BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sejalan dengan dinamika yang ada, juga seiring dengan perkembangan sekarang.
Pandangan-pandangan yang membawa kita pada suatu masalah yaitu mengenai lingkungan, berupa keadaan sekitar atau kondisi sekitar.
Lingkungan hidup di atas merupakan bola bumi sebagai wadah (tempat) makhluk hidup itu berada, dan hidup itu merupakan isi dari lingkungan. Antara wadah dan isi selalu menyatu, selalu terdapat suasana dan kondisi yang berhubungan secara utuh dan meyeluruh, keduanya tampak selaras, serasi, lengkap baik dari dalam maupun dari luar.
Lingkungan berkaitan erat juga dengan kebudayaan, pengembangan sumber daya manusia yang perlu dilestarikan. Namun demikian makin majunya teknologi masalah lingkungan antropogenik, yaitu yang disebabkan oleh manusia, makin besar teknologi komunikasi pun makin maju.
Untuk itu kami melakukan (observasi) di daerah Pohuwato tepatnya diblok plan perkantoran demi melihat bagaimana kondisi lingkungan dan pembangunan di daerah sekitar yang sementara masih dalam penataan dan masih sementara dibangun.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapat berdasarkan penelitian yang kami laksanakan yakni :
1. Bagaimana penerapan etika pembangunan dan etika lingkungan pada pembangunan diblok plan perkantoran, Kabupaten Pohuwato.
2. Bagaimana pengaruh teknologi sebagai unsur kebudayaan terhadap lingkungan yang terjadi di daerah sekitar.
3. Apa dampak positif dan negatif yang terjadi akibat pengaruh teknologi sebagai unsur kebudayaan terhadap lingkungan sekitar.
C. Tujuan Observasi
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan etika pembangunan dan etika lingkungan pada pembangunan di Kabupaten Pahuwato, tepatnya di blok plan perkantoran.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh teknologi sebagai unsur kebudayaan terhadap lingkungan sekitar.
3. Untuk mengetahui apa saja dampak positif dan negatif yang diterima oleh masyarakat setempat.
4. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Etika Lingkungan
1.1 Etika Lingkungan
Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia. ‘Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan manusia’ Albert Schweitzer. Dalam perkembangan selanjutnya, etika lingkungan hidup menuntut adnya perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia. Yaitu dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral.
1.2 Etika Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti ” atom sosial ” (J. Sudriyanto, 1992:4).
1.3 Teosentrisme
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrisme, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
1.4 Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
1.5 Biosentrisme dan Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Berdasarkan teori etika lingkungan di atas, kami mendapatkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, bahwa penerapan etika lingkungan di Kabupaten Pohuwato, tepatnya diblok plan perkantoran tidak berjalan sesuai teori lingkungan di atas. Lingkungan yang kami lakukan observasi sangatlah tidak bersahabat. Diblok plan perkantoran, lingkungannya tidak asri. Masyarakat disekitar tidak memperhatikan keadaaan lingkungan secara keseluruhan, padahal jika dilihat dari letak dan posisi pantainya, lingkungan disekitar bisa lebih indah jika disekeliling lingkungan tersebut terdapat banyak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang bisa membuat lingkungan disekitarnya tidak terasa panas sekali dan gersang. Pengaruh daerah disekitarnya ditujukan untuk membangun seluruh perkantoran yang dibutuhkan, maka telah terjadi eksploitasi terhadap lingkungan. Contohnya secara sengaja tumbuhan mangrau dimatikan dan sengaja dihambat pertumbuhannya supaya musnah hanya demi membangun perkantoran, padahal tumbuhan mangrau tersebut sangat bermanfaat bagi lingkungan.
Blok Plan Perkantoran memang sengaja disediakan dan ditata hanya untuk membangun perkantoran, tetapi mengapa harus merusak lingkungan sekitar. Sehingga mengakibatkan lingkungan diblok plan begitu panas padahal jika dilihat dari posisinya, memang sudah tepat letaknya, namun sayang, keindahan lingkungan tersebut terasa hampa karena tidak didukung oleh pepohonan dan tumbuhan-tumbuhan yang bisa membuat lingkungan terasa nyaman dan indah.
2. Etika Pembangunan
Telah lama disadari bahwa warna pembangunan itu sangat kompleks dan berdimensi jamak. Pembangunan sejak awal dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pencapaian yang lebih sejahtera dan makmur, dengan memasukkan bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan politik sebagai parameter dasar. Ternyata di tingkat praksis memunculkan banyak macam benturan di antara bidang-bidang tersebut. Inilah yang antara lain, kemudian memunculkan tesis-tesis “prioritas” seperti untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, pembangunan harus dikorbankan atau agar pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, aspek pemerataan harus disingkirkan terlebih dulu.
Pada titik inilah, jika ada yang harus dikorbankan (semestinya tidak ada yang harus dikorbankan), diperlukan tolak ukur yang lebih memadai untuk menempatkan prioritas tersebut. Artinya, karena dimensi pembangunan bukan cuma bidang ekonomi, parameter itu tidak cukup memakai kuantifikasi ekonomi semata. Dari sinilah unsur etika bisa masuk dan sangat berperanan penting dalam menghitung setiap nisbah pembangunan yang dilaksanakan. Maksud etika di sini buka sekedar suatu pemikiran yang selalu menanyakan secara kritis dan mendasar terhadap segala hal (Franz Magnis Suseno 1993) sebagai sebuah parameter kritis dan mendasar, etika di sini selalu memposisikan dirinya sebagai alat pembantu untuk mendeteksi apakah konsep atau kebijakan pembangunan yang dilakukan sesuai dengan cita-cita atau tidak. Etika akan selalu mempertanyakan, apa latar belakang suatu konsep atau kebijakan tersebut, siapa yang paling diuntungkan dan bagaimana cara mencapainya. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut nantinya dipakai etika sebagai alat untuk menyikapinya. Entah menolak, merevisi atau menyepakatinya. Dalam perspektif inilah posisi etika berada, yang akan sangat ditentukan kepada siapa dan dengan cara bagaimana pembangunan itu diorientasikan.
Pemahaman seperti itu membuat masuk dan mengorientasikan unsur etika dalam pembangunan, berarti menghitung sampai seberapa besar rasio pembangunan terhadap kepentingan dan keperluan makhluk ciptaan tuhan. Jika rasio pembangunan itu lebih mengarah kepada pendakalan kodrat manusia, seperti dehumanisasi, eksploitasi, immoralitas dan perusakan lingkungan, secara etika pembangunan yang dijalankan tersebut sudah kehilangan keabsahannya. Sebaliknya, jika pembangunan memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia, secara etika pembangunan tersebut menuju kepada target semula, yakni demi kemajuan, keadilan dan kebenaran.
Dari teori di atas, jika kita lihat, kita menemukan bahwa pembangunan yang telah dilakukan di kabupaten pohuwato telah terprogram dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya salah satu lokasi khusus untuk lokasi perkantoran daerah seperti lokasi blok plan perkantoran. Berarti pemerintah setempat telah melaksanakan dan merencanakan program pembangunan dengan begitu teliti dan bijak berdasarkan berbagai pertimbangan-pertimbangan demi meningkatkan program pembangunan daerah. Sehingga kotanya bisa tertata dengan rapi dan yang dinamakan kemacatan bisa teratasi. Dengan disediakannya lokasi khusus perkantoran, berarti secara tidak langsung pemerintah telah dapat menyelesaikan masalah seperti kemacetan dan menghindarkan kebisingan, sehingga mereka yang bekerja di kantor dapat menyelesaikan pekerjaan mereka dengan baik tanpa mengalami kebisingan lagi. Di kabupaten Pohuwato penataan kotanya sudah cukup baik dan teratur, tidak seperti di kabupaten gorontalo.
3. Pengaruh Teknologi Sebagai Unsur Kebudayaan Terhadap Lingkungan Yang Terjadi di Sekitar
Teknologi sangat mempengaruhi unsur kebudayaan dan lingkungan sekitar. Di Kabupaten Pohuwato pengaruh yang diakibatkan oleh teknologi yaitu :
1. Diarea lokasi Blok Plan Perkantoran sepanjang jalan yang dilalui kenderaan sangat terasa polusi udara yang dikeluarkan oleh kenderaan karena tidak ada pengantian udara yang segar dari pepohonan dan tumbuhan-tumbuhan disekitar lokasi tersebut, sehingga mengakibatkan polusi udaranya sangat terasa oleh pernapasan.
2. Pengaruh teknologi, sudah dibangun cave-cave disekitar pantai yang mengakibatkan disekitar pantai tersebut setiap malam menjadi tempat hiburan dan tempat maksiat, sehingga secara tidak langsung telah merusak moral dan unsur budaya Gorontalo yang telah sejak lama ada.
3. Dengan adanya cave-cave tersebut, maka di lingkungan sekitar setiap malam kotor dikarenakan banyak sampah-sampah makanan dan minuman yang dapat mengotori laut dan merusak ekosistem laut.
Dampak Positif Yang Diterima Oleh Masyarakat dan Lingkungan Sekitar
1) Dengan adanya pengaruh teknologi, maka pembangunan sudah lebih maju dan sarana informasi dapat lebih cepat dijangkau, sehingga Kab. Pohuwato tidak kalah lagi kemajuannya dengan Kab. Gorontalo.
2) Dengan dibangunnya cave-cave, maka masyarkat dapat meningkatkan penghasilannya sehari-hari.
3) Pendapatan daerah semakin meningkat.
Dampak Negatif Yang Diterima Oleh Masyarakat dan Lingkungan Sekitar
1) Kemajuan teknologi mengakibatkan moral masyarakat disekitarnya rusak. Seperti dibangunnya cave-cave sebagai tempat hiburan.
2) Pengaruh teknologi mengakibatkan lingkungan disekitar menjadi terasa panas dan gersang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkungan sangat berpengaruh pada kehidupan kita manusia. Untuk itu kita harus menjaga kelestarian lingkungan. Di Kabupaten Pohuwato yang menjadi tempat observasi kami, sangatlah tidak bersahabat. Padahal Kab. Pohuwato hampir sebagian adalah wilayah pantai yang bisa dijadikan tempat-tempat yang indah dan asri dipandang mata, tetapi akibat pengaruh teknologi dan pembangunan yang ada, lingkungan disekitarnya sudah tidak terasa nyaman karena pepohonan dan tumbuh-tumbuhan sudah hampir musnah.
B. Saran
Kami mahasiswa mengharapkan bahwa, jika kelak masih ada tugas observasi, diharapkan tempatnya tidak terlalu jauh dan bisa dijangkau oleh kenderaan, serta terdapat banyak objek yang akan diteliti.
0 komentar:
Posting Komentar