyenangkan, tidak menyakitkan. Ini dapat mengambil waktu dan kesabaran dalam mengatasi respons biasa dalam hubungan seksual.
Terkadang tindakan orang dewasa bisa kurang hati-hati  merangsang seksual anak dan meningkatkan atau membangktkan  ketertarikan mereka akan seks Banyak hal orang tua saecara normal melakukannya selama mengasuh anak mereka bisa mengakibatkan anak mengalami sensasi seksual dan kesenangan . Selama menyususi biasa bagi keduanya baik ibu dan anak mengalami gairah seksual, yang  juga tidak  mempunyai k ontrol,  walapun mereka mecobanya. Pernahkah anda mengingat seberapa sering kita mandi, memeriksa dan menyentuh vulva gadis saat dia memakai  popok ? Orang tua sering bergurau tentang bayi laki-laki mereka memperoleh ereksi saat mereka mengganti popoknya. Pernahkah mempertimbangkan kemungkinan ini terjadi juga pada anak perempuan kita. Ini benar terjadi. Berapa banyak orangtua mengayun-ayunkan anak mereka dengan lutut mereka ? Pernahkah anda melihat ke belakang bagaimana orang tua memegang tubuh anak mereka dengan tubuh mereka ? Saya tidak mengatakan apa yang sedang  dilakukan orang tua adalah salah atau tidak pantas, hanya karena kita telah dikondisikan untuk tidak memperhatikannya. Karena anak kita dilaporkan tahan terhadap seks, kita diharapkan dapat melakukan apapun tanpa membangunkan seksualitas mereka. Ini berbeda dengan apa yang telah dijelaskan diatas, kemudian masyarakat penuh dengan kontradiksi. Masyarakat melindungi kita dari diri kita sendiri, dengan  mengorbankan anak-anak kita. Sementara masyakrakat menyangkal atau mengabaikannya, kami semua berinteraksi pada suatu tingkatan seksual dengan anak-anak kita, dan anak-anak  orang lain.
Apa yang menjadi latar belakang pelecehan seksual tergantung dari beberapa faktor, yaitu individu, jenis kelamin mereka, keluarga, komunitas, masyarakat, agama, etnik, dan latar belakang budaya, dan perbedaan tingkat pemerintahan. Masyarakat Amerika dan pemerintahannya sebagai suatu dasar yang lengkap mengatakan apapun dari seksual alami yang melibatkan anak-anak merupakan tindak kekerasan dalam berbagai hal dan sebagai hasilnya merupakan sesuatu yang ilegal. Faktor lain dalam kehidupan seseorang yang mungkin tidak setuju. Seringkali ini merupakan konteks dimana setiap hal terjadi berbeda dengan tindakan yang nyata membuatnya menajdi satu pelecehan. Jika  anda terbiasa menjadi telanjang di hadapan orang tua anda dan orang lain. Anda tidak akan merasa dilecehkan jika mereka masuk ke dalam kamar mandi saat anda mandi, akan tetapi anada akan merasa tidak tepat bagi mereka jika mereka menatap alat kelamin anda. Jika anda merasa nyaman bertelanjang, anda mungkin tidak akan berpikir jika orang tua anda mengambil foto  ketika anda sedang bermain di luar saat anda sedang telanjang, akan tetapi sistem hukum Amerika sekarang menyatakan bahwa itu adalah pelecehan, yang mungkin tidak sesuai dengan pendapat populer lainnya. Dalam masyarakat Eropa, hal ini secara sosial dapat diterima untuk orang tua dan anak berbicara secara terbuka tentang seks dan seksualitas mereka, yang terkadang mengejutkan banyak orang Amerika. Banyak agama memperlihatkan bahwa seks sangat tidak diharapkan dalam berbagai bentuk, hanya menerima dan mengetahui tentang reproduksi. Belum lama ini, akan tetapi tidak dibicarakan secara terbuka, banyak kultur budaya yang telah menerima praktek menyentuh kelamin bayi aau alat kelamin anak ketika anda ingin mereka tertidur atau ingin membuat merasa merasa nyaman. Masyarakat lainnya menganggap masturbasi masa kanak-kanak dan eksplorasi seksual adalah normal dan diinginkan dan diperhatikan  saat hal itu tidak terjadi. Dalam masyarakat Amerika muncul menjadi satu komunitas dimana hubungan terlarang (incest) diterima, akana tetapi tidak pernah dibicarakan secara terbuka atau diakui. Seorang wanita menyebutkan hubungan terlarang (incest) ayah dan anak perempuannya adalah umum dalam komunitas Amerikanya, walupun dia tidak mengalaminya  sendiri, dia merasa sebagian besar dari hal ini adalah didasarkan hubungan atas dasar sama suka dari hasil percakapannya dengan orang  yang melakukan hal tersebut. Kadang-kadang hal ini merupakan pelecehan dalam masyarakat dan bukan perkembangan seksual yang positif bagi individu tersebut. Sementara itu kita sering mencoba malakukannya, sulit untuk menghukum apa yang "sering" menjadi pelecehean seksual. sebagai akibatn ya i ndividu bisa terjebak di tengah-tengah masalah ini.
Amri Marzali MA1) melalui makalahnya untuk Seminar Adat Silungkang di Jakarta membagi dengan tajam antara hubungan kekerabatan dengan hubungan keturunan (sedarah). Dikatakannya : “Bapak kita, suami adik kita, isteri kemenakan/mamak kita adalah orang sumando dan pesumandan kita. Mereka adalah kerabat kita, karena mereka kawin dengan anggota kelompok keturunan kita. Anak saudara laki-laki kita, anak saudara laki-laki ayah kita, dan anak mamak kita juga merupakan kerabat kita. Mereka tidak seketurunan dengan kita, kecuali yang sekampung”.
Sedang “mande, dunsanak, mamak, kemenakan adalah orang-orang (status) yang seketurunan dengan kita. Mereka semua dan kita merupakan anggota kelompok keturunan paruik (rumah godang), atau kampung, atau keandikoan. Hubungan mereka dengan kita adalah hubungan keturunan, yaitu sedarah”.
Berdasarkan pembagian antara hubungan kekerabatan dan hubungan seketurunan (sedarah) yang dikedepankan Amri Marzali tersebut, maka ada yang menyimpulkan bahwa adalah tidak tepat menggunakan istilah kerabat, bila yang dimaksud hubungan seketurunan. Sebutan kerabat hanya berlaku bagi hubungan seperti dengan orang sumando dan pesumandan.
Yang dimaksud tali kerabat mamak kemenakan ialah hubungan antara seorang anak laki-laki dan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang anak laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya. Bagi seseorang, saudara laki-laki ibunya adalah mamaknya dan ia adalah kemenakan saudara laki-laki ibunya. Sedangkan anak saudara perempuannya merupakan kemenakan dan ia adalah mamak anak saudara perempuannya.
Secara kasat mata memang tidak bisa dibedakan orang yang membawa kelainan genetika/bawaan dengan yang sehat. Kita pun tak bisa "menebak" apakah suami/istri memiliki kelainan atau tidak. Padahal, menikah dengan pengidap ataupun pembawa penyakit bawaan tertentu akibat kelainan genetika, berarti membuka peluang bagi sebagian anak kita sebagai calon penderita, sebagian sebagai carrier (pembawa), meski prosentase untuk mendapatkan keturunan yang sehat pun tetap ada.
Seseorang dikatakan pembawa kelainan genetika, kata dr. Iswari Setianingsih, Sp.A., Ph.D., jika salah satu dari gen identik yang seharusnya sepasang mengalami kelainan karena berbagai sebab, sedangkan gen yang satunya normal. Sementara saat pembuahan terjadi, sel telur ibu dan sel sperma ayah, masing-masing akan membawa sebelah gen dari seluruh kromosomnya agar si anak memiliki sepasang gen identik dari orang tuanya. Dengan begitu, peluang keturunan mengalami kelainan bawaan yang sama akan semakin besar bila pembawa kelainan genetika kawin dengan sesama pembawa. Sedangkan bila pembawa kelainan genetika menikah dengan pasangan yang normal kemungkinan mendapat anak yang sehat lebih besar pula. "Peluangnya adalah 50 persen pembawa, dan 50 persen sehat."
Karena itulah perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai satu-satunya sarana yang bisa diandalkan. Terutama pada pasangan dari etnik tertentu yang frekuensi kelainan bawaan tertentu relatif tinggi. Sebab, jelas Iswari, suku-suku tertentu di Indonesia memiliki angka kejadian penyakit/kelainan bawaan sel darah merah yang cukup tinggi. Thalassemia, contohnya, dengan kisaran rata-rata 1,5 sampai 15 persen dari jumlah penduduk, bahkan di daerah Sumba mencapai 33 persen! "Dibanding negara-negara lain selain Asia, Afrika, dan Mediterania, angka tersebut sangat tinggi. Padahal kelainan genetika di atas 1 persen saja sudah dianjurkan untuk menjalani skrining. Lain halnya bila yang bersangkutan menikah dengan orang Barat yang rendah sekali frekuensi penyakit Thalassemia-nya, hingga tak perlu terlampau khawatir."
Karena berkaitan erat dengan garis keturunan, tentu tidak semua orang memerlukan pemeriksaan genetika selagi hamil mengingat biayanya relatif mahal. Untuk pemeriksaan DNA saja, misalnya, paling tidak dibutuhkan biaya Rp 3 juta karena pemeriksaan harus dilakukan pada suami-istri maupun si anak. Alhasil, pemeriksaan semacam ini umumnya diprioritaskan pada etnik tertentu yang memiliki frekuensi penyakit genetika tinggi, semisal penyakit Thalassemia untuk populasi Indonesia.
Dari konsultasi genetika setidaknya akan diketahui apakah dari riwayat keluarga diketahui ada-tidak kelainan-kelainan bawaan. Jika ada, akan ditelusuri lebih jauh, apakah kelainan bawaan tersebut merupakan kelainan yang diturunkan atau bukan. Sementara kelainan bawaan itu sendiri, terang Iswari, amat beragam bentuknya. Mulai kelumpuhan otot, kelainan pembekuan darah yang sering disebut dengan hemofilia, sampai kelainan tulang di mana tulang-tulang yang bersangkutan tidak berkembang dengan baik, sehingga tangan dan kakinya pendek sementara porsi tubuhnya normal.
Untuk meminimalkan peluang terkena kelainan bawaan tadi, terang Iswari, sebetulnya akan sangat efektif bila sudah dipikirkan sebelum hamil atau malah pranikah. Pertimbangannya, penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetika seperti penyakit Thalassemia tidak dapat disembuhkan. "Dengan begitu, pasangan yang bersangkutan punya banyak waktu untuk berpikir matang, apakah akan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan dengan menutup mata terhadap segala risiko yang bakal menghadang atau justru bersedia mengakhiri hubungan mereka semata-mata demi kepentingan dan masa depan anak-anak yang bakal dilahirkan."
Sebetulnya angka kelahiran bayi yang menderita penyakit bawaan dapat dicegah dengan melakukan analisa DNA (gen) saat janin masih berusia 10-12 minggu. Sebab, melalui analisa gen, kelainan dapat dideteksi sebelum si bayi lahir. Prosedurini bisa diterapkan pada pasangan yang sudah telanjur menikah dan baru mengetahui bahwa mereka adalah pembawa/pengidap kelainan genetika Thalassemia yang berpeluang besar menurun pada anak.
Caranya, lanjut Iswari, dengan menjalani diagnosis prenatal secara bertahap. Pertama, pemeriksaan calon ibu yang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila si ibu dinyatakan pembawa sifat Thalassemia beta, maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikut, yakni giliran suami yang diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobinnya. Bila dari pemeriksaan tersebut suami ternyata juga membawa sifat Thalassemia, maka mereka berdua akan diperiksa DNA-nya untuk menentukan jenis kelainannya pada gen globin beta.
Cara lain yang bisa digunakan untuk mendapat sel janin adalah pengambilan cairan ketuban/amnion yang baru dapat dilakukan pada usia kehamilan sekitar 15-16 minggu dengan risiko terjadinya keguguran lebih kecil yakni hanya 1 persen.
Jika dari pemeriksaan tersebut janin ternyata hanya membawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan (gen Thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen tersebut, maka kehamilan dapat diteruskan dengan aman. "Soalnya ada kemungkinan, meski ibu bapaknya menderita kelainan genetika, anaknya sehat-sehat saja."
Lalu siapa saja yang dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan genetik/analisa kromosom ini? Untuk kelainan kromosom, tukas Iswari, adalah pasangan yang pernah punya anak pengidap/penyandang kelainan kromosom. Atau mereka yang bila ditelusuri dalam keluarga besarnya yang memiliki hubungan darah ada yang menderita penyakit bawaan yang sama.
Kelainan kromosom, lanjutnya, biasanya termanifestasi sebagai kegagalan tumbuh/perawakan pendek atau keterlambatan perkembangan, kelainan bentuk muka, dan kelainan alat kelamin. Di samping itu, terjadi cacat tubuh lebih dari satu jenis, semisal kebocoran katup jantung, ditambah bibir sumbing, dan retardasi mental.
Kalau memang sudah dipastikan pembawa gen Thalassemia, saran Iswari, sebaiknya yang bersangkutan tidak menikah dengan sesama pembawa gen Thalassemia meski cinta setengah mati. Bila tidak, ia akan dihadapkan pada dilema bahwa keturunannya mempunyai risiko menjadi penderita Thalassemia major/ berat. Lain cerita kalau ia dan pasangannya memang siap menghadapi dilema tersebut. "Keputusan semacam ini, kan, individual sekali sifatnya. Buat mereka yang tegas-tegas menolak aborsi, contohnya, tentu akan memilih menikah dengan pria/wanita lain yang sehat ketimbang di suatu saat kelak dihadapkan pada pilihan berat. Sementara mereka yang 'lunak' boleh jadi akan meneruskan hubungan mereka ke jenjang perkawinan meski sudah tahu risiko yang bakal dihadapinya."
Jika dari pemeriksaan tersebut janin ternyata hanya membawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan (gen Thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen tersebut, maka kehamilan dapat diteruskan dengan aman. "Soalnya ada kemungkinan, meski ibu bapaknya menderita kelainan genetika, anaknya sehat-sehat saja."
Sebaliknya, bila ternyata janin membawa kedua belah/sepasang gen Thalassemia yang berarti si janin bakal menderita Thalassemia beta, maka penghentian kehamilan dapat dijadikan alternatif. Hasil analisis ini setidaknya bisa membantu pasangan untuk siap mental menghadapi kemungkinan terburuk sekaligus bisa mengambil keputusan/pilihan terbaik bagi keluarga mereka.

0 komentar:

Posting Komentar