Rabu, 05 Mei 2010

Siapa bangga menjadi guru diindonesia

Pendahuluan
A.Latar belakang
Dewasa ini profesi guru sangatlah memprihatinkan, banyak orang-orang menganggap bahwa profesi guru hanya sekedar untuk hidup “pas-pasan” dibandingkan dengan profesi seorang dokter, apoteker, hakim, dan bankir. Namun orang-orang tak menyadari bahwa pentingnya guru dikalangan indonesia yang bisa menjadi suri teladan bagi anak didik, mencerdaskan, mendidik anak agar menjadi baik yang bisa berguna bagi bangsa dan negara.
Adapun pentingnya masalah ini untuk memberikan teladan dalam asas-asas moral, etika, sosial agar menumbuhkan semangat atau sifat yang baik dalam diri anak didik menjadi dewasa untuk kemajuan pembangunan bangsa dan negara.
B.Rumusan masalah
Permasalahan yang kita akan bahas “Siapa bangga menjadi guru diindonesia” Yaitu :
1.Insentif guru diindonesia
2.Guru itu seperti pedagang asongan
C.Tujuan pembahasan
Memupuk rasa bangga,cinta dan turut memiliki bangsa dan negara terhadap profesi guru sekarang ini. Serta menjadikan pendidikan dan profesi guru menjadi yang lebih baik agar performa guru tidak lagi mirip pedagang asongan. Dengan tekad dan semangat kita selalu mengingat jasa para guru, Pahlawan tanpa tanda jasa serta hari pendidikan bagi profesi guru.


A.Insentif Guru di Indonesia
Guru (termasuk dosen) adalah profesi yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat indonesia sebagai pekerjaan yang mulia dan luhur karena adalah orang yang berilmu, berakhlak, jujur, baik hati, serta menjadi teladan masyarakat mempunyai peran diantaranya : Sebagai pembimbing, perantara antar generasi, model, peneliti, dan pencipta.
Di Amerika Serikat, guru memperoleh penghargaan yang profesional sehingga menunjukkan bahwa pekerjaan guru menjadi pilihan pertama (31,3%) karena sangat terkait dengan penghargaan finansial (insentif) masyarakat atau negara terhadap profesi itu.
Namun, fenomena diatas bertolak belakang dengan keadaan diindonesia, dimana pekerjaan guru atau dosen pilihan terakhir setelah pekerjaan lainnya seperti dokter, apoteker, ekonom, hakim, dan bankir.
Akhirnya profesi guru sekarang tidak diapresiasi oleh angkatan muda dan tidak pernah diminati oleh putra-putri bangsa dan hanya menjadi pelarian saja. Mereka tidak memilih menjadi guru karena gaji guru sangat kecil, sering terlambat dengan gaji guru dinegara tetangga, namun demikian perhatian pemerintah terhadap nasib guru masih sebatas retorika saja.
B.Guru itu seperti Pedagang Asongan
Pada tahun 1960-an profesi guru masih menjadi cukup suatu menjadi suatu kebanggaan. Namun demikian, kebanggan itu sekarang tidak dapat dipertahankan karena penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap profesi guru hanya sekedar hanya untuk hidup “Pas-pasan”, gali lobang tutup lobang.
Terdorong oleh kondisi itu sebagian guru akhirnya memelihara “Kewibawaan” profesinya, sehingga nyaris saja tidak ada bedanya profesi guru dengan pedagang asongan.
Ada 3 persamaan dari kedua profesi tersebut yaitu :
1.Sebagian Guru/Dosen maupun pedagang Asongan sama-sama memulai kegiatannya dengan “Mencegat” Bis dan sama-sama bergelantungan.
2. Sebagian Guru/Dosen maupun pedagang Asongan sama-sama menjual “Dagangan basi”
3.Sebagian Guru/Dosen maupun pedagang Asongan sama-sama merangkap jabatan “Tukang copet”
Diantara beberapa bukti yang memperburuk nasib guru itu diantaranya : Implementasi desentralisasi manajemen pendidikan dikabupaten/kota malah menimbulkan penguasa-penguasa daerah yang tidak profesional dan belum bersih dari KKN.
Kenyataan diatas cukup menggangu optimisme otonomi daerah dalam memperbaiki kualitas pendidikan diindonesia. Namun, demikian sebagai guru pemerhati dan menekuni bidang manajemen pendidikan, penulis tetap optimis bangsa indonesia mampu mengatasi Multi dimensi Crisis ini.
Semoga pembantu-pembantu Presiden dan semua jajaran birokrat pengelola pendidikan “peka” terhadap pernyataan Presiden dan nasib guru diindonesia dapat dimasukan kedalam “desain besar” sehingga performen guru tidak lagi mirip pedagang asongan.


Penutup

A.Kesimpulan
Guru sebagai bagian dari penduduk indonesia yang memiliki jiwa yang baik atas pengabdian yang dilaksanakan selama menjadi seorang guru dalam dunia pendidikan tanpa mengharap balasan “Itulah seorang gguru Pahlawan tanpa bangsa tanpa tanda jahasa”. Namun, kenyataannya profesi guru hanyalah seperti pedagang Asongan.

B.Saran
Agar guru tidak mirip seperti pedagang Asongan sebaiknya pemerintah menerjemahkannya dalam policy pendidikan yang realistis dan nasib guru diindonesia dapat diperbaiki karena betapa besarnya jasa seorang guru bagi semua kalangan diindonesia.




0 komentar:

Posting Komentar