Sabtu, 22 Mei 2010

ANALISIS PROTEIN ALGA MERAH (Rhodophyceae) SPESIES Eucheuma Cottonii PADA USIA BERBEDA DENGAN METODE KJELDHAL

ANALISIS PROTEIN ALGA MERAH (Rhodophyceae)
SPESIES Eucheuma Cottonii PADA USIA BERBEDA
DENGAN METODE KJELDHAL

Elviyen I. Biahimo
Evie Paendong
Nita Suleman

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo 2008.

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein Protein Alga Merah (Rhodopyceae) Spesies Eucheuma cottonii Pada Usia Berbeda. Analisis protein pada alga merah dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhal.
Hasil yang diperoleh yaitu: Jumlah kadar protein pada alga merah usia 2 minggu adalah 0,71%,4 minggu adalah 1,62%, 6 minggu adalah 2,63%, 8 minggu adalah 4,21%, 10 minggu adalah 1,86% dan 12 minggu adalah 0,85%.

Kata Kunci : Alga merah, Protein, Kjeldhal.


ANALISIS PROTEIN ALGA MERAH (Rhodophyceae)
SPESIES Eucheuma Cottonii PADA USIA BERBEDA
DENGAN METODE KJELDHAL

Elviyen I. Biahimo
Evie Paendong
Nita Suleman

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo 2008.

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein Protein Alga Merah (Rhodopyceae) Spesies Eucheuma cottonii Pada Usia Berbeda. Analisis protein pada alga merah dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhal.
Hasil yang diperoleh yaitu: Jumlah kadar protein pada alga merah usia 2 minggu adalah 0,71%,4 minggu adalah 1,62%, 6 minggu adalah 2,63%, 8 minggu adalah 4,21%, 10 minggu adalah 1,86% dan 12 minggu adalah 0,85%.

Kata Kunci : Alga merah, Protein, Kjeldhal.

PENDAHULUAN
Perairan Indonesia yang merupakan 70 % dari wilayah Nusantara mempunyai garis pantai lebih dari 81.000 Km dengan 13.667 pulau, memiliki potensi laut cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.Dahuri (2000) dalam Katoe (2002:1). Melimpahnya potensi sumber daya alam menuntut masyarakat untuk memanfaatkannya secara maksimal dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-sehari.
Salah satu potensi laut yang telah dikembangkan dan dikenal luas oleh masyarakat pesisir pantai adalah pemanfaatan rumput laut. Berbagai macam metode baik dari pembudidayaan hingga pengolahan telah dilakukan guna hasil yang maksimal. Untuk memperoleh hasil pengelolaan rumput laut yang bermutu tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tekhnik budidaya yang intensif, pasca panen yang tepat dan kelancaran hasil produksi.
Program pemerintah berupa sosialisasi dan penyuluhan tentang pamanfaatan hasil laut yang telah digiatkan, dipandang mampu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang budidaya potensi kelautan. Hal demikian diwujudkan melalui kesadaran masyarakat pesisir pantai akan pentingnya membudidayakan potensi-potensi laut seperti pembudidayaan rumput laut.
Budidaya rumput laut di Provinsi Gorontalo saat ini semakin digiatkan oleh Pemerintah untuk menunjang peningkatan ekonomi kerakyatan yang ada di pesisir pantai. Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, jenis rumput laut yang di budidayakan di Gorontalo yaitu berupa alga merah spesies Eucheuma cotonii (70%) dan Eucheuma sp (30%). Oleh karena itu kualitas alga laut ini, khususnya di Gorontalo perlu ditingkatkan
Wujud rumput laut ketika habis dipanen mungkin tampak menjijikkan. Namun, tumbuhan berderajat rendah ini dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat pesisir pantai guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari sumber hayati laut yang tidak menarik itu, bila diproses lebih lanjut dapat menghasilkan lebih dari 500 jenis produk komersial, diantaranya agar-agar dan puding yang jadi makanan kegemaran anak-anak, obat-obatan, kosmetik, sarana kebersihan seperti pasta gigi dan sampo, kertas, tekstil, dan sebagainya.
Rumput laut mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap seperti, karbohidrat, protein, sedikit lemak, abu dan sebagian besar mineral, seperti natrium, kalium, kalsium, fosfor, zat besi dan yodium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1,B2,B6,B12 dan C; betakaroten.(Zantika,Dkk, 2006: 20)
Menurut Winarno (dalam Patni, 2004) mengatakan, alga laut selain kaya akan vitamin A,B,C,D dan E, alga laut mengandung 0,3-5,9 % protein, dan karbohidrat 54,3-73,8 %, sedangkan kandungan mineralnya adalah kalsium, fosfor, zat besi dan natrium. Selain itu, Rachmaniar (1994) berpendapat bahwa, kadar protein makro algae berkisar antara 2,8 - 6,08 %, karbohidrat antara 25-40 % dan kandungan serat tinggi yaitu 2-13 %.
Meskipun demikian, komposisi kimia dalam rumput laut disetiap daerah perairan pantai memiliki kadar berbeda. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang ada disekitar tumbuhnya rumput laut itu sendiri. Seperti halnya hasil analisa Zantika, Suhaimi dan Istina pada daerah perairan pantai Bali dan Sul Sel, menunjukkan perbedaan kadar protein. Untuk kadar protein pada rumput laut jenis E.spinosum di Bali, kadar proteinnya berkisar antara 2,69%-5,12%, dan G.gigas kadar proteinnya berkisar pada 7,30%, sedangkan untuk kadar prtoein pada rumput laut jenis E.spinosum di Sul Sel, kadar prtoeinnya adalah 9,20%.
Protein merupakan suatu zat yang terdapat pada tumbuhan dan hewan yang merupakan komponen yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari. Protein dalam tubuh manusia memiliki peran yang sangat penting, seperti: alat komunikasi (syaraf), pertahanan tubuh (anti bodi), pengatur metabolik (hormon), katalis biokimia (enzim), dab transport oksigen (hemoglobin). Selain itu protein juga dibutuhkan sebagai pembangunan jaringan baru dan memelihara jaringan yang telah berkembang.
Adapun kualitas protein pada rumput laut penting untuk membentuk jaringan baru pada tubuh. Namun sejauh ini penelitian tentang alga merah yang ada dipesisir pantai Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara belum pernah dilakukan khususnya kandungan protein alga merah (Rhodopyceae) spesies E. Cotonii pada usia berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel alga merah pada usia berbeda, untuk dijadikan perbandingan terhadap kandungan proteinnya.

BAHAN DAN METODE
a.Bahan
Bahan atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga merah yang berusai dua minggu, empat minggu, enam minggu, delapan minggu, sepuluh minggu dan dua belas minggu yang dibeli dari petani rumput laut asal pantai kecamatan kwandang.
Bahan kimia yang digunakan yaitu asam sulfat pekat (H2SO4), NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, indicator penoftalein (pp), NaOH 10%, K2SO4, dan butiran Zn.

b. Proses Pengolahan Bahan
Sampel alga merah yang telah diperoleh dari perairan pantai kecamatan kwandang, kemudian masing-masing alga merah dikeringkan selama ± 7 hari agar rumput laut benar-benar kering. Kemudian alga merah dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus (blender), lalu diambil masing-masing 1 gram yang akan dijadikan sampel. Metode analisis selanjutnya yaitu penentuan kadar.

c. Cara Kerja
Penentuan kadar Nitrogen (N) dengan menggunakan metode Kjeldhal dengan tahap-tahap sebagai berikut :

Tahap Destruksi (Penguraian)
Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram yang telah dihaluskan, dilarutkan kemudian diencerkan dengan aquades sampai 100 ml.
Diambil 10 ml dan dimasukkan 15 ml asam sulfat pekat (H2SO4), dan ditambahkan pula 5 gram K2SO4 sebagai katalisator.
Melakukan destruksi (sampel) sampai larutan menjadi jernih
Setelah larutan menjadi jernih dilanjutkan terus pendidihan selama 30 menit. (proses destruksi).
Setelah 30 menit pendidihan dimatikan, dibiarkan beberapa saat sampai larutan di dalam labu menjadi dingin, (proses destruksi)
Setelah larutan dingin, dinding labu Kjeldhal dicuci dengan aquadest.
Dilanjutkan destruksi selama 30 menit lagi.
Setelah 30 menit pemanasan dihentikan dan sampel dibiarkan beberapa saat sampai larutan menjadi dingin.
Setelah larutan dingin, ditambahkan 100 ml aquadest lalu ditambahkan pula 25 ml NaOH 10 % serta 5 butiran Zink.

Tahap Destilasi
Kemudian dilakukan destilasi, destilat yang ditampung sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan asam klorida (HCl) 0,1 N dan beberapa tetes indikator penoftalein.
Warna larutan menjadi jernih.

Tahap Titrasi
Kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai pada titik ekivalen.
Menghitung persen N dalam contoh dengan menggunakan rumus faktor konversi.

d. Penentuan Kadar Protein
mL (blanko-sampel) x NNaOH x 14,008 x f
Jumlah % Ntotal = x 100 %
Berat sampel (gr) x 1000

(Sudarmadji, 1989)
Ket : f = Faktor pengenceran (1)
14,008 = Masa Nitrogen
Penentuan kadar protein yaitu mengalikan jumlah persen total Nitrogen (N) dengan faktor konfersinya. Besar faktor perkalian N menjadi protein tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan dengan menggunakan rumus :
% Protein = % N x faktor konversi
=% N x 100/16, atau
= Jumlah % Ntotal x 6,25
Sudarmadji, (1989)


HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Sampel
Dalam prosedur awal sampel alga merah spesies E.cottonii yang di ambil dari pantai kecamatan kwandang berdasarkan masing-masing usia (2,4,6,8,10 dan 12 minggu) dicuci bersih lalu dikeringkan sampai benar-benar kering. Sampel dikeringkan di bawah terik matahari selama ± 7 hari. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang ada pada sampel (alga merah).
Selanjutnya alga merah yang telah kering, dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus (blender), lalu diambil masing-masing 1 gram yang akan dijadikan sampel. Setelah itu masing-masing sampel diproses dalam tiga tahap, yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Pada tahap titrasi akan didapat jumlah nitrogen total, kemudian jumlah nitrogen total ini dikalikan dengan faktor konversi sehingga didapat kadar protein. Untuk kadar protein dapat dilihat pada tabel 4.1.

Hasil Penelitian
Hasil protein kasar pada alga merah kering berdasarkan usia 2 minggu, 4 minggu, 6 minggu, 8 minggu, 10 minggu dan 12 minggu dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:



Tabel 1 Hasil Perhitungan Protein Kasar Algae Merah Kering Berdasarkan Usia (2,4,6,8,10 dan 12) Minggu.

Perlakuan
Jumlah Titran (Ml)
Rata-Rata
(Ml)
Protein %
Rata-rata
(%)

1
2
3

1
2
3

Minggu Ke-2
29,98
30,39
30,19
30,19
0,89
0,53
0,71
0,71
Minggu Ke-4
29,16
29,14
29,18
29,16
1,61
1,63
1,60
1,62
Minggu Ke-6
27,98
28,01
28,00
27,99
2,64
2,62
2,623
2,63
Minggu Ke-8
26,09
26,31
26,17
26,19
4,30
4,11
4,23
4,21
Minggu Ke-10
28,96
28,79
28,88
2,89
1,79
1,93
1,86
1,86
Minggu Ke-12
30,09
29,98
29,95
30,00
0,77
0,89
0,92
0,85

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh rata-rata protein dari enam perlakuan yang dilakukan terhadap Alga merah. Pada perlakuan (A) yaitu alga merah yang berusia 2 minggu sampai pada ulangan ketiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 0,71% atau 71 mg dalam 1 gram Alga merah kering, pada perlakuan (B) yaitu alga merah usia 4 minggu, sampai pada ulangan ketiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 1,62% atau 162 mg dalam 1 gram alga merah kering, pada perlakuan (C) yaitu alga merah usia 6 minggu, sampai pada ulangan ke tiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 2,63% atau 263 mg dalam 1 gram alga merah kering, pada perlakuan (D) yaitu alga merah usia 8 minggu, sampai pada ulangan ke tiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 4,21% atau 421 mg dalam 1 gram alga merah kering, pada perlakuan (E) yaitu alga merah usia 10 minggu, sampai pada ulangan ke tiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 1,86% atau 186 mg dalam 1 gram alga merah kering, dan pada perlakuan (F) yaitu alga merah usia 12 minggu, sampai pada ulangan ke tiga rata-rata jumlah proteinnya adalah 0,85% atau 85 mg dalam 1 gram alga merah kering. Berdasarkan rata-rata jumlah kadar protein pada alga merah, ternyata perbedaan usia dapat memberikan pengaruh terhadap jumlah atau kadar protein yang terdapat pada alga merah.
Untuk memperjelas perbedaan jumlah protein rata-rata pada setiap alga merah dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 1 Diagram rata-rata jumlah Protein kasar Alga Merah Berdasarkan Usia (2,4,6,8,10 dan 12) Minggu.

















Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan diuji dalam penentuan kadar protein dengan perkalian faktor konversi, ternyata usia sangat berpengaruh terhadap kadar protein pada alga merah. Dari variasi 6 usia yang telah dijadikan sampel, masing-masing memberikan kadar protein yang berbeda-beda. Hal ini dapat ditentukan dengan adanya blanko. Blanko yang dibuat dijadikan standar untuk menghitung Nitrogen total. Perlakuan pada blanko sama seperti perlakuan pada sampel, namun pada blanko, larutan sampel diganti dengan aquadest, dan proses analisanya juga melalui tiga tahap yaitu; destruksi, destilasi dan titrasi. Hasil titrasi inilah yang di masukkan dalam hitungan kadar N total untuk mendapatkan kadar protein kasar pada setiap sampel rumput laut yang dianalisa.
Jumlah protein pada perlakuan pertama (alga merah usia 2 minggu) adalah 0,71%, pada perlakuan ke dua (alga merah usia 4 minggu) adalah 1,62%, pada perlakuan ke tiga (alga merah usia 6 minggu) adalah 2,63%, pada perlakuan ke empat (alga merah usia 8 minggu) adalah 4,21%, pada perlakuan ke lima (alga merah usia 10 minggu) adalah 1,86% dan pada perlakuan ke enam (alga merah usia 12 minggu) kadar proteinnya adalah 0,85%. Berdasarkan hasil analisis dapat diamati bahwa kadar protein kasar pada alga merah yang paling tinggi kandungannya pada alga merah usia 8 minggu kemudian alga merah usia 6 minggu. Menurut Zantika, Dkk (2006) bahwa, rumput laut yang memiliki kualitas dan kuantitas tinggi yaitu rumput laut pada usia 1,5-2,0 bulan setelah ditanam. Apabila panen dilakukan kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan dihasilkan rumput laut yang berkualitas rendah. Hal ini dikarenakan kandungan kimia yang paling banyak dikandungnya adalah kadar air.
Selain itu, penurunan kadar protein juga dapat disebabkan oleh sebagian protein yang bersifat larut dalam air dan larutan garam, seperti protoase, prolanin dan albumin. Sehinggamya kadar protein menurun disebabkan terlepasnya ikatan struktur protein yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air.
Kandungan protein juga dapat berkurang disebabkan oleh hilangnya sebagian nitrogen pada analisa laboratorium. Kehilangan nitrogen diduga karena penggunaan K2SO4 sebagai katalisator, sebab kemampuan K2SO4 dalam menaikkan titik didih asam sulfat untuk mempercepat proses oksodasi dan juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Hal ini memungkinkan nitrogen yang ada dalam sampel rumput laut ikut teroksidasi. Kehilangan nitrogen pada saat rumput laut di analisa kandungan proteinnya menjadi rendah (Sudarmadji, 1989 dalam Pakaya, 2008:32)
Dalam analisa ini juga menggunakan metode titrasi, dan apabila terjadi ketidak cocokkan titik akhir titrasi dengan titik ekivalensi dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang ada pada sampel. Oleh karena itu perlu digunakan indikator agar titik akhir titrasi atau titik ekivalensi tidak terjadi kesalahan positif. Harjadi (1986) dalam Pakaya (2007).
Jika dihubungkan hasil penelitian (kadar protein kasar) dengan usia rumput laut dan lokasi pengambilan sampel, dapat dinyatakan bahwa rumput laut yang memiliki kadar protein yang baik yaitu pada usia dimana rumput laut benar-benar diusia matang (2 bulan) atau 8 minggu dan sampel yang diambil berasal dari lokasi yang mendukung faktor-faktor ekologinya. Menurut Zantika,Dkk (2006) keberhasilan rumput laut baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya memiliki faktor-faktor ekologi yang meliputi kondisi substrat perairan, kualitas air, iklim dan geografis dasar perairan.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan uji laboratorium yang telah dilakukan pada rumput laut usia berbeda terhadap kadar protein, dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1.Kandungan Protein pada alga merah yang terdapat pada usia (2,4,6,8,10 dan 12) minggu adalah ; 0,71%, 1,62%, 2,63%, 4,21%, 1,86% dan 0,85%.
2.Dalam usia alga merah yang berbeda terdapat pula perbedaan kandungan proteinnya. Hal ini ditunjukkan bahwa kandungan Protein paling tinggi pada alga merah terdapat pada usia 8 minggu yaitu 4,21%, sedangkan yang paling rendah adalah alga merah pada usia 2 minggu yaitu 0,83%.

SARAN
Sehubungan dengan penelitian ini, maka penulis menyarankan kepada seluruh pihak, khususnya Mahasiswa dan pihak Pemerintah yang terkait dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan kiranya :
1.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap seluruh lokasi pembudidayaan rumput laut yang ada di Provinsi Gorontalo dengan menggunakan metode yang lebih spesifik terhadap khususnya terhadap kadar protein, guna peningkatan kualitas hasil produk lokal rumput laut.
2.Perlu dilakukan penelitian terhadap alga merah segar, karena dalam analisis yang telah dilakukan, sampel yang diteliti hanya alga merah kering.

DAFTAR PUSTAKA
Arbianto Purwo, 1996. Biokimia konsep-konsep dasar. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Apri Ika, 2008. Taksonomi tumbuhan rendah. Pada 5 februari, 4:12 PM (online).
Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006. Pengembangan usaha budidaya rumput laut melalui gerakan menanam rumput laut (Gemar Laut). Gorontalo : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo.
Fessenden,R.J & Fessenden,J.S. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Fessenden,R.J & Fessenden, J.S.1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Binapura Aksara.
Jansen, 1983. Pemanfaatan Rumput Laut sebagai makanan. http://www.dkp.go.id/content.php?c=259.
Lehninger L. Albert,1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Matsjeh sabiririn, Satromidjojo H,Sastrosajono R, 1996.Kimia Organik II. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Rachmaniar,1994. Prifil Rumput Laut Indonesia, Ditjen. P. Budidaya:http://www.dkp.go.id/content
Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisis Bahan Makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Taringan Ponis, DR, 1983. Kimia Organik Bahan makanan. Bandung: Penerbit Alumni.
Winaryo F.G, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zantika Achmad,Dkk,2006. Rumput Laut. Jakarta: PT Penebar Swadaya
Zantika, Istina Sri dan Suhaimi, Manfaat dan Pengolahan Rumut Laut.MBL/85/WP-14

0 komentar:

Posting Komentar