“Metode Kuantitatif dan Kualitatif dalam Perbandingan”
Metode kuantitatif dan kualitatif berkembang terutama dari akar filosofis dan teori sosial abad ke-20. Kedua metode penelitian di atas mempunyai paradigma teoritik, gaya, dan asumsi paradigmatik penelitian yang berbeda. Masing-masing memuat kekuataan dan keterbatasan, mempunyai topik dan isu penelitian sendiri, serta menggunakan cara pandang berbeda untuk melihat realitas sosial.
Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional, positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” penelitian kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Penelitian kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti. Hal penting untuk dicatat di sini adalah peneliti “terpisah” dari subjek yang ditelitinya.
Sementara metode kualitatif dipengaruhi oleh paradigma naturalistik-interpretatif Weberian, perspektif post-positivistik kelompok teori kritis serta post-modernisme seperti dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard, dan Derrida (Cresswell, 1994). “Gaya” penelitian kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas. Memang dalam penelitian kualitatif kehadiran nilai peneliti bersifat eksplisit dalam situasi yang terbatas, melibatkan subjek dengan jumlah relatif sedikit. Dengan demikian, hal yang umum dilakukan ia berkutat dengan analisa tematik. Peneliti kualitatif biasanya terlibat dalam interaksi dengan realitas yang ditelitinya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, metode penelitian mempunyai pula asumsi paradigmatik. John W. Cresswell menilik beberapa dimensi asumsi paradigmatik yang membedakan penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Dimensi-dimensi tersebut mencakup ontologis, epistemologis, axiologis, retorik, serta pendekatan metodologis. Secara ontologis, peneliti kuantitatif memandang realitas sebagai “objektif” dan dalam kacamata “out there”, serta independen dari dirinya. Sementara itu, peneiliti kualitatif memandang realitas merupakan hasil rekonstruksi oleh individu yang terlibat dalam situasi sosial. Secara epistemologis, peneliti kuantitatif bersikap independen dan menjaga jarak (detachment) dengan realitas yang diteliti. Sementara peneliti kualitatif, menjalin interaksi secara intens dengan realitas yang ditelitinya. Secara retoris atau penggunaan bahasa, penelitian kuantitatif biasanya menggunakan bahasa-bahasa penelitian yang bersifat formal dan impersonal melalui angka atau data-data statistik.
Melihat perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat disimpulkan bahwa konsep validitas dan reliabilitas pada kedua penelitian tidak akan kompatibel. Pada penelitian kuantitatif, validitas merujuk pada tingkat kemampuan suatu penelitian mendukung kesimpulan yang dikemukakan, sedangkan reliabilitas merujuk pada konsistensi instrumen dalam melakukan pengukuran (Cooper & Schindler 1998; Creswell 2003; Leedy & Ormrod 2005; Sekaran 2000). Validitas dan realibilitas sangat penting dalam penelitian kuantitatif untuk mencapai obyektivitas dan konsistensi hasil penelitian. Hal tersebut sejalan dengan epistemologi objectivism.
Mencapai validitas dan reliabilitas seperti halnya dalam penelitian kuantitatif sangat sulit karena bukan obyektivitas yang menjadi tujuannya. Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas merujuk pada kualitas penelitian itu sendiri (Golafshani 2003). Penelitian kualitatif yang berkualitas baik dapat membantu pemahaman terhadap suatu fenomena yang nampak membingungkan dan kompleks (Myers 1997, 2009; Patton 2001; Stahl & Brooke 2008). Di sisi lain, sejalan dengan epistemologi constructionism tidak terkait dengan isu reliabilitas karena reliabilitas terkait dengan pengukuran suatu variabel.
Terlepas dari perlu tidaknya reliabilitas, setiap penelitian perlu memperhatikan kualitas. Untuk mencapai kualitas yang baik, maka penelitian kualitatif perlu memiliki atribut dapat dipercaya (trustworthiness) yang tinggi (Patton 2001; Seale & Silverman 1997; Strauss & Corbin 1990; Williamson 2002). Dalam mencapai tingkat kepercayaan yang tinggi penelitian kualitatif perlu mengungkapkan proses dan temuannya dengan tingkat kerincian yang memadai. Tujuan pengungkapan lengkap dan terinci adalah supaya pembaca dapat memahami konteks penelitian dan hasil-hasil temuan. Pembaca dapat dengan sendirinya menilai apakah proses penelitian dan hasil-hasilnya handal. Pengungkapan yang rinci dan memadai dapat dicapai jika penelitian mampu mengungkap kompleksitas dan perspektif yang berbeda dari suatu fenomena, sejalan dengan paradigma constructivist.
Validitas dan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif merujuk juga pada kemampuan prediksi terhadap fenomena sejenis. Suatu penggaris dapat mengukur panjang suatu obyek dengan satuan tertentu. Apapun obyeknya dan siapapun yang melakukan pengukuran, penggaris dapat mengukur panjangnya dengan akurasi tertentu. Demikian juga dengan penelitian kuantitatif dapat menjelaskan fenomena sejenis dengan alat yang sama meskipun dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Penelitian kualitatif dengan kedekatannya pada konteks terjadinya fenomena tidak dapat digunakan pada fenomena sejenis dengan konteks berbeda. Suatu fenomena dipengaruhi dan mempengaruhi banyak hal sehingga sulit mendapatkan 2 fenomena yang sama persis. Penelitian kualitatif dapat ditransfer untuk menjelaskan sebagian fenomena sejenis pada konteks yang mirip. Dapat dikatakan setiap penelitian kualitatif akan menghasilkan temuan yang berbeda dan dengan sendirinya solusi yang dihasilkan mungkin sekali berbeda.
Proses penelitian kuantitatif dan kualitatif sedikit berbeda. Proses dan tahapan penelitian kuantitatif lebih terstruktur dan sistematis dibandingkan dengan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif akan dimulai dengan perumusan masalah, perumusan hipotesis berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, pengumpulan data, analisa data untuk menguji hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dilakukans ecara deduktif dengan mengumpulkan bukti-bukti yang akan mengkonfirmasi atau membantah hipotesis penelitian. Keseluruhan prosedur tersebut harus dilakukan dengan sistematis
dan dengan standar baku. Obyektivitas dan generalisasi hasil menuntut peneliti untuk menemukan fakta yang tersembunyi. Siapapun menggunakan proses metode ilmiah yang sama akan menemukan hasil yang sama untuk suatu fenomena yang sama.
Proses penelitian kualitatif lebih fleksibel dalam artian langkah selanjutnya akan ditentukan oleh temuan. Asumsi bahwa realita akan dimaknai berbeda menjadikan langkah untuk menjamin generalisasi hasil tidak diperlukan. Generalisasi seperti dalam penelitian kuantitatif akan sulit dicapai karena pemaknaan yang berbeda-beda akan fenomena yang sama. Data yang dikumpulkan akan dicari pola yang sama untuk menjelaskan kompleksitas fenomena. Dalam uji hipotesis pada penelitian kuantitatif, data yang bersifat terlalu ekstrim sering dikeluarkan dari analisa karena akan mengganggu penggeneralisasian hasil. Dalam penelitian kualitatif sering dijumpai nilai ekstrim menjadi temuan penting atau setidaknya petunjuk untuk menelusur lebih jauh. Peneliti kualitatif akan menggunakan metode induktif untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian. Hasil akhirnya adalah suatu hipotesis atau teori yang menjelaskan suatu fenomena. Mengapa disebut hipotesis? Karena kesimpulan penelitian kualitatif tidak bisa digeneralisir karena hanya berlaku pada konteks fenomena yang diteliti. Pada fenomena serupa dengan konteks yang berbeda mungkin akan berbeda.
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No Metode Kuantitatif Metode Kualitatif
1 Menggunakan hipotesis yang ditentukan sejak awal penelitian Hipotesis dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
2 Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal Definisi sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
3 Reduksi data menjadi angka-angka Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
4 Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
5 Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistik Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
6 Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci) Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
7 sampling random Sampling purposive
8 Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal Menggunakan analisis logis dalam mengontrol variabel ekstern
9 Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias prosedur Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
10 Menyimpulkan hasil menggunakan statistik Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
11 Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
12 Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. 1993 : 380)
Alasan menggunakan suatu metode penelitian :
Metode kuantitatif digunakan apabila :
Bila masalah yang merupakan titik tolak sudah jelas;
Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang lebih luas dari suatu populasi;
Bila ingin diketahui pengaruh atau perlakuan (treatment) tertentu terhadap yang lain;
Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian;
Bila peneliti menginginkan informasi yang akutrat, berdasarkan fenomena yang empiris dan dapat diukur.
Metode Kualitatif digunakan, apabila :
Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang;
Untuk memahami makna dibalik data yang nampak;
Untuk memehami interaksi sosial;
Memahami perasaan orang;
Untuk mengembangkan teori;
Untuk memastikan kebenaran data;
Meneliti sejarah perkembangan;
Kedua pendekatan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabiltasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti.
Pendekatan kuantitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variabel-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sampel, pengambilan data dan penentuan alat analisisnya.
0 komentar:
Posting Komentar