Jumat, 28 Mei 2010

Landasan Teoretis Penggunaan Media Pendidikan

C. Landasan Teoretis Penggunaan Media Pendidikan
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan/ per-ubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi kare­na interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumi-iya. Menurut Bruner (1966: ada tiga tingkatan utama modus belajar/ yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/ gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). engalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arh kata 'simpul' dipahami dengan langsung membuat impui. pqqq tingkatan kedua yang diberi label iconic ^wya gambar atau image), kata-'simpul' dipelajari dari
gambar/ lukisan, foto/ atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat 'simpul' mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lu­kisan/ foto/ atau film. Selanjutnya, pada tingkatan simbol siswa membaca (atau mendengar) kata 'simpul' dan mencoba mencocokkannya dengan 'simpul' pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalam.annya membuat 'simpul'. Ketiga tingkat pengalaman ini saline berinteraksi dalam upaya memperoleh 'pengalaman' (pengetahuan/ keterampilan/ atau sikap) yang baru.

Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai. sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan siswa se­bagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Cara peng-olahan pesan oleh guru dan murid dapat digambarkan
pada Gambar 1.1.
Uraian di bawah memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik/ sis­wa sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat
Berbicara, menyanyi, memainkan <—> Mendengarkan alat musik, dsb. Memvisualisasikan melalui film, <—> Mengama.i
foto, iukisan, gambar, model, patung, grafik, kartun, gerakan nonverbal Menulis atau'mengarang . < Membaca
inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rang-sangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan un­tuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Dengan demikian, siswa diharapkan akan dapat menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disa-jikan.
Levie & Levie (1975) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, menge-nali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak, stimulus verbal mem-beri hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berurut-urutan (sekuensial). Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis) koding ganda) dari Paivio (1971). Konsep itu mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal kemudian menyimpannya dalam bentuk propo-sisi image, dan yang lainnya untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk pro-posisi verbal.
Belajar dengan menggunakan indera ganda —pan-"ang dan dengar—berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa akan belajar ebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan nanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan sti­mulus dengar. Para ahli memiliki pandangan yang hal itu. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belaiar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indara dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986). Sementara itu. Dale (1969) memperkirakan bahwa pe-merolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui in­dera lainnya sekitar 12%.
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale's Cone a/Experience (Kerucut-Pengalaman Dale) (Dale/ 1969). Kerucut ini (Gambar 1,2) merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga ting-katan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner seba-gaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan/ sampai kepada lam-bang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu di-catat bahwa urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus .selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.
Dasar pengembangan kerucut di bawah bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan—jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan mein-berikan kesan paling utuh dan paling bermakna menge' nai informasi dan gagasan yang terkandung dalan1 pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan inde penglihatan, pendengaran,. perasaan, penciuman, peraba. Ini dikenal dengan learning by doing misalnya keikutsertaan dalam menyiapkan makanan/ membuat perabot rumah tangga, mengumpulkan perangko, melakukan percobaan di laboratorium/ dan tain-lain. Yang kesemuanya itu memberi dampak langsung ter-hadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan/ keterampilan/dan sikap. Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ke-a pesan itu dituangkan ke1 dalam lambang-lambang seperti bagan/ grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu/ indera yang dili-batkan unl-uk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat. partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imaji-natif semakin bertambah dan berkembang. Sesuno--guhnya/ pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abs-traksi seseorang/ dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung

0 komentar:

Posting Komentar